Muhasabah Cinta
Azan subuh mulai berkumandang. Keluarga Bapak Abdullah sudah bersiap-siap untuk menunaikan solat subuh berjamaah bersama di rumah. Namira, si gadis kecil yang masih berusia 5 tahun itu juga ikut solat berjamaah bersama kedua orang tuanya.
Dengan polosnya, Namira mengikuti gerakan solat yang di pimpin oleh imam. Selesai menunaikan solat subuh berjamaah, Namira mencium kedua tangan orang tuanya. Begitu juga dengan kedua orang tua Namira, mereka mencium kening Namira.
"Semoga kamu menjadi anak yang solehah ya nak?" Ucap sang Ibu kepada putrinya itu, sembari mengusap lembut kepala Namira. Namira kecil hanya menatap Ibunya dengan polos.
Ayam mulai berkokok, suara burung mulai berkicau, pagi mulai menyapa. Namira kecil mulai keluar menuju halaman rumahnya. Lalu seorang anak laki-laki yang umurnya selisih 5 tahun dengan Namira, datang menghampiri Namira.
"Namira.. Ayo kita main.." Ajak anak laki-laki itu.
"Kita main kemana kak?" Tanya Namira dengan wajah polosnya.
"Kita main sepeda Namira, kamu yang bonceng, Aku yang nyetir.. ayok.." Ajaknya lagi.
"Tapi, kata ayah Aku ga boleh main jauh-jauh.." Ucap Namira.
Anak laki-laki itu pun menemui ayah Namira. Iya meminta izin kepada ayah Namira untuk mengajak Namira bermain sepeda. Ayah Namira pun bangga, karena Anak laki-laki itu mempunyai sikap sopan santun.
"Tapi ingat ya Rival, jaga Namira baik-baik..!" Ujarnya sembari menunjukkan telunjuknya.
"Siap, paman.." Ujarnya sembari memberi hormat kepada Ayah Namira.
Anak laki-laki itu biasa dipanggil Rival oleh keluarga dan orang lain. Rival pun menarik tangan Namira dan mengajaknya bermain sepeda. Rival mengayuh sepeda, dan Namira yang berbonceng di belakangnya. Mereka merasa seru dan asyik bermain sepeda.
"Kamu mau belajar naik sepeda juga ga?" Rival menawarkan. Namira mengangguk malu dan tersenyum. Dengan senang hati, Rival mengajari Namira belajar sepeda.
Rival dan Namira selalu bermain bersama. Rumah mereka juga terletak bersebelahan. Meskipun mereka berbeda keyakinan, tetapi mereka selalu hidup rukun dan damai. Bahkan, keluarga mereka juga saling tolong menolong.
Namira juga sering bermain ke rumah Rival. Karena Rival selalu mengajaknya ke rumahnya. Orang tua Rival juga menyayangi Namira seperti putri mereka sendiri.
Rival dan Namira saling sayang. Namira meskipun masih kecil, sudah memakai hijab. Membuat Rival menyukainya. Rival sangat menyukai hijab Namira yang khas. Usia mereka terpaut 5 tahun. Meskipun begitu, tidak membuat Rival merasa canggung meskipun bermain dengan gadis yang lebih kecil darinya.
Rival sangat memahami Namira. Bahkan, senyum Namira dan cara Iya berhijab pun sangat Rival hafal.
Namira dan Rival bermain kejar-kejaran. Sehingga mereka tidak menyadari bahwa di depan mereka ada sebuah batu. Rival terus berjalan mundur mengajak Namira untuk terus mengejarnya. Namira yang melihat batu di belakang Rival akhirnya berteriak.
"Kak Rival, awas!" Teriaknya. Rival pun berbalik badan. Dan tidak sengaja kakinya tersandung batu. Akhirnya, Rival terjatuh. Namira melotot dan menganga sembari iya menutup mulutnya dengan tangannya. Namira segera berlari mendekati Rival.
"Aduh.. sakit.." Rival mengerang kesakitan. Namira yang melihat Rival kesakitan, ikut sedih karena tidak tega.
"Kak Rival sakit ya? Sini Namira obati.." Tanyanya kepasa Rival. Rival hanya mengangguk.
"Sini Aku obati kak.." Ucapnya. Namira pun mengobati luka Rival. Rival memandang Namira yang sedang mengobati lukanya. Namira dengan pelan-pelan mengobati luka Rival sambil meniup-niup.
...****************...
Di pagi hari, tiba-tiba Rival datang ke rumah Namira. Iya menemui Namira yang sedang bermain sendiri di halamannya.
Namira tersenyum melihat Rival. Namira mengira bahwa Rival akan bermain dengannya. Tanpa menjawab, Rival langsung menemui orang tua Namira.
"Selamat pagi bibi, paman." Sapanya tanpa meneruskan kata-katanya seperti biasanya.
"Rival, pasti kamu kesini mau bermain dengan Namira kan?" Tebaknya.
"Iya Bibi.." Jawabnya disertai dengan anggukan. Ibu Namira dan Ayah Namira pun memberi ijin mereka untuk bermain. Rival pun mengajak Namira ke suatu tempat.
"Namira, ikut Aku yuk.." Ajaknya sambil menarik tangan Namira.
Setelah sampai di suatu tempat yang di tuju, Rival menghentikan langkahnya. Rival dan Namira saling berhadapan. Kemudian, Rival meraih kedua tangan Namira.
"Kak Rival kenapa? Kenapa kak Rival terlihat sedih?" Tanya Namira sambil memperhatikan raut wajah Rival.
"Namira, Hari ini adalah hari terakhir kita bertemu." Ungkapnya.
"Maksud kakak?" Tanya Namira tidak mengerti.
"Namira.. Aku, Ayah dan Ibu.. mau pindah ke luar negeri. Jadi, Aku kesini mau pamit sama kamu.." Ungkapnya.
Mendengar hal ini, Namira tertunduk sedih. Kemudian Rival mengangkat dagu Namira yang tertunduk. Namira hanya menatap wajah Rival lekat-lekat.
"Namira, jangan sedih ya.. suatu saat Aku pasti akan kembali lagi kok.. Meskipun Aku ga tahu itu kapan.. Namira, maukah kamu berjanji padaku?" Ujarnya.
"Janji apa itu kak?" Tanya Namira dengan wajah polosnya.
"Namira, janji ya.. kalau kamu akan selalu mengingatku.." Pintanya.
"Aku janji kak, akan selalu mengingat kakak.. Bagaimana mungkin Aku lupa sama kakak.. sementara Aku sudah mengenal kakak.." Jawabnya. Mereka pun mengaitkan jari kelingking mereka, sebagai bukti janji mereka.
"Namira, kamu pakai ini ya.. agar Aku dapat mengenalimu nanti.." Pintanya sembari memberikan sebuah bros hijab kepada Namira. Kemudian, Rival memasangkan bros itu ke kerudung Namira. Namira tersenyum dengan pemberian dari Rival itu.
Tak lama, orang tua Rival datang memanggil Rival. Mereka pun berjalan mendekati Rival dan Namira. Mereka tersenyum kepada keduanya.
"Rival sayang.. Ayo kita pergi nak.." Ajaknya dengan memegang pundak Rival. Rival pun mengangguk pelan sembari melihat wajah Namira.
Kini saatnya Rival untuk pergi. Perlahan, Rival melepaskan genggaman tangan Namira. Genggaman tangan mereka semakin jauh.
Ibu Rival pun menarik tangan Rival. Tapi hal ini tidak membuat Rival berpaling dari pandangannya terhadap Namira.
Sementara Namira, hanya memandangi Rival yang semakin jauh. Hingga Rival masuk ke dalam mobil. Mobil itupun perlahan melaju dan semakin jauh.
Namira akhirnya mengejar mobil yang ditumpangi oleh Rival. Iya berlari dengan kaki kecilnya dengan sekuat yang iya mampu.
"Kak Rival.. jangan pergi kak.. jangan tinggalin Aku.. kak Rival.." Namira berteriak sambil terus mengejar. Hingga pada akhirnya kaki mungilnya tidak mampu mengejarnya.
Namira pun tersungkur di jalan. Iya tidak dapat mengejar mobil yang ditumpangi mereka.
"Ya Allah.. adek ga apa-apa?" Tiba-tiba seorang Ibu berlari menghampiri Namira yang terjatuh. Dengan refleks, Namira memeluk Ibu yang menghampirinya itu.
Ibu itu sangat kaget. Iya heran karena Namira menangis sesenggukan. Ibu itu mengira bahwa Namira menangis karena sakit. Dengan ramah dan penuh kasih sayang, Ibu itu mencoba menenangkan Namira.
Iya kemudian mengobati luka Namira. Ibu Itu menggendong Namira dan mengantarnya pulang.
...****************...
"Ayah, Boleh Namira meminta sesuatu?" Pinta Namira.
"Namira minta apa?" Tanya sang ayah.
"Ayah.. Namira ingin tinggal di pesantren aja yah.." Ucapnya tiba-tiba.
"Namira, nanti kalau Namira sudah cukup umur.. Namira boleh tinggal di pesantren ya.." Ujar Ayahnya.
"Namira maunya sekarang yah.. Ijinkan Namira tinggal di sana yah.. Namira mohon.." Rengeknya Sembari berlutut dihadapan sang ayah.
Orang tua Namira merasa aneh. Ada apa dengan putrinya itu. Namun, karena Namira terus merengek, akhirnya Orang tuanya pun menuruti kemauan Namira.
Namira ingin tinggal di pesantren semata-mata hanya ingin melupakan Rival sementara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Lee
Mampir kak...slam kenal ya..
Jejak dulu sma subcribe..
semnagt..💪💪🤗
2023-02-22
1