...****************...
Hati Aisyah dilanda rasa nyeri. Bukannya dia iri, melainkan dirinya mengingat sikap manis Bayu sebelum mereka resmi menjadi suami istri. Setelah menikah, seharusnya kemesraan mereka seperti sepasang kekasih itu. Namun, usia pernikahan baru seminggu, perlakuan Bayu tidak semanis dulu.
"Lihat apaan, si?" Witri Anggraini—teman kerja Aisyah harus berbalik lagi, saat menyadari jika ternyata tubuh Aisyah tertinggal jauh dari langkahnya.
Aisyah tersentak, perhatiannya beralih kepada Witri. "Nggak lihat apa-apa, kok. Tadi cuma inget sesuatu aja," jawabnya sambil mengulas senyuman.
"Ya, udah. Ayo, masuk! Sebentar lagi jam kerja udah dimulai. Nanti kamu nggak keburu ceritain tentang malam pertama kamu sama aku."
Aisyah mendengus sambil melengos pergi. Ia tidak ingin membahas hal itu, jadi sebisa mungkin ia harus menghindarinya.
"Aish ... udah ditungguin, kok, malah ditinggal." Witri berusaha mengejar Aisyah yang meninggalkannya begitu saja. Setelah langkah Aisyah terkejar, mereka pun berjalan berdampingan menuju tempat kerja mereka.
***
"Eh, pengantin baru dah masuk kerja. Gimana-gimana? Ceritain, dong, rasanya malam pertama!" Sesampainya di ruangan kerja, Aisyah kembali diberondong pertanyaan yang serupa oleh temannya yang lain. Witri yang mengekor di belakangnya pun jadi tertawa kecil melihat Aisyah yang salah tingkah.
"Sabar, ya, Aish! Mulai sekarang kamu harus biasain diri buat dibully. Kayak aku dulu, pas awal nikah kayak gitu," kata Witri sambil menepuk pundak Aisyah lalu berjalan menuju meja kerjanya.
"Ya, udah. Tanyanya ke Mbak Witri aja! Dia lebih berpengalaman daripada aku," celetuk Aisyah yang juga berjalan ke arah meja kerjanya.
"Yah, kalau Witri, sih, udah basi. Nggak seru lagi."
"Sialan!" Witri melemparkan sebuah kertas yang sudah ia remas ke arah rekan kerjanya yang bernama Dadan, yang bekerja sebagai staff lapangan. Di ruangan kerja tersebut hanya ada empat orang yang menempati, yang terdiri dari supervisor, staff lapangan, staff admin gudang, dan staff admin produksi. Namun, teman Aisyah yang baru datang hanya Dadan dan Witri.
Suara gelak tawa dari ruangan tersebut tiba-tiba reda, manakala kedatangan seseorang yang dihormati oleh mereka. Dia adalah Arseno Pratama—Supervisor Produksi. Lelaki berusia 40 tahun itu datang bersama staff admin produksi yang bernama Pratiwi.
"Selamat pagi, Pak." Dadan, Witri, dan Aisyah kompak menyapa atasannya.
"Pagi," jawab Arseno dengan senyum tipis yang membingkai wajah kalemnya. Pandangannya beralih kepada Aisyah, "kamu udah masuk, Aish?" tanyanya.
"Sudah, Pak," jawab Aisyah sambil mengulas senyuman.
"Oh, iya." Arseno berjalan menuju meja kerjanya. Lalu mengambil sebuah kado yang disimpan di bawah meja, yang sudah ia siapkan sebelumya, "ini buat kamu. Maaf, waktu itu saya nggak bisa hadir. Ada urusan keluarga," imbuhnya sambil menyodorkan sebuah kotak yang dibungkus kertas kado bercorak batik kepada Aisyah.
"Terima kasih, Pak. Nggak apa-apa, kok. Malahan nggak perlu repot-repot kayak gini juga," ucap Aisyah. Sedikit canggung saat menerimanya, tetapi kalau ditolak, sayang juga.
"Nggak apa-apa. Semoga rumah tangga kamu SAMAWA, ya."
"Aamiin." Dengan cepat Aisyah meng-aminkan do'a yang terlontar dari mulut Arseno.
"Mbak Aisyah, ini ada satu lagi titipan kado." Pratiwi yang sejak tadi berdiri di belakang Arseno, langsung menggantikan posisi atasannya yang beranjak pergi.
"Wah, gede banget, Wi! Ini dari siapa?" Aisyah menerima kado berukuran agak besar, lalu berucap terima kasih.
"Sama-sama, Mbak. Itu dari anak-anak produksi. Mereka yang nggak bisa datang ke acara pernikahan, katanya patungan," jelas Witri.
"Oh, gitu. Bilangin makasih juga sama mereka, ya. Maaf, aku nggak bisa balas apa-apa."
"Iya, Mbak. Nanti aku bilangin."
Aisyah sedikit terharu dengan kepedulian rekan-rekan kerjanya tersebut. Walaupun Aisyah terbilang masih baru menjadi pegawai di perusahaan itu, teman-temannya tidak pernah pandang bulu.
***
Hari ini pekerjaan Aisyah sedikit lebih berat. Setelah seminggu cuti, pekerjaannya jadi lebih banyak. Memang ada seorang temannya yang membantu menghandle pekerjaan tersebut, tetapi tetap saja masih menumpuk.
Saat jam pulang kerja telah tiba, Aisyah pulang dengan membawa dua buah kado pemberian dari temannya. Dia yang memutuskan untuk naik angkutan umum merasa sedikit kerepotan, tetapi Aisyah tidak keberatan.
Aisyah memilih kerepotan di dalam angkutan umum, daripada harus merepotkan sang suami seperti tadi pagi. Kata "merepotkan" yang terlontar dari mulut suaminya saat diminta untuk mengantarnya bekerja, masih berdengung di telinganya. Lebih baik begini saja, Aisyah tidak ingin membuat suaminya kembali murka.
Sesampainya di rumah, ternyata Bayu belum pulang. Mungkin bengkel sedang ramai, jika seperti itu, biasanya Bayu akan pulang sampai menjelang malam.
Aisyah bergegas membersihkan diri, sebelum dirinya menyiapkan makanan untuk suaminya pulang nanti. Setelah semuanya rapi, dia pun membuka kado pemberian dari teman kantornya tadi.
Aisyah sedikit terkejut dengan kado pernikahan yang diberikan oleh teman sekantornya tersebut. Sebuah tas kerja merek Sushi Martin, sepatu kets merek Flabeo, dan satu set perabotan rumah tangga merek Tukkerware. Baginya semua itu adalah barang mahal yang jarang sekali bisa dibeli olehnya. Namun, Aisyah sangat bersyukur, karena sudah lama menginginkan barang-barang tersebut.
Selepas Magrib, Bayu baru pulang. Wajahnya terlihat kusut dengan bau khas oli yang menempel di bajunya. Ia segera membersihkan badan, sedangkan Aisyah menyiapkan makanan.
"Mas, makan dulu!" Aisyah menyusul suaminya yang sedang berganti baju di kamar.
"Kamu tadi belanja, Dek?" Pertanyaan itu yang langsung terlontar dari mulut Bayu. Pandangannya tertuju pada barang-barang baru yang bertumpuk di atas kasur. Aisyah lupa membereskannya, karena buru-buru keluar, saat mendengar suara ketukan pintu.
Pandangan Aisyah pun mengikuti arah pandang suaminya. Sebelum ia menjawab, sang suami kembali bersuara, "Kamu itu boros banget, sih, Dek. Itu, kan, barang-barang mahal semua. Barang-barangnya juga nggak penting buat keperluan kita. Mulai sekarang kamu itu harus hemat. Penghasilanku nggak akan cukup kalau harus memenuhi gaya hidup kamu yang boros kayak gini."
Aisyah tertegun sejenak. Belum juga Aisyah menjelaskan, tetapi Bayu sudah menuduhnya mempunyai hobi menghabiskan uang. "Tapi itu pemberian teman kerjaku, Mas. Katanya kado pernikahan," jelas Aisyah.
Terdiam sejenak. Bayu sepertinya malu karena salah menyimpulkan. "Oh, hadiah. Baguslah." Bayu menjawab datar, "aku mau makan dulu." Tanpa meminta maaf atas kesalahpahamannya barusan, Bayu pergi begitu saja meninggalkan Aisyah.
Aisyah hanya bisa menghela napasnya. Dia harus terbiasa dengan sikap Bayu. Mungkin memang sikap dasarnya seperti itu. Kata orang, setelah menikah, sikap asli setiap pasangan pasti akan terbongkar. Dan inilah fungsi pernikahan yang menyatukan dua perbedaan.
Namun, tetap saja Aisyah masih tidak menyangka, jika suaminya akan secepat itu berubah sikap kepadanya. Aisyah harus menerima semua itu, karena di balik sikap cuek Bayu, masih ada kebaikan yang pernah Aisyah rasakan dari lelaki itu. Bayu adalah lelaki yang bertanggung jawab dan setia. Dia tahu itu karena pernah mengujinya. Setelah Bayu mengutarakan maksudnya untuk mengajaknya menikah, Aisyah benar-benar mencari tahu tentang sosok Bayu. Tentang keluarganya, sikapnya, dan bahkan mantan-mantannya.
Satu hal yang Aisyah suka dari suaminya, lelaki itu belum pernah berpacaran sebelumnya. Itu artinya, Bayu adalah tipe orang yang serius dalam menjalin hubungan. Tidak ingin berpacaran dan langsung mengajak ke pelaminan.
...****************...
...To be continued...
Jangan lupa like, komentar dan gift, ya 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Mila Khayla Di
...
2023-03-03
0
Sufisa ~ IG : Sufisa88
tengsin gak tuh si Bayu 🤣🤣🤣
2023-02-16
1
Yusma Aryandi
Bayu mulutnya itu mau di sambelin kali ya macam ikan sambalado
2023-02-15
2