ANTARGATA
... Sang askara disembunyikan di dalam gelapnya Jenggala. Di balik benteng Niskala dan dilindungi seorang ksatria dirandra. Yuwaraja yang akan merebut kembali antapura dan kanagara yang menjadi miliknya. Yang mengembalikan antakara yang telah lama hilang. Menjadi jawaban atas setiap triasih dan ambrastha Abimana. Yang membuat lengkara menjadi amerta....
...– anonim...
...***...
Seekor kuda berlari dengan sangat cepat menuju ke sebuah hutan yang lebat. Ketukan kakinya memecah keheningan malam. Di atas punggungnya terdapat seorang wanita yang sedang menggendong seorang bayi laki laki yang sedang menangis dan seorang balita berumur lima tahun yang duduk di depannya. Wanita itu berusaha menenangkan anaknya dan sesekali menoleh ke belakang,memastikan tidak ada yang mengikuti mereka. Dia memacu kudanya supaya berlari lebih cepat. Sinar rembulan yang cerah menyambut mereka begitu keluar dari hutan.
Wanita itu segera memperlambat lari kudanya ketika melihat sebuah bangunan besar. Seorang wanita paruh baya terlihat berdiri di depan gedung itu,yang memang sedang menantikan kehadirannya. Wanita itu menghentikan kudanya. Kakinya segera melangkah cepat ke arah wanita paruh baya itu.
"Kumohon jaga mereka," ucapnya seraya memberikan kedua anaknya kepada wanita paruh baya tadi.
Wanita paruh baya itu mengambil bayi yang masih menangis itu ke dalam gendongannya. " Aku akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk menjaga mereka. Jangan khawatir,mereka aman di sini."
Wanita itu memeluk putra sulungnya,lalu berganti mengusap kepala anaknya yang sedang menangis dengan lembut. Dari pancaran matanya mengisyaratkan bahwa dia tidak tega meninggalkan anak anaknya.
"Baik baik,Nak. Ibu akan selalu bersama kalian."
"Hosh... Hosh... Hosh...."
Seorang remaja laki-laki bangun dengan napas yang memburu. Jantungnya berdetak cepat. Butiran keringat memenuhi dahinya. Mimpi itu lagi. Ini sudah kesekian kalinya dia memimpikan hal yang sama selama beberapa tahun terakhir. Dia menggelengkan kepalanya, berusaha melupakan mimpi itu. Namun, mimpi itu masih menimbulkan pertanyaan di dalam kepalanya.
Siapa wanita itu? Siapa bayi dan anak laki-laki itu? siapa wanita paruh baya itu? Pertanyaan itu masih belum mendapatkan jawaban. Dia sudah berusaha untuk mengetahui maksud mimpi itu, tetapi hasilnya nihil. Dia tidak tahu apa maksud mimpi yang selama ini selalu hadir dalam tidurnya.
Namanya Regulus Salvador Shailendra. Usianya kini baru menginjak tujuh belas tahun. Selama beberapa tahun terakhir dia menghabiskan waktunya untuk mencari maksud dari mimpi itu. Mimpi itu pertama kali hadir saat dia berumur sebelas tahun. Awalnya dia menganggapnya hanya bunga tidur saja, namun lama-kelamaan mimpi itu mulai mengusiknya, walaupun tidak setiap hari hadir di mimpinya.
Puluhan buku dia baca. Ratusan informasi dia cari. Namun, tidak ada satu pun yang bisa menjelaskan mimpi itu. Salvador bahkan sampai frustasi, karena tidak kunjung tahu maksud mimpi itu. Harus kemana lagi dia mencari informasi. Kenapa tidak ada satu pun titik terang? Atau mungkin belum saatnya dia tahu?
Kring....
Lamunannya buyar begitu saja saat sebuah jam beker berbunyi dengan nyaring. Salvador menoleh ke arah jam yang berada di meja samping tempat tidurnya. Pukul enam pagi. Dia mematikan jam beker itu, turun dari kasur dan langsung bergegas menuju ke kamar mandi, sebentar lagi dia harus berangkat ke sekolahnya. Setelah beberapa menit digunakannya untuk mandi dan berganti baju, akhirnya dia siap untuk berangkat.
