Benih Pengikat

Benih Pengikat

Dua garis

"Huekkk! Huekkk!!!"

Suara seseorang yang tengah memuntahkankan seluruh isi perutnya begitu menggema memenuhi kamar mandi. Seorang gadis terkulai lemas, duduk diatas kloset setelah muntah ke dalam washtaple.

"Astaga, perutku sakit sekali," keluhnya memegang perut yang masih terasa bergejolak. Sekali lagi, gadis itu kembali berdiri dan memuntahakan isi perutnya tersebut.

Ternyata suara itu terdengar hingga dapur. Seorang wanita yang tengah menyiapkan sarapan, bergegas untuk melihat putrinya dikamar atas.

"Ya ampun, Zea. Kamu kenapa?" tanya wanita itu segera menghampiri dan memapah sang gadis yang sudah lemah untuk duduk di kloset.

"Gak tau, Mi. Perutku tiba-tiba mual, kepalaku juga sakit," keluh Zea, gadis yang sudah berwajah pucat itu.

"Sepertinya kamu masuk angin, deh. Mami 'kan sudah sering ingatkan, jangan suka begadang malam. Jadinya, gini 'kan?" omel Vani, sang Mami. Wanita itu dengan telaten memijit tengkuk serta bahu putrinya.

Dirasa sudah cukup dengan gejolak diperutnya, Zea meminta sang Mami untuk membantunya kembali ke kamar. Dengan hati-hati Vani memapah sang putri menuju ranjang.

"Kamu istirahat dulu, Mami buatin teh jahe, ya! Biar mualnya hilang," titah Vani menaikan selimut menutupi tubuh sang gadis. Setelah sebelumnya memberi gadis itu minum.

Zea yang sudah lemas hanya mengangguk pasrah dan membiarkan sang Mami berlalu dari kamar. Sejenak ia berpikir, ada apa dengan tubuhnya? Bukankah ia tidak begadang, seperti apa yang dituduhkan sang Mami? Pikirnya.

Kemudian, setelah beberapa saat. Ia pun tersentak dan bangkit dari posisinya. Tiba-tiba degup jantung berdetak tak beraturan, darah seakan berdesir lebih cepat mengaliri setiap nadi yang menegang. Gadis itu meraih sebuah kalender kecil yang terpajang diatas nakas. Lantas, ia melihat tanggal dimana seharusnya tamu merah yang biasa hadir tiap bulan, ternyata sudah terlewati.

Deg!

Alzea Sarvanes, atau lebih akrab disapa Zea itu, seketika mematung. "Gak mungkin!" cicitnya menggelengkan kepala.

Tidak ingin menduga-duga dan terlalu khawatir, gadis itu segera bangkit meski dengan lutut yang bergetar. Tanpa memedulikan penampilannya, segera ia mengambil sweater dan berlari keluar kamar.

"Kamu mau kemana, Ze?" tanya Vani heran saat keduanya bertemu didepan tangga.

"Aku keluar sebentar, Mi!" balas Zea berlalu begitu saja.

"Tapi ... Ini tehnya-" Vani memperlihatkan cangkir ditangannya. Namun, gadis itu sudah keluar dari rumah. "Ya ampun, tuh anak. Padahal mukanya masih pucat," gumamnya khawatir.

"Ada apa, Ay?" tanya seorang pria yang baru saja keluar dari kamar.

Vani mendekat ke arah pria yang sudah berpakaian rapi itu. "Nggak, Pi. Itu Zea tadi pagi muntah-muntah, kayaknya masuk angin. Aku udah bikinin teh jahe, eh dia malah pergi," jelasnya menceritakan kejadian tadi.

Aska, sang Papi mengangguk mengerti. Sikapnya yang selalu manis tidak ingin sang istri kecewa. Segera ia meraih cangkir dari wanita tercintanya itu. Lalu, menyecap sedikit minuman yang menghangatkan tenggorokan tersebut.

"Emm, ini sangat manis dan hangat. Seperti dirimu," ucap Aska disertai senyum manis.

Vani yang sempat terkejut, seketika terkekeh mendengar ucapan suaminya itu. "Cih! Gombal," ledeknya.

"Ya ampun, seriusan Ay! Ini manis sekali. Apalagi kalo ditambah senyum kamu. Aka yakin, madu pun kalah manis," goda pria yang masih tampam diusianya itu.

"Apaan sih, ih!" protes Vani dengan wajah yang sudah memerah. "Udah ah, entar di denger anak-anak malu. Udah tua juga," lanjutnya berlenggang menuju dapur.

"Seriusan, Ay!" Aska masih bersikukuh dan mengekori sang istri ke dapur.

Sementara dari arah tangga, seorang pria muda yang tidak sengaja mendengarkan pembicaraan tersebut, menautkan alisnya bingung. "Zea muntah-muntah? Kenapa?" tanyanya bermonolog sendiri. Segera ia turun untuk menanyakan lebih detail pasal saudaranya itu pada sang Mami.

**

Zea sudah sampai disebuah apotek dengan mengendarai motor matic yang terparkir di depan. Berulang kali gadis itu menarik dan membuang napas untuk melangkahkan kaki menuju bangunan bercat putih itu. Takut? Tentu saja. Namun, hal yang mengganjal dihati membuat ia lebih takut.

Tak membutuhkan waktu lama, ia sudah berhasil mendapatkan apa yang diinginkan. Segera ia kembali kerumah, untuk memastikan sesuatu. Melihat seluruh anggota keluarga yang sepertinya sudah berkumpul di meja makan, ia memilih untuk bergegas ke kamarnya sebelum ada yang mengetahui.

Cetrek!

Zea mengunci pintu kamar rapat-rapat, agar tidak ada yang tau tentang kegiatannya. Gegas gadis itu memasuki kamar mandi, membawa barang yang ia beli dari apotek.

Zea memejamkan mata menghitung hingga lima detik dalam hati. Berharap apa yang ia takutkan tidak akan pernah terjadi. Namun, hal yang ditakutkan itu justru benar-benar terjadi.

Deg!

Seketika tubuh ramping Zea lunglai, dengan kedua bola mata memanas. Tangan dan bibirnya bergetar hebat, saat ia mengangkat benda stik lebih dekat ke hadapannya. Dua garis yang menandakan satu nyawa sudah tumbuh dalam rahim. Dua garis yang akan mengubah dunia gadis itu dalam sekejap mata.

"A-ku, a-ku hamil,"

Tangis Zea pecah, ia membekap mulut untuk meredam suaranya. Takut, sakit, marah, dirasakan gadis cantik itu. Ia hanya mampu memegang dada yang seolah tertimpa ribuan batu yang menghimpit, hingga menyulitkan gadis itu untuk bernafas. Udara serasa sulit untuk di raup, membuat dadanya kian sesak.

"Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan?" isaknya.

Ingin sekali ia berteriak, namun itu tidak akan mengubah keadaan. Justru, ia akan membuat keadaan kian rumit. Seketika bayangan satu bulan yang lalu pun, terlintas di kepala. Satu malam yang membuat ia kehilangan hal paling berharga. Malam dimana untuk pertama kali seseorang menjamah tubuhnya. Seorang pria yang sama sekali tidak pernah ia harapkan.

Namun yang terjadi, Zea justru dengan senang hati menerima setiap perlakuan pria itu. Alkohol yang mempengaruhi membuat ia tanpa sadar dan dengan suka rela menyerahkan diri pada sang pria.

Flash back on~

"Aku akan bertanggung jawab," ucap seorang pria yang terduduk ditepi ranjang dengan bertelanjang dada. Hanya boxer yang menutupi area pribadinya.

"Tidak perlu!" balas seorang gadis yang terduduk memeluk lututnya. Penampilan gadis itu sungguh berantakan dengan selimut yang menutupi tubuh polosnya hingga dada.

"Zea ...."

"Lupakan ini Darren. Anggap saja tidak pernah terjadi apapun antara Kita," sela Zea dengan mengalihkan pandangan ke arah lain.

Terdengar helaan napas berat dari bibir pria itu. Sungguh semua diluar kendalinya, namun bukan berarti ia tidak bisa bertanggung jawab atas apa yang sudah ia lakukan. Hingga kalimat Zea berikutnya, membuat pria itu kesal.

"Ini hanya sebuah kecelakaan. Jadi, kamu gak harus terbebani," lanjut Zea.

"Baiklah! Aku akan anggap ini sebuah kecelakaan. Dan setelah hari ini, gak akan ada hari lagi antara aku dan kamu!" final Darren yang terlanjur kesal. Segera pria itu berlalu menuju kamar mandi.

Zea menunduk menyembunyikan bulir air mata yang merembas dari kedua ujung mata. Rasa sesal dan berdosa menyelimuti hatinya.

"Mami, Papi maafin aku!"

Flash back off~

******

Hola-hola, kisah dari keturunan abang duda, launching yaa🤗 kita slow up. Barengan sama Key, oke! Yuk kasih jejak pertama kalian😘 ini karya mak othor ikutin lomba, smoga bisa naik beranda. Mohon dukungannya yaa🙏 buat visual nyusul di bab berikutnya, oke! Happy reading🤗🤗

Terpopuler

Comments

Anisah Nisah

Anisah Nisah

nyimak

2023-03-05

1

Maaaaaak"utun"..nie🍉

Maaaaaak"utun"..nie🍉

mampiiiir...akoewwwh mak😁😁😁

2023-02-18

2

🥀🌻Yanti~Puspita~Sari🌻🥀

🥀🌻Yanti~Puspita~Sari🌻🥀

😴apa jangan2 key di ajak mom Sena ke rumah Oma Siska mereka mau membahas pernikahan zea ya jadi nyambung ini mah😁😁

2023-02-16

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!