Aku Namira Azahra. Sudah 20 tahun lamanya Aku hidup di kawasan pesantren. Aku sangat menikmati kehidupan disini. Aku bukan cuma tinggal di sini. Tetapi Aku juga menimba Ilmu disini.
Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat. Banyak hal yang Aku dapat di pesantren ini. Banyak pelajaran yang Aku petik di sini. Tidak terasa juga sebentar lagi, Aku akan meninggalkan pesantren ini.
Aku akan menjalani kehidupan di luar pesantren. Aku pasti akan merindukan kehidupan disini. Sejenak, Aku menikmati pemandangan pesantren yang hijau dan rindang ini.
Aku terduduk di kursi panjang yang terletak di taman belakang. Aku menghirup udara segar yang ada di taman pesantren ini. Aku pejamkan mata sejenak untuk menikmati semuanya.
"Kak Namira..." Panggil salah seorang santri yang bisa dikatakan sebagai adik kelasku. Seketika membuyarkan lamunanku. Aku segera menoleh ke arahnya.
"Iya, ada apa dik?" Tanyaku.
"Kak Namira dipanggil pak Kiyai tuh.." Ungkapnya. Lalu iya pun berlalu pergi setelah menyampaikan pesan kiyai.
Aku segera bergegas menuju ruangan Kiyai. Setelah sampai di sana, Aku merasa enggan masuk ke dalam ruangan itu. Aku perlahan melangkahkan kaki ku dengan ragu-ragu. Sang Kiyai menyadari kehadiranku. Iya pun memanggilku. Aku pun menghadap Kiyai. Entah apa yang ingin disampaikan oleh beliau.
"Namira sini nak.." Panggilnya.
Sikap Pak Kiyai memang berbeda kepadaku. Panggilan Pak Kiyai kepadaku seperti Iya memanggil anaknya. Pak Kiyai memanglah menganggap Aku seperti putrinya sendiri. Mulai dari pertama Aku masuk ke pesantren ini, Pak Kiyai selalu perhatian padaku. Aku pun juga menyayanginya seperti ayahku sendiri.
"Ada apa abah?" Tanyaku kepada pak Kiyai. Pak Kiyai menyuruhku untuk memanggilnya Abah. Seperti halnya putrinya sendiri.
"Namira.. Ini untuk kamu.." Kata abah sembari memberikan sebuah kotak yang Aku sendiri tidak tahu isinya.
"Apa ini bah?" Tanyaku penasaran.
"Kamu buka saja sendiri.. nanti juga tahu isinya.." Jawabnya.
Aku pun membuka kotak itu. Aku pun melongo melihat isi kotak tersebut. Pak Kiyai membelikan sebuah laptop mahal. Pak Kiyai hanya tersenyum kecil melihatku.
"Abah, apa ini terlalu berlebihan?" Tanyaku.
"Tidak nak.. kamu pantas mendapatkan itu. Sebentar lagi kamu kan mau melanjutkan S2.. Gunakan barang itu sebaik mungkin. Abah tahu kamu membutuhkan itu.." Ujar Kyai. Aku hanya diam dan menyimak nasehat Abah.
"Tapi, satu hal yang ingin abah pesan. Dimana pun kamu berada, jangan pernah tinggalkan solat. Karena dengan solat akan menjaga kamu dari perbuatan yang Allah larang. Dan dengan solat, akan mencegah dari perbuatan yang mungkar." Nasehatnya.
"Iya bah.. terimakasih atas nasehatnya abah.. Insha Allah Aku tidak akan lupa dari nasehat ini. Doain Aku ya bah.." Pintaku ke Abah. Abah hanya mengangguk samar. Aku pun pamit dan mencium tangan Abah.
Aku pun keluar dari kamar Kiyai. Sembari merangkul laptop pemberian Abah. Aku akan gunakan laptop ini sebaik mungkin, sesuai pesan Abah.
Hari ini, adalah hari terakhir Aku berada di pesantren. Karena Aku besok sudah waktunya untuk memulai kehidupan di alam terbuka.
Tidak terasa, malam pun telah tiba. Azan Magrib telah berkumandang. Aku segera ke mushollah pesantren untuk menunaikan solat magrib berjamaah. Selepas Solat Magrib, Aku membaca zikir sambil menunggu azan Isyak berkumandang.
...****************...
Selesai solat Isyak, Aku pun segera beranjak menuju ke kamar. Aku mulai merapikan barang-barang ku untuk persiapan pulang besok.
Aku merenung sejenak di kamar ini. Aku melihat langit-langit kamar pesantren. Pandanganku mengitari seluruh kamar ini. Rasanya sangat berat ketika Aku harus meninggalkan pesantren ini. Karena 20 tahun lamanya Aku berada di sini.
Sebenarnya Aku merasa sedikit takut berada di dunia luar. Aku takut jika Aku nantinya harus sesat jalan. Aku takut lalai dengan pasan Kiyai ku. Tapi, Aku harus menjalani semua ini. Demi cita-cita dan impianku.
Aku menghela nafas dalam-dalam. Aku mengucapkan kalimat basmalah dalam hatiku. Berharap Allah selalu melindungi hatiku.
...****************...
Tidak terasa ayam sudah mulai berkokok. Pagi mulai menyapa. Aku pun segera bersiap-siap untuk pulang.
Sebelum Aku meninggalkan pesantren ini, Aku terlebih dahulu menemui Umi. Istri dari sang Kiyai.
Tok
Tok
Tok
Aku mulai mengetuk pintu kamar Umi. Tak lama kemudian, Umi pun membukakan pintu kamarnya. Sebuah senyuman manis terpampang di wajah Umi hingga terlihat 2 lesung pipit di pipinya. Umi tersenyum ketika melihatku datang menghampirinya.
"Namira.. Ayo masuk dulu.." Ajak Umi. Aku pun mulai melangkahkan kaki ku untuk masuk ke kamar Umi.
Aku melihat sekeliling kamar. Sebelumnya belum pernah Aku masuk ke kamar ini. Ternyata, kamar Umi begitu luas dan megah. Bagaikan kamar seorang ratu. Aku sungguh takjub begitu melihat kamar ini. Kamar Umi sungguh memukau, rasanya sangat sejuk jika berada di kamar ini. Bak kamar seorang bidadari. Siapapun yang masuk ke kamar ini, pasti akan merasa betah dan tidak ingin keluar.
Tidak sembarang orang dapat masuk ke kamar ini. Yang dapat masuk ke kamar ini hanyalah orang-orang pilihan dan terpercaya. Aku merasa bersyukur karena menjadi salah satu kepercayaan Umi.
Umi berpesan kepadaku, agar Aku tetap menjadi perempuan yang tak pernah lepas dari hijab. Karena dengan hijab, dapat menjaga seorang perempuan dari fitnah. Umi berpesan agar Aku tetap menjadi perempuan yang tetap berpegang teguh terhadap keimanan dan keislaman ku. Agar Aku tetap menjaga kehormatan seorang perempuan.
Aku mendengarkan pesan umi dengan seksama. Sembari memandang wajah Umi yang sangat cantik bakal bidadari. Umi ini sangat cantik seperti bidadari. Menurutku Umi merupakan jelmaan dari bidadari yang dianugerahi untuk abah. Senyum Umi begitu manis, terlihat 2 lesung pipit dari kedua pipinya.
Umi tidak pernah mempamerkan wajahnya di depan umum. Jika di luar Umi selalu menggunakan cadar. Dari dulu Aku penasaran dengan wajah Umi. Dan sekarang pun rasa penasaranku terjawab. Ini adalah pertama kalinya Aku melihat wajah Umi. Aku merasa takjub ketika melihat wajahnya.
"Namira.." lamunanku tentang Umi pun buyar. Karena Umi melambaikan tangannya di depan wajahku.
"Iya Umi..." Jawabku sedikit merasa malu.
"Kamu paham dengan pesan Umi kan?" Tanya Umi.
"Iya Umi.. saya paham." Jawabku sembari menganggukkan kepala.
Umi memberiku pesan berharga. Aku selalu ingat pesan Umi. Aku janji, akan menjaga pesan Umi dengan baik. Akhirnya, Aku pun pamit ke Umi. Aku terlebih dahulu mencium tangan Umi. Dan Aku mulai melangkah keluar dari kamar Umi.
Hari ini adalah saatnya Aku meninggalkan pesantren. Untuk langkah yang lebih maju. Sebelum Aku meninggalkan pesantren ini, Aku terlebih dahulu memandang pesantren ini. Dan Aku pun mulai meninggalkannya.
Seorang sopir utusan pesantren mengantarkan Aku sampai depan rumah. Aku segera berlari menemui Ibu dan Ayahku.
"Ayah.. Ibu.. Namira pulang.." Teriakku.
"Namira.. kenapa kamu teriak-teriak? Harusnya kamu memberikan salam terlebih dahulu.." Tegur Ayah.
"Iya yah.. maaf.." Kataku kepada ayah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments