Kesepakatan

Beberapa menit sebelumnya ....

Alzein yang hendak pulang mengambil tugas yang tertinggal di rumah, mendapati Zea yang turun dari taxi online di depan sebuah kafe. Pria itu mengerenyit heran. Merasa penasaran, ia pun menepikan mobilnya.

"Zea ngapain disini? Bukannya dia sakit?" tanyanya bermonolog sendiri.

Alzein terus memperhatikan gerak gerik saudari kembarnya yang memasuki kafe seorang diri. "Apa dia punya janji dengan seseorang, siapa?" pikirnya.

Lama pria itu berpikir, antara mengikuti sang adik atau pulang mengambil apa yang ia butuhkan. Merasa khawatir akan keadaan sang adik, ia pun memutuskan untuk melihat apa yang gadis itu lakukan terlebih dahulu.

Namun pria itu menghentikan langkah, saat mendengar obrolan sang adik dengan pria yang ia kenal sesaat memasuki ruangan luas itu. Rahang Alzein mengeras dengan bola mata menyala, saat pria yang bersama sang adik seolah merendahkan harga diri adiknya. Hingga terjadilah adu tonjok antara dua pria tersebut.

**

Sontak pernyataan Alzein yang terdengar tidak main-main membuat Darren mematung. Siapa yang tidak kenal siapa Alzein? Ahli IT yang begitu dicari. Hanya dengan sekejap saja, ia dapat meretas sistem sebuah perusahaan. Hal itu tentu mampu menakuti seorang Darren. Meski Alzein terkenal baik, namun tidak menutup kemungkinan ia akan berbuat keji saat merasa tersakiti.

"Pikirkan baik-baik! Aku menunggu kedatangan keluragamu, malam ini juga!" peringat Alzein menunjuk bahu Darren.

Kemudian, pria itu kembali berdiri. Ia merangkul bahu sang adik dan berlenggeng membawanya pergi dari tempat itu.

Darren mendesah pelan, ia berdiri dibantu salah satu pelayan disana. 'Apa benar itu benihku? Calon anakku?' batinnya bertanya.

Pria itu segera keluar dari kafe tersebut dengan pikiran kacau. Sungguh mengesalkan, jika ia harus berurusan dengan gadis yang menurutnya sombong itu. Menikah? Memegang sebuah komitmen? Apa ia siap?

**

Sementara itu didalam mobil, tidak ada pembiacaraan sama sekali diantara dua bersaudara itu. Keduanya masih sibuk dengan pemikiran mereka sendiri. Hingga suara Alzein memecah keheningan.

"Kapan?" tanyanya singkat, namun tentu dimengerti oleh Zea.

"Malam reuni," cicit Zea menunduk.

Alzein menepikan mobil mereka terlebih dahulu ditepi jalan. Lalu, melihat sang adik untuk mendengar cerita detailnya. Ia meraih kedua pundak Zea untuk bersitatap dengannya.

"Katakan! Apa kamu dipaksa?" tanya Alzein serius. Tentu ia akan mengambil tindakan lain jika itu sebuah pemerk*saan.

Zea menggelengkan kepala dengan mata yang masih menunduk. Alzein menghela napas dalam. "Apa kalian pacaran?" tanyanya lagi.

Kembali Zea menggelengkan kepala. Hal yang membuat Alzein mengerutkan dahinya heran. "Lalu?"

"Itu ... Ketidaksengajaan. Malam itu, kami sama-sama terpengaruhi alkohol dan terjebak dalam satu kamar," balas Zea. Walau ragu, ia mencoba untuk menjelaskan.

Alzein kembali meraup napas dalam-dalam. Ingin sekali ia marah, namun rasanya percuma. "Dan dia gak mau tanggung jawab?" tanyanya memastikan apa yang ia dengar tadi.

Zea menggelengkan kepala. "Aku yang meminta dia untuk melupakan kejadian itu. Tapi, hari ini aku memintanya," jelasnya.

"Maafin aku, Kak. Seharusnya dari awal aku jujur sama Kakak. Aku gak mengira semua akan menjadi seperti ini," lanjutnya.

Alzein meraih pipi sang adik, hingga gadis itu mengangkat wajah dan menatapnya. "Gak ada yang perlu disesali semua sudah terjadi. Yang kalian lakukan memang salah, tapi ingatlah nyawa yang kini tumbuh dirahimmu adalah anugerah yang Tuhan beri. Jaga dia, cintai dan sayangi ponakan Kakak ini!" nasehat Alzein yang diakhiri kekehan. Tangannya bergerak meraba perut rata sang adik.

Zea tersenyum haru, menganggukan kepala sebagai jawaban. Kemudian, Zea kembali memeluk tubuh pria itu dengan tak henti mengucapkan terima kasih. Alzein sendiri berjanji dan akan memastikan Darren bertanggung jawab akan janin yang dikandung Zea kini.

**

Darren berjalan melewati seorang wanita, yang tengah membaca majalah diruang tamu begitu saja. Tidak ada salam, tidak ada sapaan, membuat wanita cantik tersebut keheranan.

"Der, kamu udah pulang? Tumben?" tanya Riska, Mama Darren.

Sontak saja Darren menghentikan langkahnya. Ia berpikir sejenak, apakah ini waktu yang tepat untuk bicara pada sang Mama? Sementara ia teringat kembali akan ucapan Alzein untuk meminta keluarganya berkunjung malam ini.

Ia hendak melupakan kejadian tersebut, memilih cuek dengan peringatan Alzein padanya, dan hendak berlalu ke kamar. Namun, kalimat Zea yang menyatakan itu adalah benihnya, membuat ia mengurungkan niat. Ia berbalik, menghampiri sang mama dan mendudukan diri di sofa di samping wanita itu.

Tentu hal itu membuat Riska semakin keheranan. Melihat gelagat Darren yang terlihat serius membuat ibu dua anak itu bingung.

"Ma ...." Darren menghentikan sejenak ucapannya, terlihat ragu untuk melanjutkan.

Riska yang semula sibuk dengan majalah, segera menyimpan benda tersebut. Ia menegakkan diri dan mulai berfokus akan apa yang hendak dikatakan putra pertamanya.

"Ada apa?" tanyanya. Kemudian atensinya tertuju pada sudut bibir Darren yang membiru. "Ya ampun, bibir kamu kenapa? Kamu berantem?" cecarnya mencoba meraba kulit lebam itu, namun ditepis oleh Darren.

Pria itu menggelengkan kepala sebagai jawaban. Nasihat pun terus dilontarkan wanita cantik itu pada putra kesayangannya. Sementara Darren tidak mengiraukan ucapan sang Mama dan justru melamun pada apa yang hendak ia ucapkan. Hingga tangan sang mama yang menyentuh punggung tangannya membuat ia tersadar.

"Ada apa, Darren? Apa ada masalah? Coba kamu ceritakan sama, Mama!" desak Riska.

"Sepertinya aku akan bicara, setelah Papa pulang. Karena ini hal penting," jelas Darren.

"Penting?" tanya Riska yang tiba-tiba merasa berdebar. "Emang a-" Belum sempat wanita cantik itu bertanya, Darren sudah berlenggang pergi meninggalkan posisi.

"Der! Darren!" panggilnya. Namun tidak dihiraukan putranya itu.

"Kenapa sih tuh anak? Sebenarnya ada apa?" gumam Riska penasaran. Ia pun mengirim chat pada suaminya agar bisa segera pulang.

Sementara Darren berlalu menuju kamar. Ia membantingkan tubuh ke atas ranjang, dengan posisi telentang menatap langit-langit. Bayangan pria itu kembali pada tragedi malam panasnya bersama Zea. Tak dipungkiri Darren mamang menikmati permainannya bersama sang gaadis. Namun, untuk menikahinya? Apa itu mungkin? Sementara ia tidak memiliki perasaan apapun terhadap gadis itu.

"Tapi ... Aku yakin ucapan Al, tidaklah main-main. Jika sesuatu terjadi pada keluargaku, semua akan menjadi salahku," gumamnya. Pria itu masih membolak balikkan pikiran akan apa keputusan yang akan ia ambil.

Hingga ia pun meraih ponsel dari saku celana untuk menghubungi Zea. Pria itu melihat media sosial sang gadis yang ternyata sedang aktif. Lalu, segera meminta nomor gadis itu untuk dapat menghubunginya.

Tidak membutuhkan waktu lama, Zea mengirim nomornya. Darren pun segera menghubungi nomor tersebut.

"Hem, iya?" sapa Zea dari sebrang telepon.

Sejenak Darren mengatur napasnya terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan.

"Aku akan menikahimu. Ayo kita buat kesepakatan!"

\*\*\*\*\*\*

Nih mak othor bawa visual pasangan cuek buat kalian😁

Darren -Zea❤

Terpopuler

Comments

lovely

lovely

lakinya kurang suka kurang Maco🥴

2023-07-30

1

Tuty Ismail

Tuty Ismail

kesepakatan yang nantinya akan dilanggar juga.....😁😁🤭🤭

2023-02-18

2

Aisyah ais

Aisyah ais

next

2023-02-18

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!