SAH!

"Pernikahan di adakan sederhana. Tidak ada pesta, tidak ada tamu undangan. Orang tua kita jangan sampai tau, jika ini sebuah ketidak sengajaan. Cukup mereka mengetahui kamu hamil, karena kita sudah lama berpacaran. Lalu, kamu harus ikut dan menurut padaku. Dan satu lagi ... Pernikahan ini hanya sebuah kesepakatan. Jadi, jangan berharap lebih!"

Sepenggal kalimat kesepakatan sepihak yang dilontarkan Darren, masih terngiang-ngiang ditelinga Zea. Gadis itu mendengus kesal setiap kali mengingat ucapan pria tersebut. Sampai satu minggu berlalu, dan pernikahan pun digelar. Tidak ada komunikasi apapun antara sejoli itu.

Fiting baju pun dilakukan orang tua mereka, dengan alasan Zea yang malas keluar. Tentu dengan membawa serta kehamilannya sebagai alasan. Padahal, ia sama sekali tidak ingin bertemu dengan sang pria setelah pertemuan malam itu dan mendengar kesepakatan tersebut.

"Dia pikir dia siapa? Cih!" kesalnya. Ia mengatur napas setelah beberapa saat muntah lagi.

"Sayang, apa sudah selesai?" teriak sang Mami mengetuk pintu kamar mandi.

"Iya, Mi. Udah," balas Zea.

"Ya udah, kamu sekalian mandi ya! Onty Chika sudah menunggu di kamar," titah Vani dan diiyakan Zea dari dalam kamar mandi.

Zea menghembuskan napas panjang. Hari dimana ia akan berubah status siap dilaksanakan. Hari yang akan membawa ia entah pada kebahagiaan atau kesedihan, harus siap ia lalui.

"Baiklah, kita mulai petualangan kita ya, Baby! Baik-baik dalam perut Mommy," ucap Zea tersenyum mengelus perutnya sendiri.

Tidak ingin banyak pikiran, yang mana akan membuat seluruh keluarga curiga dan khawatir, ia pun akan memulai akting bahagianya. Gegas ia membersihkan diri sesuai instruksi dari sang Mami.

Tak membutuhkan waktu lama, Zea sudah selesai dan keluar dari kamar mandi. Tiga orang wanita sudah menyambut mereka di atas ranjang.

"Cieee ... Manten," celetuk Cheryl menyambut. Segera sepupu iparnya itu memeluk tubuh Zea yang hanya berbalutkan bathrub.

"Selamat ya, Ze! Aku ikut bahagia. Akhirnya, kamu nyusul juga," ucap Cheryl riang yang tentu dibalas senyum manis oleh Zea.

"Dan ini ..." Cheyl meraba perut rata Zea. "Kita barengan!" pekiknya girang.

Zea sempat melongo sejenak, hingga ia tersadar dan segera memeluk Cheryl. "Ya ampun, selamat ya, Cher!" ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

Rasa haru dan sedih menyelimuti hati calon pengantin itu. Bahwasannya Cheryl pastilah teramat bahagia menyambut kehamilan yang ditunggu-tunggu. Ia sendiri justru berduka, karena hal tersebut tidak pernah ia duga.

"Isshh, kok nangis? Jangan nangis dong, harus senyum!" Cheryl mengusap air mata di pipi Zea saat mereka melepaskan pelukan dan sadar gadis itu menangis.

"Apaan? Aku tuh nangis bahagia. Akhirnya aku juga bisa bahagia sepertimu," sangkal Zea yang mana membuat mereka semua tersenyum.

Begitupun, kedua ibu disana. Mami Vani dan Chika, mama dari Cheryl, ikut tersenyum bahagia. Vani mendekat menghampiri keduanya. Ia mengusap kepala sang putri yang ternyata sudah begitu dewasa, dengan bahagia dan haru menyelimuti hatinya.

"Mami!" Zea berhambur memeluk tubuh sang Mami, dengan segudang penyesalan dan rasa bersalah dalam hatinya.

"Maafin aku, Mi. Maafin aku," ungkapnya. Bulir-bulir hangat yang terus berdesakan dari kedua ujung mata, tidak dapat dibendung lagi. Hingga akhirnya tumpah didalam dekapan sang Mami.

"Sudahlah, gak ada yang perlu di maafin. Semua manusia memiliki kesalahannya masing-masing. Yang penting, kamu mau mengakui kesalahanmu dan mau memperbaikinya. Dengan kamu ikhlas dan berbesar hati merawat calon bayi kamu, Mami yakin. Tuhan akan selalu memberikan kebahagiaan untukmu," nasehat Vani. Zea mengangguk mengerti, dalam hati ia berjanji akan menjaga dan membesarkan calon buah hatinya, bagaimana pun keadaannya.

"Udah ya, drama nangis-nangisnya? Yuk kita siap-siap buat tancap!" ajak Chika setelah ibu dan anak itu saling melepaskan pelukan. Keduanya pun mengangguk tersenyum dan bersiap untuk dirias sang MUA, yakni Chika sendiri.

**

Di tempat lain, tepatnya dikediaman Darren. Pria itu masih bersiap mengenakan dasi dibantu oleh sepupunya Reysa.

"Akhirnya, lu kawin juga. Eh, nikah maksud gue," kekeh Reysa mencairkan suasana yang sedari tadi begitu tegang tanpa suara.

Darren hanya berdecih menanggapi. Sudah cukup kepalanya pusing menghafal ijab yang mungkin akan salah ucap, celetukan gadis cerewet itu sama sekali enggan ia tanggapi.

"Udah gak usah tegang. Tegangnya simpan aja buat nanti malam," celetuk Reysa lagi yang berhasil dapat toyoran dari Darren.

"Cih! Kayak udah berpengalaman aja," kesal Darren dan hanya ditanggapi tawa oleh Reysa.

"Gue cuma mau pesen sama lu. Jangan pernah sekali-kali lu nyakitin Zea. Dia gadis yang sangat baik. Apalagi sekarang ada calon keturunan lu diperutnya. Jaga mereka baik-baik, hem!" pesan Reysa setelah menghentikan tawa. "Gue yakin, lu adalah calon suami dan ayah yang baik!" lanjutnya menepuk kedua bahu pria itu disertai senyum.

Darren terdiam dengan berbagai pikirian. Nasehat yang dilontarkan kakak sepupunya, memanglah benar adanya. Namun, apa benar ia sudah siap?

"Der!" Panggilan sang Mama dari ambang pintu mebgalihkan atensi dua orang disana.

"Yuk berangkat! Semua udah siap!" ajak Riska, sang Mama. Darren hanya mengangguk sebagai jawaban.

Mereka pun segera berangkat menuju kediaman mempelai wanita. Benar, tidak banyak pengantar yang ikut. Benar-benar hanya keluarga inti saja. Hanya ada opa dan omanya dari pihak sang mama. Lalu, uncle dan kedua sepupunya. Sementara dari pihak sang ayah, neneknya sudah tiada. Dan Daffa, sang Papa pun tidak memiliki saudara. Hingga hanya dua mobil yang berlaju meninggalkan kediamannya.

**

"... Dibayar tunai!"

Suara Aska menggelegar diruangan luas itu. Untuk pertama dan mungkin yang terakhir kali pria yang masih tampan diusianya itu mengucap ijab kabul sebagai wali untuk putri satu-satunya itu. Menyerahkan satu aset berharga dalam hidupnya, pada pria yang kini menjabat tangannya. Dengan harapan dan do'a, pria itu bisa menjaga dan mencintai sang putri, seperti yang ia lakukan.

"Saya terima nikah dan kawinnya, Alzea Sarvanes binti Aska Giovano Aruman dengan mas kawinnya tersebut tunai!"

Tak kalah lantang, suara Darren pun menggelegar dan dengan satu tarikan nafas mampu mengucap ijab tanpa kesalahan apapun.

"Bagaimana saksi, sah?" tanya pak penghulu pada kedua saksi, opa Rio dan opa Ar di kedua samping meja.

"Sah!" ucap serentak keduanya.

"Alhamdulillah ... Barakallah ..." Pak penghulu melanjutkan acara tersebut dengan untaian do'a pernikahan.

Semua orang mengadahkan tangan mengaminkan setiap lafal yang diucapkan pria paruh baya itu. Dengan harapan dan do'a yang sama, yakni kebahagiaan kedua mempelai.

Sementara, Darren dan Zea sendiri memiliki harapan demikian didalam hati terdalam mereka, meski sebenarnya tidak ada yang dapat diharapkan dari pernikahan tersebut. Dan hanya satu harapan yang meyakinkan mereka. Yaitu kehidupan keturunan mereka kelak.

'Demi sang kehidupan baru, aku siap menghadapi apapun!'

\*\*\*\*\*\*

Terpopuler

Comments

🥀🌻Yanti~Puspita~Sari🌻🥀

🥀🌻Yanti~Puspita~Sari🌻🥀

udh jg sedih kasian baby kalian, di Darren blm tau ya mom gmna rasanya bucin akut kalau dah bucin😁😁kekamar mndi pun ikut

2023-02-19

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!