Istri Yang Tersakiti
Sakit. Hal yang dirasakan wanita di dalam sebuah mobil yang jatuh di jurang. Ia mengernyit, lalu membuka matanya perlahan meski hanya setengah, kemudian ia tersentak.
Apa yang terjadi? Kenapa ia bisa berada di sini sendirian?
Ia melihat ke sekitarnya dengan panik. "Tolong! Tolong!" jeritnya.
Ia tidak mau mati. Ia berusaha menggedor-gedor jendela mobil sambil terus meraung minta tolong, dan membuka pintu dengan sisa tenaga yang dipunyainya.
Dari atas jurang, berdiri seorang pria dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celananya. Bibirnya melengkungkan senyum jahat, kemudian dia mengeluarkan sebuah mancis gas dari dalam saku.
"Selamat tinggal, sayang," ucapnya nada bicaranya mencemooh.
Mancis dinyalakan, kemudian dilemparkan tepat ke mobil yang terjerembab di jurang itu. Dalam hitungan detik ... boom! Mobil meledak.
Senyuman berubah menjadi tawa keras. Pria itu berbalik, puas karena akhirnya rencana yang dibuatnya berhasil. Ia melangkah jauh, sebuah kebebasan sudah ada di dalam genggamannya.
...***...
Sebuah taman khusus disewakan untuk acara telah dihias dengan cantik. Berbagai bunga warna merah muda ditata di berbagai sudut, ditambah dengan lampu neon yang menerangi tempat itu.
Para tamu undangan telah hadir dan duduk di tempat yang disediakan. Seorang pendeta berdiri di altar, menunggu pengantin yang menikah hari ini.
Tak perlu menunggu lama untuk menyambut kebahagiaan yang hakiki, pengantin itu memasuki halaman sambil tersenyum. Para tamu undangan menoleh, lalu berdiri. Pasangan itu mulai melangkahkan kaki di atas karpet merah, disirami oleh kelopak bunga mawar merah yang dilemparkan oleh para tamu undangan.
Senyum bahagia menghiasi keduanya, saling menatap penuh kasih. Kini, mereka sampai di depan altar. Pendeta membuka kitabnya, memulai acara pernikahan ini dengan khidmat.
"Saudara Giorgino Bram Hartawan, apakah Anda bersedia menjadi suami dari Irish Kinandita Tanutama sehidup-semati, dalam keadaan suka maupun duka, sehat maupun sakit?" kata pendeta, mengucapkan ikrar pernikahan.
Pria berewokan tipis itu melirik calon istrinya sambil tersenyum lebar. "Tentu saja, saya bersedia," ucapnya lembut, dan wanita itu tersipu.
Tatapan pendeta kemudian dialihkan pada pengantin wanita. "Saudari Irish Kinandita Tanutama, apakah Anda bersedia menerima Giorgino Bram Hartawan sebagai suami Anda, menemaninya dalam keadaan sehat maupun sakit, suka maupun duka, dan sehidup-semati?"
Tanpa ragu, wanita itu menganggukkan kepala sembari menatap pria yang ada di hadapannya. "Saya bersedia," jawabnya, tersenyum riang.
Setelah itu, pendeta mengucapkan doa untuk mempelai, sebelum kata "sah" terucap dari bibir mereka. Keadaan menjadi hening, semua orang menunduk sambil menggumamkan kata "amin", menyahuti doa untuk pasangan baru itu.
"Saudara Giorgino dan Saudari Irish, sekarang kalian sudah sah menjadi pasangan suami-istri di hadapan Tuhan. Mempelai pria boleh mencium istri Anda," kata pendeta.
Gio dan Irish berputar saling berhadapan. Tangan Gio meraih ujung sekat putih yang menutupi wajah Irish, menyibakkannya ke atas hingga wajah cantik wanita itu terlihat.
Keduanya tersenyum, larut dalam kebahagiaan. Perlahan, Gio dan Irish saling mendekatkan wajah, akan berciuman. Namun, suara tembakan terdengar, spontan mereka menjauhkan wajah dengan ekspresi terkejut, menoleh ke arah suara itu berasal.
Suasana yang membahagiakan berubah menjadi riuh oleh jerit ketakutan dari para tamu undangan. Mereka berlari tak tentu arah mencari jalan keluar. Pendeta juga langsung turun dari altar untuk menyelamatkan diri. Gio dan Irish hanya berdiri di tempatnya, bingung menonton situasi kacau ini.
"Bagaimana ini, Gio?" rengek Irish, kesal karena pernikahan impiannya jadi berantakan.
"Aku juga nggak tau!" sahut Gio, yang kejengkelannya ikut tersulut.
Padahal, mereka telah merencanakan pernikahan yang damai. Tapi, gara-gara suara sebuah tembakan, semua harapan itu buyar. Tidak ada yang bisa mereka lakukan. Para tamu undangan kabur dari pesta itu, meninggalkan Gio yang Irish yang kini tengah tercengang.
"Iiih! Siapa sih yang bikin pernikahan aku kacau begini? Kamu tau, nggak? Rencana pernikahan, cincin, gaun, dekorasi, sampai kartu undangannya aku pamerin ke teman-teman aku. Mereka pasti akan ngetawain aku habis ini, dan mem-posting pernikahan aku yang gagal ini!"
Tak tahan pada ocehan Irish, Gio sampai menutup telinganya. Dasar perempuan! Dia memang cantik, tapi sifatnya tidak sama seperti wanita seusianya. Sikap manis dan manjanya meluluhkan hati Gio. Dia hampir 99 persen sempurna. Yang 1 persennya hanya sifat bawelnya. Kadang, rasa penyesalan karena telah memilihnya menggelayut hatinya. Tapi bagaimana lagi, Irish sedang mengandung, dan ia harus bertanggung jawab.
"Terus, kenapa malah salahin aku?" bentak Gio frustasi. "Aku nggak nyangka pesta pernikahan kita jadi berantakan begini. Lagian, siapa yang bikin gaduh siang-siang gini?" Gio berkacak pinggang dan mendengus.
Seakan ucapannya seperti kata kunci. Seorang wanita bergaun hitam muncul sambil tersenyum misterius. Gio dan Irish hampir karena tak bisa mengenalinya karena matanya memakai kacamata hitam dan memakai topi floppy warna cokelat. Gaya berpakaian yang aneh. Irish tersenyum geli mencemooh wanita konyol itu.
Dia berdiri ujung altar. Tangan kanan wanita itu menenteng sebuah senjata api sejenis revolver. Sontak Gio dan Irish tercengang serta gugup. Apa dia yang membuat kegaduhan? Maksudnya apa dia melakukan hal ini? Apa dia wanita stress yang kabur dari RSJ?
"Siapa kamu?" tanya Gio pongah, menuruni tangga dan menghampiri wanita itu sambil terus mengomel. "Kenapa kamu buat gaduh dengan membuat bunyi tem—"
Dor!
Sebelum mencapainya, wanita itu menembakkan timah panas tepat ke dada pria itu. Gio mematung, lalu tumbang dengan mata mendelik.
Melihat suaminya jatuh, Irish berteriak histeris. "GIOOOOO!"
Wanita itu tersenyum, kemudian pandangannya mengarah pada Irish. Pistol diacungkan ke arah Irish, sontak wanita itu mengangkat kedua tangannya.
"Saya mohon, jangan bunuh saya," pinta Irish, memelas sambil menangkupkan kedua tangannya. Tubuhnya bergetar hebat, takut jikalau wanita itu akan mengambil nyawanya juga.
"Irish, pengampunan kamu tidak ada gunanya," ucap wanita itu, meskipun bersuara halus, tetapi terdengar mengerikan seperti suara iblis meminta nyawa. "Kesalahan kamu dan pria itu sangat banyak. Tidak ada ampunan bagi kalian."
"Ampun ... ampun!" Irish spontan berlutut sambil menangkupkan kedua tangannya. "Tolong, lepaskan saya. Saya akan melakukan apa pun. Tolong, ampuni sa—"
Dor! Dor!
Dua peluru melesat di bagian kening dan dada bagian tengah. Mata Irish terbelalak, mulutnya ternganga, dan kedua tangannya terangkat sejajar dengan bahu. Sedetik kemudian, tubuh Irish roboh di atas altar, darah keluar dari bekas tembakan, lalu membasahi gaun putihnya yang cantik.
Wanita itu menghargai pekerjaannya itu dengan senyuman. Setelah puas melakukan hal mengerikan, lantas ia berbalik, berjalan dari tempat itu sambil mengelap pistol dengan sapu tangan putih bersulam bunga mawar merah di ujungnya.
"HEI, TUNGGU!" Langkah wanita itu terhenti mendengar sebuah jeritan yang disertai tangisan dari seorang wanita paruh baya. "DASAR WANITA SINTING! Kenapa kamu membunuh anakku?!"
Satu lagi orang yang sangat ingin diberantasnya. Telinganya menangkap suara langkah cepat di sebelah kanannya. Waktunya untuk menarik pelatuk. Ia pun menoleh, mengarahkan pistol itu ke arah wanita itu, lalu ... dor! Sebuah peluru langsung mencabut nyawanya. Ia berhasil membidik tepat di dada sebelah kiri.
Pria paruh baya, yang merupakan suami wanita tua itu, merangkul tubuhnya yang roboh di atas rerumputan. Dia bukan target, jadi wanita misterius itu tidak menodongkan pistol ke arahnya. Ditatapnya pria itu, setelah itu ia pergi sembari memasukkan pistol ke dalam tas kecilnya.[]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments