BAB 2. Bimbang
" Mba Ayang apa mau jual Cafe ini? " Tanya Karyawan Ayang yang lainnya.
" Aku gak tahu Tini, Cafe ini sumber penghasilanku. Aku bisa bertahan hidup karena Cafe ini. Hanya Cafe ini lah yang bisa aku andalkan saat ini. " Jawab Ayang dengan wajah lesu.
Sri karyawan senior di Cafe Ayang membawakan secangkir teh, kemudian memberikan nya pada Ayang dan menyuruh nya untuk meminum teh tersebut.
Setelah mengucapkan kata terimakasih, kemudian Ayang meminum teh tersebut.
"Dan lagi, kalo aku jual Cafe ini bagaimana dengan kalian. bukannya selama ini Cafe ini lah sumber kehidupan kalian?"
"Mba Ayang tenang saja rezeki sudah ada yang mengatur, tidak usah sedih memikirkan nasib kami." Ujar Sri mencoba untuk menenangkan Ayang.
Ayang memejamkan matanya dengan erat, bulir bening yang keluar dari mata Ayang membuat dada Ayang semakin merasakan sesak.
"Lebih baik tutup saja Cafe nya, sudah tidak ada pengunjung bukan. Aku juga akan pulang." Pungkas Ayang kemudian.
Tini dan Sri hanya mengangguk patuh, mereka menatap iba pada majikannya. Dulu ketika keuangan Ayang masih stabil Ayang tidak pernah pelit untuk memberi bonus pada mereka, bahkan Ayang sering kali memberikan makanan gratis untuk mereka bawa pulang.
Sifat Ayang tidak pernah berubah dari tahun ke tahun, membuat mereka begitu betah bekerja berlama-lama dengan Ayang. Dan meskipun sekarang Ayang dalam masa kebangkrutan mereka berdua pun masih enggan untuk meninggalkan Ayang.
Motor tua yang menjadi temannya selama 3 tahun belakangan ini ia hidupkan mesinnya, kemudian dengan perlahan ia memundurkan motor tersebut.
Terlihat wanita paruh baya dari depan Ayang berlari dan melambai-lambaikan tangannya, seolah meminta pada Ayang untuk jangan pergi dulu.
Melepaskan helm yang Ayang gunakan, kemudian mematikan mesin motor tersebut " Ada apa Bu Siti? " Tanya Ayang setelah wanita paruh baya itu sampai, kemudian meraih setang motor menundukkan pandangannya untuk mengatur nafas nya yang masih naik turun.
Setelah di rasa lebih baik bu Siti mengangkat kepalanya kemudian mulai bercerita.
" Mba Ayang mau jual tidak? " Tanya bu Siti setelah menyelesaikan ceritanya.
Ayang tampak menghembuskan nafas panjang, kemudian menoleh melihat ke arah ruko yang tampak begitu sepi. " Aku bingung Bu, Cafe ini sumber rezeki aku dan 2 karyawan aku, yah meski beberapa hari terakhir sudah mulai sepi pengunjung. " Ungkap nya sendu.
" Sama mba Ayang, warung kelontongan ibu juga sumber rezeki ibu satu-satunya. Kalo di jual terus ibu pulang kampung nanti di kampung mau ngapain udah gak punya apa-apa soalnya di kampung juga. "
" Aku malah jadi bingung sendiri bu, Cafe ini aku dirikan dari dulu. Dari uang tabungan ku sendiri. " Ungkap Ayang mengingat, dia dulu sering kali menyisihkan uang jajan nya.
" Sama kaya mba Ayang ibu juga begitu, ahh jadi males jualan mau ibu tutup aja lah terus pulang. "
Ayang mengangguk dan memberikan senyuman, kemudian kembali menyalakan mesin motor tua nya.
**
"Hei kamu itu kenapa?" Tanya seorang pria menepuk pundak Bos muda nya.
"Sialan, kaget gue." Jawabnya terlonjak kaget.
"Untuk pertama kalinya seorang Davin Alexander melamun" Ucap nya dengan tertawa geli.
Davin mendelik dengan sebal, kemudian melempar sepatu yang ia pakai.
" Diam kau Arman Wildson, aku sedang tidak ingin bercanda. "
Arman tertawa dengan puas melihat wajah kesal dari saudara beda ibu itu, Arman adalah anak dari Bunda Veve adik ipar Mom Febby, dan Mom Febby adalah Ibu Davin. Ia hidup bersama dengan Mom Febby sebelum ada Davin lahir.
Bundanya yang meninggal setelah melahirkan nya, membuat Febby ibu dari Davin itu merasa iba dan kemudian membawa Arman untuk ia bawa pulang ke Rumahnya.
"Kamu ini kenapa apa masih kesal pada Alex karena kalah tender?" Tanya Arman mengambil sepatu Davin kemudian memberikannya.
"Diam kamu, lebih baik kita pulang saja aku sedang tidak fokus untuk bekerja." Ajak Davin kemudian menerima sepatu dan memakai nya kembali.
" Ah baik lah baik lah, Mom Febby juga sudah menelpon ku sejak tadi menyuruh kita untuk segera pulang. " Jawab Arman kemudian merangkul Pundak Davin.
Arman membawa mobil milik Davin dengan kecepatan sedang, sesekali dia melontarkan candaan pada Davin yang duduk dengan tenang di sampingnya.
" Lo ini kenapa dah, apa lu kesel sama tu cewek, karena gak mau jual Cafe nya? " Tanya Arman setelah mendengar cerita Davin.
" Gak tau, yang jelas gue ini kesel karena si Alex. Tu orang memang bener-bener orang yang licik harus nya gue yang dapet tuh tender bukan si licik Alex. "
" Lu ini. Sudah lah, biar kan saja sesuatu yang sudah tidak lu dapatkan di relakan saja. Cari yang lain saja." Jawab Arman menoleh sekilas pada Davin.
Davin mendelik sebal kemudian memukul kepala Arman dengan begitu keras.
" Lu mau bunuh gue hah, gak lihat gue lagi nyetir nih mobil?"
"Mati aja sono, males banget gue lihat wajah lu." Jawab Davin kemudian kembali memukul kepala Arman.
" Dav sumpah yah, ini gak lucu kita bisa kecelakaan asal lu tau. Gue lagi bawa mobil bang*** " Teriak Arman menghindari pukulan dari Davin.
" Bodo amat, mati dah mati. Sumpah demi apapun muka lu kenapa jadi nyebelin banget sih Man." Kesal Davin yang terus memukuli Arman.
Mobil yang di kendarai oleh Arman berbelok ke sana-kemari, sehingga membuat orang yang melihat nya mengumpat dengan kesal. Dan dari jalur yang berlawanan terlihat seseorang mengendarai sepeda motornya.
Arman yang melihatnya terus memencet klakson, tapi tidak di hirau kan oleh pengendara motor tersebut.
" Arman awas!! " Teriak Davin ketika motor itu semakin mendekat.
Arman membanting stir mobil ke kanan, kemudian menginjak rem dengan sangat kuat sedangkan pengendara motor tersebut oleng sampai menabrak pembatas jalan.
Davin dan Arman dengan cepat keluar dari dalam mobil, kemudian berlari menghampiri pengendara motor tersebut.
" Gue bilang juga apa Dav, Astaga mati kayak nya ni orang. " Frustasi Arman setelah melihat pengendara motor tersebut tergeletak, dia tidak sadarkan diri.
Davin memukul kepala Arman dengan keras, lelaki itu semakin bertambah kesal. Arman ini bodoh atau bagaimana? " Dia pingsan bodoh bukan mati. "
" Sakit beg**, Tapi ini orang kaya nafas Dav !! Kalau mati gimana nih, bisa mati kita sama Mom Febby !! "
" Buka dulu helm nya, biar tahu ni orang mati apa kagak !! "
Arman mengangguk, kemudian berjongkok dan perlahan membuka helm tersebut. " Astaga, Cewek Dav gil** !! "
" Cewek? Bawa motor butut, yang benar saja Man, gila. "
"Motor butut juga masih bisa di pake Dav, ni cewek cakep Dav. Sumpah deh !! "
" Masih bisa ngomong cakep, tu cewek masih idup kagak? "
" Masih nafas Dav, ahh syukur lah hidup gue aman kagak bakalan mati ma Mom Febby. Dav, lihat beneran cakep kan? "
" Astaga, bagaimana bisa? "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Li Na
jempol dukungan mendarat
semangaat
2020-06-15
2