Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pada pintu sukses menghentikan tangis Zea. Ia terdiam sejenak mendengar siapa yang memanggilnya.
"Ze! Kamu lagi ngapain? Udah siap belum?" teriak seseorang dari luar kamar.
Zea yang tidak asing dengan suara tersebut, segera mengahapus air mata. Menarik dan menghembuskan napas untuk menetralkan dirinya. Sekali lagi, suara yang tak lain adalah suara sang Kakak kembali melengking dari luar.
Tidak ingin membuat orang lain panik, ia segera keluar dari kamar mandi dan mendekati pintu. "Kayaknya aku kurang enak badan, Kak. Sebaiknya Kakak berangkat aja duluan!" teriak Zea dengan suara serak.
"Kamu beneran sakit? Suara kamu sampai serak gitu?" tanya Alzein sang Kakak, begitu khawatir.
"Aku gak apa-apa, Kak. Aku cuma butuh istirahat," balas Zea, sekuat mungkin menahan isak tangisnya.
"Kalau gitu, buka dulu pintunya! Kakak mau lihat keadaan kamu," pintanya lagi.
Zea berusaha mengontrol diri untuk tidak terdengar menangis. "Gak usah, Kak. Aku mau tidur. Kakak berangkat aja!" titahnya.
"Baiklah, Kakak berangkat! Kamu minum obat, terus istirahat, ya!" final Alzein yang tidak dapat memaksa.
Namun, pria itu bukan berangkat. Ia justru terdiam dengan pikiran tak menentu, entah kenapa perasaannya tidak seperti yang dikatakan sang adik. Ikatan batin yang terhubung antara saudara kembar, memanglah tidak dapat diragukan. Berulang kali jika ia merasakan sesuatu yang buruk terhadap Zea, maka ia akan merasakannya. Begitupun sebaliknya, jika Alzein dalam bahaya maka Zea juga merasakan. Dan sekarang?
"Kakak harap kamu memang baik-baik aja, Ze!" gumam Alzein berharap dalam hati.
Waktu yang sudah mendekati jam kelasnya, memaksa pria itu untuk segera bergegas pergi ke kampus. Ia akan melihat keadaan sang adik, saat pulang nanti.
Sementara Zea terduduk dibalik pintu menahan isak tangis yang tidak ingin diketahui siapapun. Untuk kedua kali, gadis berusia dua puluh dua tahun itu membohongi saudara kembaranya mengenai masalah yang sama. Selama ini tidak ada satu pun masalah yang ia tutup-tutupi dari sang Kakak. Hingga sampai sekarang, sungguh ia teramat bersalah tidak dapat berbagi cerita akan masalah itu dengannya.
"Maafin aku, Kak. Maafin aku ...." lirihnya.
Lama gadis itu terduduk merenungi takdir yang tiba-tiba menyudutkan dirinya. Entah pada siapa ia harus mengadu dan berbagi kesedihan? Hingga, ia teringat siapa yang harus ia beritahu.
"Darren!"
Segera ia mengambil benda pipih yang tergeletak diatas nakas. Mencari akun media sosial pria itu untuk menghubunginya. Berhubung ia tidak memiliki nomor kontak Darren, alhasil ia hanya bisa chat dari akun media sosial saja.
"Smoga dia mau menemuiku!" ucap Zea berharap dan segera berlalu untuk membersihkan diri.
**
Sementara itu di dalam kelas, seorang pria tidak berkonsen sama sekali. Entah kenapa mimpi ia menimang seorang bayi mungil terus memenuhi otaknya. Hingga ia memutuskan untuk membuka sebuah artikel untuk penjelasan mimpinya tersebut. Namun, tiba-tiba saja sebuah notif chat masuk dari halaman ig nya.
"Zea? Tumben?" tanyanya heran. Terlalu penasaran, segera ia membuka chat tersebut.
[Temui aku di cafe X! Ada yang ingin aku bicarakan.]
Satu chat itu membuat sang pria berpikir keras untuk pertama kalinya setelah kejadian itu, sang gadis menghubunginya. Ada apa? Pikirnya.
[Baiklah! Aku selesai kelas jam 11.]
Tidak ingin banyak tanya dan penasaran, ia lebih baik menemui gadis itu. 'Aku gak bisa menebak apa yang membuatmu ingin menemuiku. Tapi karena satu hal yang gak aku ketahui ini, membuatku ingin menemuimu,' batinnya.
Darren Tristyan. Pria tampan berkharismatik, namun terlihat begitu cuek. Hingga banyak gadis yang enggan mendekat karena sering kali diabaikan. Sikapnya yang tidak peduli akan keadaan sekitar, membuat ia tidak memiliki banyak teman.
**
Waktu yang telah dijanjikan pun tiba. Zea datang terlebih dahulu ke kafe tersebut. Setelah menunggu beberapa menit, Darren juga sampai dikafe itu.
"Sudah lama?" tanya Darren mendudukan diri dihadapan gadis itu.
"Gak juga," balas Zea melirik jam dipergelangan tangan.
"Ada apa?" tanya Darren to the point. Seperti itulah pria itu yang tidak suka berbasa-basi dan banyak bicara.
Zea yang paham dan sama tidak ingin banyak basa-basi, segera mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Lalu, menyodorkan kotak persegi kehadapan pria itu. Darren menautkan alis heran, tatapannya mengandung berbagai pertanyaan pada sang gadis. Zea hanya menggerakan dagu agar pria itu melihatnya.
Darren yang penasaran membuka kotak tersebut. Ia semakin menautkan alis melihat sebuah stik yang tidak ia ketahui itu apa. "Ini?" tanyanya heran.
"Aku hamil!"
Deg!
Darren membolakan mata mendengar pernyataan gadis itu. "A-apa?" tanyanya tak percaya. "K-kau yakin?"
"Apa aku terlihat bercanda?" tanya balik Zea dengan mata berkaca-kaca.
Darren tidak mampu berucap, ia hanya memejamkan mata seraya memijit pelipis yang tiba-tiba terasa berdenyut. Apa itu ada hubungannya dengan mimpi ia semalam?
"Nikahi aku!" celetuk Zea.
Sontak Darren membuka mata dan menatap sang gadis. "Nikah?" tanyanya tak percaya.
Zea mengangguk mantap mengiyakan. Gak ada cara lain, selain meminta pertanggung jawaban pria itu. Darren tersenyum sinis, ia masih ingat betul gadis itu menolak mentah-mentah, ketika ia hendak bertanggung jawab. Namun, sekarang? Tentu hal itu begitu menyinggung perasaannya.
"Bukankah kau sendiri yang memintaku untuk melupakan malam itu?" sindir pria itu.
"Aku memang mengucapkan hal itu. Tapi, kenyataannya benihmu tumbuh dirahimku," balas Zea.
"Dan apa kau yakin itu benihku? Bukan benih pria lain?"
"Darren!" bentak Zea tak terima.
"Sebelum melakukan tes DNA, gak ada kata nikah," final Darren. Pria itu berlenggang hendak pergi, hingga tiba-tiba bogeman mentah mendarat dari seseorang hingga ia tersungkur.
Bugh!
"Brengs*k! Bajingan!" umpat seseorang dengan amarah meluap.
"Kakak!" pekik Zea, menutup mulutnya.
Sontak hal itu membuat mereka menjadi bahan perhatian orang-orang. Alzein menarik kerah baju pria itu hingga ia bangkit.
"Berani sekali, kau menyentuh adikku, hah?" tanyannya penuh penekanan.
"Kepar*t!" umpatnya lagi dengan bertubi-tubi kepalan tangan mendarat di pipi Darren. Pria itu hanya pasrah menerima setiap pukulan dari Alzein.
Zea yang tersadar segera mendekat dan mencoba melerai kedua pria itu. "Udah, Kak. Berhenti!" isaknya, saat sadar sang Kakak yang kalap tentu tau dan mendengar semua yang ia bicarakan dengan Darren.
"Kakak ...." lirihnya mencekal lengan Alzein. Kemudian, Alzein pun melepaskan Darren yang sudah tak berdaya.
"Kenapa Ze, kenapa? Kenapa kamu sembunyiin semua ini?" tanya Alzein dengan bulir air mata yang ikut luruh. Membayangkan sang adik memendam semua itu seorang diri, membuat hati pria itu hancur.
Tanpa menjawab, Zea segera memeluk tubuh kekar sang Kakak. Seketika rasa bersalah kembali menyeruak. "Maaf! Maafin aku ...." lirihnya menyesali.
Alzein mendekap erat tubuh sang adik. Rasa bersalah dirasakan pula pria tampan itu. Merasa sudah gagal melindungi adiknya itu, merasa tidak berguna menjadi seorang Kakak. Keduanya pun menangis menumpahkan rasa sesal dan sakit dalam hati mereka.
Alzein yang sudah sedikit membaik melepaskan dekapannya. Lalu, beralih mendekat pada Darren yang masih duduk meringis diatas lantai. Alzein menekukkan lutut dilantai, dengan tatapan tajam mengarah pada pria itu.
"Segera nikahi Zea! Jika tidak, akan kupastikan. Dalam satu malam, seluruh keluargamu akan hancur, sehancur-hancurnya!"
\*\*\*\*\*\*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Aisyah ais
next
2023-02-17
2
🥀🌻Yanti~Puspita~Sari🌻🥀
hayo loh pawangnya zea dah marah kan 😡 duh nie cucunya Oma Febby blm knk mental dia Mak blm dpt ceramahan dari Omanya tu ank
2023-02-17
3