Tak Semanis Novela
...****************...
...Hallo, Man teman. Ketemu sama eska'er lagi. Ini karya eska'er yang kelima, ya. Semoga disukai para pembaca, mengikuti sampai ending. Jangan lupa tekan tanda favorit dan rating bintang lima, ya. Makasih🙏...
...Selamat membaca.......
...****************...
Aisyah tersenyum manis melihat wajah teduh sang suami. Tidak menyangka sama sekali jika kini statusnya sudah berubah menjadi seorang istri sejak seminggu yang lalu. Saling mengenal beberapa bulan lewat seorang teman, ternyata Bayu serius ingin menjalin hubungan dengannya.
Awalnya, Aisyah tidak memberi tanggapan sama sekali karena belum berniat menjalin sebuah hubungan, tetapi Bayu tidak patah arang, hingga akhirnya Aisyah menerima maksud baiknya.
“Aku tidak pernah pacaran dan tidak ingin pacaran. Jika Mas memang serius, silakan datang pada bapakku untuk meminangku.”
Kalimat itu sebenarnya adalah upaya penolakan yang dilakukan oleh Aisyah, saat Bayu mengutarakan cinta padanya dan mengajaknya untuk pacaran. Akan tetapi, Bayu justru menanggapinya dengan serius. Siap tidak siap, Aisyah akhirnya menerima pinangan Bayu.
Perlahan ia bawa kakinya untuk melangkah mendekati sang suami setelah meletakkan secangkir kopi panas di atas meja. “Mas, bangun. Sudah jam enam.” Aisyah mengguncang lembut lengan sang suami.
“Aku masih ngantuk, bentar lagi.” Bayu menyahuti tanpa membuka mata. Sedikit pergerakan yang ia lakukan hanya untuk membenahi selimut yang sudah merosot dari tubuhnya. Ia tarik selimut itu hingga menutupi tubuh hingga sebatas leher.
Mencoba mengerti kelelahan sang suami akibat kejadian semalam, Aisyah memberi toleransi waktu pada suaminya. Lima belas menit lagi ia akan membangunkan sang suami kembali. Toh, sudah melaksanakan salat subuh tadi.
Aisyah beranjak untuk mempersiapkan diri. Hari ini ia akan kembali bekerja. Masa cutinya telah habis. Tidak banyak yang ia persiapkan. Hanya memakai pelembab, bedak tabur, juga lip glos. Ia tidak suka berdandan menor. Usai itu, ia mengganti baju dengan seragam yang sudah ia siapkan.
Tidak terasa, dua puluh menit sudah berlalu, ia gegas membangunkan suaminya kembali. “Mas, sudah hampir setengah tujuh. Buruan bangun, nanti aku terlambat,” pintanya lembut sembari mengusap lengan sang suami.
Bayu menggeliat. Matanya mengerjap untuk menyesuaikan dengan cahaya yang menembus netranya. Terlihat raut kesal dari wajah yang baru bangun itu, hingga netra hazel itu menangkap sosok sang istri yang tengah tersenyum. “Terus apa hubungannya denganku?” tanyanya dengan nada ketus. Tatapan mata itu begitu nyalang membuat Aisyah segera menundukkan wajah.
Aisyah sedikit kebingungan dengan pertanyaan yang terlontar dari sang suami. “Ehm ... Mas, nggak mau nganter aku berangkat kerja?” tanyanya ragu.
“CK! Merepotkan saja. Biasanya kamu juga naik bemo. Kenapa sekarang minta diantar segala?” Bayu bangkit dari kasur dengan kekesalan yang menggunung karena tidurnya terganggu. Ia masuk kerja jam delapan, seharusnya masih bisa tidur satu jam lagi.
Aisyah hanya bisa termangu mendengar omelan sang suami. Tiba-tiba saja dadanya terasa sesak. Kata ‘Merepotkan’ seperti sebuah batu besar yang menghimpit hati.
Apakah mengantarkan istri sendiri adalah sebuah kerepotan? Bukankah suami dan istri harus saling mengisi? Lalu, kenapa bisa muncul kata ‘merepotkan’ dalam sebuah hubungan suami istri? Semua pertanyaan itu berputar di otak Aisyah, hingga membuat matanya menjadi buram karena butiran bening yang berjejalan ingin memaksa ke luar dari maniknya yang indah.
Melihat Bayu sudah ke luar dari kamar mandi, ia segera menghalau butiran bening itu agar tak semakin deras menetes. “Maaf, jika aku merepotkan. Tapi aku pikir kalau aku diantar sama, Mas, kan, lebih hemat uang bemo. Toh tidak jauh juga. Naik motor paling hanya sepuluh menit, kalau naik bemo masih harus ngetem di pertigaan lima belas menit,” terang Aisyah. Ia berharap dengan menjelaskan itu suaminya bisa mengerti maksudnya.
Uang amplop yang didapat dari pernikahan sudah kian menipis karena dipakai untuk menutupi kekurangan biaya pernikahan kemarin. Kini mereka harus berhemat untuk biaya hidup satu bulan ke depan juga untuk membayar kamar kos bulan depan.
Aisyah hanyalah karyawan outsourcing, di mana jika ia tidak masuk kerja otomatis ia juga tidak mendapatkan gaji. Sedangkan Bayu hanyalah seorang mekanik di sebuah bengkel motor kecil. Jadi, pendapatannya juga tidak pasti, tergantung berapa banyak ia melakukan perbaikan pada motor yang diservis di bengkel tempatnya bekerja.
Bayu berdecak kesal mendengar penuturan istrinya. “Kalau kayak gini, aku jadi mesti bolak-balik. Sama aja, boros di bensin.”
Aisyah tidak lagi menjawab melihat Bayu yang sudah kepalang emosi. “Belajar mandiri, dong, Dek! Jangan ngrepoti aku terus. Meski cewek, kamu juga harus bisa semuanya, biar bisa diandalkan,” omelnya lagi.
“Maaf.” Satu kata itu yang hanya bisa Aisyah ucapkan untuk menimpali omelan sang suami. Dadanya kian terasa sesak. Tidak pernah terbayang olehnya jika Bayu bisa bersikap seperti itu.
“Ayok, buruan! Jangan lelet!” Bayu segera menyalakan mesin motor bebeknya. Meski mengomel, ia tetap mengantar Aisyah.
Tidak ada lagi perdebatan yang terdengar setelah motor melaju. Aisyah hanya menundukkan wajah. Tidak ada senyum yang terukir di wajah manisnya, yang ada, butiran bening itu tetap memaksa untuk merembas ke luar membasahi pipi. Aisyah menangis dalam diam. Menggigit bibir agar tidak ke luar isakan.
“Apakah seperti ini wujud dari sebuah pernikahan? Aku kira, dengan adanya pernikahan akan semakin mengeratkan cinta kasih suami-istri karena telah menjadi satu,” monolognya dalam hati.
Bayangan pernikahan begitu indah di benaknya kala itu. Apalagi pengantin baru. Pasti semua akan terasa manis saat sang suami memperlakukannya dengan baik. Menjadikannya ratu dalam biduk rumah tangga yang mereka jalani.
Ternyata semua tidak seindah bayangannya. Baru seminggu berlalu ia sudah dipukul telak oleh kenyataan. Menghempaskannya ke dasar jurang kesadaran, bahwa semua itu hanya mimpinya belaka.
Tidak ingin sang suami melihatnya menangis, ia segera menghapus air mata. Ia tegarkan hati agar tidak lagi merasakan perih. Sesak yang mengimpit ia urai dengan berkali-kali membuang napas dengan kasar.
Sepuluh menit kemudian Aisyah sudah sampai di tempat ia bekerja. Tempat ia mengais rezeki selama tiga tahun terakhir. “Ais, kerja dulu, Mas.” Ia raih tangan sang suami untuk ia kecup punggung tangannya.
“Ya, sudah. Aku balik.” Bayu gegas memutar arah motornya. Ia ingin melanjutkan lagi tidur yang sempat terganggu. Aisyah menatap pilu kepergian sang suami, hingga suara seseorang mengalihkan atensinya.
“Wah ... ada pengantin baru, nih,” goda seorang wanita yang menghampirinya. Aisyah hanya membalas godaan temannya dengan sebuah senyuman. “Gimana rasanya belah duren?” Lagi Aisyah hanya menanggapi dengan senyuman.
“CK! Senyum mulu yang barusan dapat jatah.”
Aisyah memukul pelan lengan sang teman dengan mata yang sedikit melotot ke arah lawan bicaranya. “Ayok masuk, Mbak! Ngapain bahas gituan di sini?”
“Jadi mau bahasnya di dalam aja, nih? Boleh. Aku siap mendengarkan. Tapi, harus cerita yang detail, ya!”
Aisyah tidak menggubris perkataan temannya. Ia seret sang teman agar segera masuk ke ruangan yang mereka tempati untuk bekerja. Sepanjang kaki melangkah, mereka terpaksa harus menjeda langkah untuk menerima ucapan selamat dari teman yang kebetulan tidak bisa hadir di acara pernikahan Aisyah.
Tiba-tiba netranya menangkap sebuah adegan yang membuat dadanya kembali merasa sesak. Sepasang anak manusia yang tengah bergandengan tangan dengan mesra. Terlihat begitu bahagia dengan tawa yang mereka suguhkan.
...****************...
...To be continued...
Jangan lupa like, komentar dan gift, ya 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
My Angel💋
mampir di karyaku ya "Desmala Gralind"
2023-04-08
0
Mila Khayla Di
beratt sih ini gak ringan novelx
2023-03-03
0
Mila Khayla Di
ini bukan novel ringan, justru beratttt, berattt di mental yg baca
2023-03-03
1