Pakaian sekolah terpasang rapi di badannya. Kemeja dan celana yang berwarna hitam dengan jas berwarna navi. Juga dasi yang berwarna senada dengan jasnya. Rambut hitamnya juga disisir rapi dengan gaya two block.
Dilihatnya jam yang berada di meja. Pukul enam lebih tiga puluh menit. Masih ada waktu tiga puluh menit sebelum bel berbunyi. Mungkin cukup untuk berlatih, pikirnya. Salvador beralih melihat ke arah sebuah pensil yang berada di meja belajarnya. Tangannya terangkat ke arah buku itu, dia berusaha untuk konsentrasi. Tetapi, tidak terjadi apa-apa dengan pensil itu. Pandangannya berubah menjadi sendu.
Dia kemudian mencoba dengan mengayunkan kedua tangannya. Lagi-lagi tidak terjadi apa pun. Semua cara dia coba, mulai dari menghentakkan kakinya ke lantai hingga mencoba terbang. Bahkan, dia mencoba untuk berubah menjadi sesuatu, terdengar konyol memang. Salvador menghela napas, memandang kedua tangannya dengan sendu.
Teng... Teng... Teng....
Salvador terlonjak kaget. Pandangannya langsung beralih ke arah jam. Pukul tujuh tepat. Karena terlalu fokus dia sampai tidak menyadari bahwa sudah tiga puluh menit dia berlatih. Salvador langsung mengambil tasnya yang berada di kursi meja belajar dan langsung bergegas keluar kamar. Kaki panjang berlari dengan cepat menuju ke arah lift yang kebetulan kosong. Dia langsung menekan tombol lantai satu. Lift tertutup dan bergerak turun.
Ting....
Setelah lift berhenti di lantai satu, Salvador langsung bergegas keluar dari lift. Dia berlari sekencang-kencangnya melewati lapangan basket. Rambutnya yang semula rapi kini berubah menjadi berantakan karena tertiup angin. Asrama tempatnya tinggal dan sekolah hanya terpisah oleh lapangan basket saja. Dia dengan cekatan langsung masuk ke dalam lift yang hampir tertutup.
Salvador tidak sendirian, ada 3 murid laki-laki yang juga berada di dalam lift. Kebetulan juga kelas mereka berada di lantai yang sama. Ketiga murid itu menatap ke arah Salvador, mereka terkejut melihat aksi nekat Salvador tadi. Berbeda dengan Salvador yang terlihat tidak peduli. Dia melihat dengan gusar ke arah pintu lift yang tertutup. Ini kali pertamanya dia masuk saat bel sudah berbunyi. Perasaannya tidak tenang. Jam pertama hari ini diisi oleh guru yang terkenal killer seantero sekolah. Jika dia sampai telat, habis sudah riwayatnya.
Ting....
Pintu lift terbuka. Salvador langsung berlari kembali ke arah kelasnya. Helaan napas lega dia hembuskan ketika tahu bahwa belum ada guru yang masuk. Kaki panjangnya langsung berjalan menuju ke arah mejanya yang berada di barisan kedua urutan ketiga.
"Tumben telat?" tanya seorang remaja laki-laki yang duduk di sebelah kanan mejanya. Vernon Leandro.
Dirinya sempat terheran melihat sahabatnya yang baru datang itu. Pasalnya, selama hampir sepuluh tahun bersahabat dengan Salvador, baru kali ini dia melihat Salvador terlambat. Dia tahu bahwa Salvador adalah orang dengan kedisiplinan tinggi, bahkan dulu dia sampai pernah berkata bahwa mustahil Salvador terlambat. Dan hari ini dia melihat sendiri sahabatnya itu terlambat. Sangat sulit dipercaya!
Salvador hanya mengusap tengkuknya sembari menyengir. "Namanya juga manusia, wajar kalau khilaf."
Pembicaraan mereka terpaksa berhenti ketika sebuah suara tiba-tiba terdengar.
"Selamat pagi anak-anak," ucap seorang guru laki-laki yang baru saja masuk ke dalam kelas.
"Pagi," sahut semua murid.
"Baiklah, mari kita mulai pelajarannya. Buka buku kalian."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments