Lika-Liku Single Parent
"Bu... aku berangkat dulu titip Vano!" pamitku ke Ibuku sambil mencium tangan Ibuku yang sudah semakin tua.
"Hati-hati Rin, nanti pulang jam berapa?" tanya Ibu.
"Mungkin habis duhur Bu, ini mau ke Pengadilan mengurus perceraianku" jawabku.
Waktu menunjukkan jam 8 pagi Arinda segera mengendarai sepeda motornya menuju Pengadilan Agama, hampir setahun Arinda tidak bertemu dengan suaminya, hatinya masih sangat sakit atas semua penghianatanya.
Tiba di Pengadilan agama Arinda segera menuju bagian informasi, ternyata suaminya sudah berada disitu menunggunya.
"Mas Ardi... sudah lama?" sapaku.
"Lumayan" jawabnya sekenanya.
"Rin bagaimanapun Vano nanti ikut aku" katanya kemudian.
"Apa....??" tanyaku dengan sangat terkejut.
"Enak saja kamu bawa Vano, gak bisa, aku gak mau vano ngikut-ngikut kelakuanmu" kataku.
"Kalo begitu perceraian ini akan aku gantung" katanya.
"Gak usah banyak omong kita ketemu di sidang nanti aku sudah malas ngomong begini sama kamu" sambil berlari meninggalkan Mas Ardi
Mas Ardi mengejarku dan meraih tanganku
"Lepaskan tanganku kamu sudah bukan muhrimku bukanya kamu sudah menceraikanku secara agama di depan keluarga besar kita" kataku dengan ketus
perlahan ardi melepaskan tanganku dan kami menuju bagian informasi.
Di bagian informasi terlihat ada beberapa orang yang bertanya, aku menunggu beberapa saat.
"Mbak... maaf mau tanya bagian pengajuan perceraian dimana?" tanyaku.
"Disana Bu" kata Mbak yang ada di bagian informasi sambil menunjuk sebuah ruangan.
"Terimakasih Mbak" jawabku dan menuju ruang pendaftaran diikuti oleh Mas Ardi.
Masuk ke ruang pendaftaran, disana terlihat ada dua bapak-bapak yang duduk di meja masing-masing.
"Assalamualaikum" sapaku.
"Waalaikumsalam" jawab seorang petugas
"Silahkan duduk Bapak Ibu, bisa kami bantu?" lanjutnya
Aku dan Mas Ardi duduk di kursi depan petugas tersebut.
"Maaf... kami mau mengajukan cerai syaratnya bagaimana?" Mas Ardi bertanya kepada petugas tersebut.
"Ini yang mengajukan siapa?" tanya petugas tersebut.
"Saya Pak" jawab Mas Ardi.
"Bawa ktp asli, foto copy ktp, kk asli, foto copy kk, surat nikah asli dan foto copy nya?" lanjut petugas tersebut.
"Iya bawa pak" jawabku sambil membuka tas mengambil map berisi berkas-berkas yang diminta.
"Bapak isi blanko ini dan alasan apa menceraikan istri Bapak?" tanyanya.
"Coba Bapak lihat apa yang kurang dari istri Bapak ini? cantik kan? mau cari yang bagaimana lagi?" kelakar petugasnya.
"Saya sudah tidak cocok lagi sama istri saya, sering bertengkar. Dia selalu curiga kalau saya keluar rumah" kata Mas Ardi.
"Rujuk lagi saja Pak, toh bertengkar itu bumbunya rumah tangga lagian rumah tangga Bapak Ibu ini masih berjalan 3 tahun jadi hal biasa menyesuaikan kebiasaan pasangan" nasehat petugas tersebut.
"Gak bisa Pak, saya gak bisa terus sama dia makan hati selalu" kataku.
"Makan hati bagaimana Ibu?" tanya petugas.
"Bagaimana gak makan hati Pak, coba bayangkan kalau Bapak jadi saya,
ini mantan suami saya kerja gak jelas itu masih bisa saya maklumi Pak, lah terus gonti-ganti perempuan gonceng sana sini perempuan apa gak sakit hati saya" kataku.
"Sapa tau suamimu tukang ojek Bu jadi bisa ganti-ganti orang yang dibonceng" kata petugas itu.
Dalam hati nih bapak kebangeten banget deh hmmmm.
Mas Ardi hanya diam saja tanpa kata entah apa yang ada dalam pikiranya.
"Mas... maaf ini aku buka disini kalau tidak kita tidak bisa berpisah bukanya kamu yang menginginkan berpisah dan mau seneng-seneng sama perempuanmu tanpa bertengkar denganku setiap hari" kataku.
Dia hanya menganggukkan kepalanya.
"Pak biar saya yang mengajukan gugat cerai bila alasan suami saya ini tidak Bapak terima.
Pak... saya punya anak, anak itu masih usia 3 tahun anak ini saja nyaris tidak dia nafkahi apalagi saya dan saya satu tahun ini sudah pisah rumah jadi selama satu tahun lebih ini sudah tidak ada nafkah batin juga dia tidak memberi nafkah istri hampir selama kami menikah bisa ditanyakan langsung sama dia" ceritaku.
Sambil menghela nafas panjang aku melanjutkan cerita.
"Bapak tau...dibelakang saya dia main perempuan dan itu saya tau sendiri dia memilih perempuan tua itu daripada saya dan anaknya apa yang saya pertahankan dari rumah tangga ini kalau bukan perceraian" lanjut ceritaku.
Petugas tersebut mendengarkan ceritaku dengan seksama dan berkata "Bisa bu dijadikan alasan saya tulis ya" kata petugas tersebut.
Aku dan Mas Ardi diam menunggu petugas tersebut mengetik berkas pengajuan cerai kami.
"Pak kalau anak ikut saya bagaimana?" tanya Mas Ardi di sela-sela petugas mengetik berkas kami.
"Sepertinya berat tapi nanti silahkan dibicarakan waktu sidang" jawab petugas.
"Bapak lbu silahkan ini ditandatangani di bagian sini dan sini" petugas tersebut menyodorkan kertas ke kami sambil menunjuk tempat yang harus kami tanda tangani.
"Silahkan ibu bapak menuju ruangan di depan untuk membayar biaya pendaftaran" kata petugas.
Dalam hati Alhamdulillah... semoga segera lepas dari laki-laki ini.
Bergegas aku dan Mas Ardi meninggalkan ruangan tersebut menuju loket pembayaran
sambil menunggu dipanggil petugas loket.
Aku duduk bersebelahan dengan mas ardi sambil melihat banyaknya orang yang mendaftar sidang cerai dari muda sampai tua ada, dalam hati entahlah apa yang terjadi dalam rumah tangga mereka apakah sama yang mereka rasakan seperti yang aku rasakan entahlah tiba-tiba Mas Ardi mengejutkan lamunanku.
"Rin biar aku yang bayar walaupun kamu yang mengajukan kan sudah kesepakatan kita dulu" katanya.
Aku hanya mengangguk saja.
Dalam pikiranku hanya ingin lepas dari laki-laki ini dan membesarkan anak penuh kasih sayang tidak ada dalam pikiranku untuk menikah lagi setelah ini, aku hanya ingin bekerja berkarir membesarkan anak yang pasti kedepannya aku jadi ayah juga bunda.
Tapi...bagaimana kalau hak asuh anak diambil dia? tak terasa air mata hampir jatuh dari kelopak mataku, aku menunduk sambil mengusap air mata dengan jilbabku.
Terdengar suara dari loket memanggil namaku.
"Arinda Widya Arini"
Petugas loket memanggil namaku dan bergegas aku menuju loket diikuti oleh Mas Ardi.
"Ini uangnya" kata Mas Ardi memberikan sejumlah uang untuk membayar biaya perceraian kami.
"Bentar Bu ada kembalianya" kata petugas.
"Nanti ada petugas kami yang mendatangi Ibu ke rumah setelah itu baru dimulai sidangnya ditunggu ya..." jelas petugas.
"Kira-kira sidangnya kapan ya Mbak?" tanyaku.
"Perkiraan tanggal 8 mei bila ada mundur nanti dikabari" jelasnya.
"Iya terima kasih" jawabku sambil membawa bukti pengajuan cerai serta uang kembalian dan aku melangkah meninggalkan pengadilan agama.
Ketika akan memasuki area parkir.
"Rin ayo makan dulu" pinta Mas Ardi.
Aku hanya mengikutinya dari belakang tanpa kata -kata dalam hati andai kamu bisa bersikap baik begini sama aku dan jadi laki-laki setia gak mungkin kita kesini, kita bisa membesarkan Vano bersama.
"Oh iya ini kembalian uang tadi" kataku sambil menyodorkan sejumlah uang.
"Mamu kasih ke Vano saja" jawab Mas Ardi.
"Gak perlu daripada nanti Vano kamu ambil" jawabku dg nada marah.
Tiba di kantin Pengadilan agama.
Aku mengambil makan ayam dan sayur sop dan pesen minum teh hangat, sebenarnya aku sudah tidak nafsu makan tapi sudahlah anggap saja menghormati dia, mungkin ini juga terakhir kali aku makan bersama dia hanya berdua, Mas Ardi mengambil nasi sayur asam ikan bandeng dan es teh.
Setelah makan kami meninggalkan Pengadilan agama pulang menuju rumah masing-masing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 189 Episodes
Comments
Mami Vanya Kaban
nyimak dulu
2020-10-30
1
Gribelion
bisa luang kan waktu anda untuk membaca novel ku Hidden Feeling 😁✌️
2020-08-19
1
Aniest.nisya
uda aku like thor.. auto masuk di list favoritku..
kisahnya mirip kisah nyata thor😥
semangatt thor...
2020-08-17
1