Di dalam rumah mewah milik Hermawan, perempuan yang sudah rapi berpakaian kebaya putih, mondar-mandir di dalam kamarnya. Santi Hermawan, putri semata wayang Hermawan yang hari ini akan menikah. Dia tidak bisa diam, terus mondar-mandir seperti setrikaan di dalam kamarnya sambil menelfon seseorang yang ia nantikan kedatangannya.
“Hallo, Fan! Please ... please ... kamu harus datang, Fano! Aku gak mau menikah dengan om-om itu. Kamu yang harusnya bertanggung jawab, bukan dia, Fano ... come on, Fano. Please ... ke sini jemput aku sekarang. Aku tidak mau menikah dengan dia, aku ingin kamu, kamu yang harus menikahiku, karena kamu yang menghamiliku, Fan!”
Santi sedikit mengeraskan suaranya, dan menegaskan pada Fano untuk bertanggung jawab atas perbuatannya. Ya, Santi kini tengah hamil anak Fano. Usia kandungannya sudah memasuki bulan keempat. Namun, sayang Fano tidak mau bertanggung jawab atas apa yang sudah Fano perbuat pada Santi.
“Santi, aku sudah bilang berkali-kali sama kamu, aku belum siap menikah, aku akan tanggung jawab tanpa menikahi kamu! Aku akan memberikan hak anakku, aku tegaskan sekali lagi sama kamu, aku tidak mau menikahi kamu, Santi! Silakan kamu menikah dengan orang itu, pilihan kedua orang tuamu, yang sudah dibayar untuk menikahimu. Aku pribadi, kalau aku dibayar pun, aku tidak akan menikahi kamu, aku belum siap untuk menikah! Kamu dengar itu?”
Fano terus menolak Santi yang meminta pertanggung jawaban Fano karena tengah menghamilinya. Fano belum ingin menikah, dia tidak mau ada ikatan yang resmi, yang nantinya akan mengekang kehidupannya.
“Fano, kamu sadar gak sih? Kamu itu yang menghamiliku!”
“San, kamu enggak sadar, posisi kamu bagaimana saat pertama kali denganku? Kamu sudah gak perawan, Santi! Bisa jadi sebelum sama aku kamu dengan laki-laki lain?”
“Astaga, Fano! Aku sudah hampir satu tahun jalan dengan kamu, kita sering melakukan itu, dan kamu tahu sendiri, selama aku jalan dengan kamu, aku tidak pernah berhubungan lagi dengan laki-laki lain! Cuma kamu, dan hanya dengan kamu, Fan! Lagian kamu kan udah tahu kalau aku udah gak perawan sebelum kita melakukannya? Kenapa sekarang kamu ungkit hal itu?!”
“Alah, omong kosong macam apa! Kalau pun itu memang anakku, aku juga tidak akan menikahi kamu. Aku ingin kebebasan, aku masih ingin senang-senang, karena menikah mungkin akan membuat aku terkekang. Sudah jangan ganggu hidup aku lagi. Menikah saja dengan lelaki bayaran itu! Jangan cari aku lagi!”
“Fano ... Fan ... Hallo! Hallo ....! Sialan, dimatikan lagi! Aku coba hubungi dia lagi! Sial sekali, nomornya sudah tidak aktif lagi! Aku gak mau menikah dengan siapa itu namanya? Om-om gila harta, aku gak mau! Lebih baik aku kabur, ya aku harus kabur dari rumah. Fix, kabur sekarang juga! Aku masih punya tabungan cukup banyak yang bisa aku gunakan untuk menghidupi diriku sendiri dan anak yang ada dalam kandunganku.”
Santi kabur dengan membawa pisau buah yang ia ambil di meja makan belakang. Beruntung semua orang berada di depan, tidak ada yang berada di belakang. Santi mengendap-endap, hingga akhirnya dia sampai di pintu gerbang belakang yang tidak dijaga oleh siapa pun, karena memang itu adalah pintu gerbang darurat di rumahnya.
Santi berlari, dia ke arah mini market yang terletak tak jauh dari rumahnya, dan tidak jauh juga dari pintu gerbang belakang. Beruntung penghulu sampai detik itu belum datang ke rumah Santi.
Santi menggedor jendela mobil pengantin tersebut dan meminta masuk ke dalam. Arya terjingkat karena dia masih membayangkan kenangan indah bersama Naira.
“Eh sudah selesai akadnya, Non? Maaf saya masih di sini sampai non ke sini?”
“Jangan banyak bicara, cepat buka! Aku mau masuk!” jawab Santi dengan suara meninggi.
“I—iya, Non. Maaf ini kok sendiri, mana mempelai prianya?”
“Jangan banyak tanya kamu! Jalan buruan! Mumpung semua orang belum tahu aku kabur!”
“Hah kabur?! Non ada-ada saja ini?”
“Jangan banyak bicara Pak Supir .... buruan atau aku bunuh diri di depan kamu!” Paksa Santi dengan mengarahkan pisau ke pergelangan tangannya.
“Eh, iya iya ....”
Arya terpaksa melajukan mobilnya menuruti Santi yang kabur dari pesta pernikahannya.
“Hei Pak Supir! Kamu ada kan nomor yang kemarin memesan mobil ini? Pasti kamu dikasih nomor telepon sama bos kamu, kan?” tanya Santi.
“Iya, punya, kenapa non?” jawab Arya.
“Cepat kamu telfon kontak itu, bilang saja kamu istrinya mau melahirkanlah, atau apalah? Terus bilang saja sama orang itu, suruh cari mobil lainnya saja, karena di rental mobil tempat kamu kerja sudah full, tidak bisa booking mobil lagi.” Santi memerintahkan Arya bicara seperti itu pada kontak yang kemarin memesan mobil pengantin di tempat Arya.
Arya melakukan semua perintah Santi, karena dia takut Santi bunuh diri di depannya. Arya menggeleng pelan saat melihat Santi dari pantulan kaca spion di atasnya. Santi terlihat masih kesal dan napasnya masih terlihat naik turun, dadanya juga kembang kempis karena menahan amarahnya.
“Sial sekali aku hari ini, udah gak sarapan, ditambah pengantinnya minggat! Aku harus gimana ini? Pasti aku kena kasus kalau begini?” gumam Arya.
Santi melepaskan sanggul kecil di kepalanya, dia merapikan rambutnya dengan jarinya. Beruntung di dasboar mobil Arya ada sisir, dia memberikannya pada Santi untuk merapikan rambutnya.
“Makasih!” ucapnya ketus.
“Iya, sama-sama. Ini non mau ke mana? Saya habis ini mau kerja lagi?” tanya Arya.
“Ke mana saja, mampir dulu ke ATM, aku mau kuras semua uangku, dan membuang ATM ini, supaya aku gak dilacak oleh orang rumah!” pinta Santi.
“Jangan gitu, Non? Semua masalah pasti ada jalan keluarnya kok? Jangan asal kabur gitu?” tutur Arya.
“Gak usah ceramah deh, Pak! Udah cepetan, berhenti di depan ada ATM, aku pinjam tas kamu sini, buat ambil uangku!”
“Lagian ambil uang di ATM kan ada batasnya, Non?”
“Iya juga sih, tapi gak apa-apa, yang penting aku bisa cari tempat persembunyian!”
“Memang mau ke mana?”
“Kita ke Pekalongan saja! Aku penasaran katanya keluargaku dari sana, tapi aku malah enggak pernah ke sana!” jawab Santi.
“Lagian kenapa mesti kabur sih, Non? Pekalongan itu jauh, Nona?!”
“Gue dijodohin dodol! Mana mau gue dijodohin sama om-om? Pacar gue saja lebih ganteng! Jangan banyak omong deh! Nurut aja sama aku, aku bayar kamu! Antar aku ke pekalongan, cari rumah buat persembunyian!” ucap Santi ngegas.
“Oh gitu? Ya sudah sini aku ambilin saja, non tunggu di sini, sekalian aku lepas bunga-bunga di mobil supaya gak tahu ini mobil ada pengantin yang lagi minggat!”
“Ambil semua kalau bisa, kalau enggak ya maksimalnya saja berapa. Pinnya xxxxxx jangan sampai salah!”
“Siap!”
Arya berpikir sejenak, kenapa dia mau-mau saja disuruh perempuan yang belum tahu siapa namanya, dan minta kabur ke Pekalongan. Gila dari Jakarta ke Pekalongan berapa jam sendiri? Dia belum konfirmasi dengan Saiful orang kepercayaannya di kantor, dan juga belum pamit dengan kedua orang tuanya.
“Kalau aku tinggalin tuh orang, salah gak ya? Tapi, kalau aku menurutinya, aku harus bilang apa sama ibu dan bapak? Masa aku bohong sama mereka?” gumam Arya dengan melepaskan bunga yang menghiasi mobilnya.
Arya akhrinya bilang dengan Saiful, dengan alasan ada tamu dari keluarga besar Hermawan ada yang minta di antar pulang ke Pekalongan. Dan, dia pun beralasan yang sama dengan kedua orang tuanya. Tidak tahu kenapa dia merasa kasihan dengan perempuan yang belum ia kenal itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
lanjut Thor masih nyimak
2023-02-19
0