My Lover Is My Brother

My Lover Is My Brother

Bab 01

Malam itu hujan turun begitu deras, disertai dengan petir yang menyambar. Malam terasa gelap gulita, seorang wanita muda yang berumur sekitar 22 tahun menggendong seorang bayi.

Tubuh wanita itu basah kuyup akibat hujan, wanita itu mendekap bayi di dalam gendongannya erat, berusaha menghangatkan tubuh bayi tersebut.

Beberapa menit berjalan. Kini wanita itu berada di bawah jembatan, wanita itu mencari sesuatu, ia menoleh ke kiri dan ke kanan.

"Ah, ketemu," ucapnya melihat sebuah kardus besar.

Wanita itu mengambil kardus itu, menentengnya menuju sebuah gubuk kecil yang terbuat dari tempelan sampah-sampah.

"Maafkan ibu, Sayang," ucap wanita itu sembari mencium pipi merah sang bayi.

Sang bayi menatap sang ibu. Tak sekalipun bayi mungil itu menangis meski hujan deras membasahi tubuhnya. Dekapan hangat dari sang ibu menenangkannya.

Wanita itu menaruh bayinya ke dalam kardus. Ia kemudian pergi meninggalkan sang bayi sendirian di sana.

Sesaat setelah wanita itu pergi, terdengar tangisan keras dari bayi tersebut. Wanita itu terus berjalan cepat, tak sekalipun ia menoleh ke belakang melihat bayinya yang terus menangis.

"Maafkan ibu, Sayang," gumam wanita itu seraya menghapus air matanya yang mengalir membasahi kedua pipi.

***

"Ada tangisan bayi?" gumam seorang kakek tua di mana seluruh rambutnya sudah beruban dan giginya pun hanya tinggal beberapa saja.

Kakek itu keluar dari gubuk kecilnya, kemudian mencari asal suara tangisan dari bayi. Kakek itu berjalan tertatih - tatih.

"Astaga!" pekik kakek itu kaget saat melihat seorang bayi perempuan yang berada di dalam kardus. Kakek itu menemukan bayi itu tepat di sebelah gubuknya.

"Anak siapa ini?" tanya kakek itu sendirian, ia merunduk, mengambil bayi mungil itu yang sudah basah.

kakek itu bernama Abu.

Kakek Abu melihat ke sekeliling, mencari siapa gerangan yang tega membuang malaikat kecil yang tak berdosa itu.

Kakek Abu membawa bayi perempuan itu ke dalam gubuknya. Mengganti pakaian bayi itu yang sudah basah.

Oweek.. oweek.. oweek.

Bayi itu terus menangis karena kedinginan.

"Sabar, ya, Cu." gumam kakek Abu, sembari mengganti pakaian bayi itu.

Beberapa menit kemudian, kakek Abu selesai mengganti pakaian bayi itu. Kakek Abu menggendong bayi itu pelan, menggoyangkan tubuhnya sedikit agar bayi itu bisa tenang.

Beberapa menit berlalu, akhirnya bayi itu tenang, sudah terlelap tidur.

##########№########№########

"kakek akan memberi nama siapa ke kamu, ya?" gumam Kakek Abu menatap lembut wajah tidur sang malaikat kecil.

"Nia, kakek akan memberikan kamu nama Nia," ucap kakek Abu tersenyum.

6 Tahun kemudian.

"Kakek," teriak seorang anak perempuan, di tangan kanan anak perempuan itu terdapat plastik hitam yang berisi uang recehan, sedangkan ditangan kanan anak itu, ia memegang alat musik yang dibuat dari sampah daur ulang.

Anak perempuan itu adalah Nia, kini ia berumur 6 tahun.

"Jangan lari, nanti jatuh," ucap kakek Abu melihat Nia yang berlari menuju ke arahnya.

####

"Kakek, lihat, aku bawa uang banyak," titah Nia, ia tersenyum lebar, matanya berbinar-binar.

"Tadi banyak orang yang suka waktu Nia nyanyi, Kek. Jadi banyak yang kasih uang ke Nia," ujar Nia, semakin tersenyum.

"Syukurlah," jawab kakek Abu ikut bahagia melihat Nia tersenyum bahagia.

#####

Di punggung kakek Abu terdapat keranjang besar, tempat botol-botol plastik yang ia pungut di pembuangan tempat sampah.

"Kakek nggak perlu cari botol lagi, biar Nia aja yang cari uang. Lebih baik kakek istirahat saja," ucap Nia.

Kakek Abu tersenyum bangga mendengar celotehan dari suara kecil Nia.

"Terimakasih, ya, cu," ucap kakek Abu, mengelus lembut rambut Nia yang pendek.

####

"Ayo, kita pulang, Kek. Nia udah lapar," ucap Nia memegangi perutnya.

"Iya, ayo," jawab kakek Abu, suaranya terdengar serak, langkah kakinya semakin terseot-seot.

Nia menggenggam tangan kiri Kakek Abu.

####

Tiba-tiba saja, batuk kakek Abu kambuh.

"Tuh, 'kan, udah Nia bilangin lebih baik Kakek di rumah aja istirahat, biar Nia aja yang cari uang." Ucap Nia, mendongak. Melihat kakek abu yang terbatuk-batuk di perjalanan menuju ke rumah.

"Kakek sehat Nia, kakek masih kuat buat cari uang." Jawab kakek, sembari menutup mulutnya yang terus batuk.

Bibir Nia mengerucut, kesal karena kakeknya itu terus mengatakan baik-baik saja. Karena Nia tau bahwa kakeknya itu tengah menahan sakit yang tengah di derita.

####

Siang berganti malam, di dalam gubuk itu hanya lentera kecil yang menjadi penerang bagi Nia dan juga kakek Abu.

"Nia," panggil kakek serak.

Kakek Abu tengah berbaring, beralaskan tikar yang berlubang-lubang.

"Iya, Kek," jawab Nia.

"Sini," ucap kakek Abu, menyuruh Nia untuk mendekat ke arahnya.

Nia menghentikan tangannya yang menyusun uang recehan yang ia dapatkan dari hasil mengamen. Nia berjalan, mendekati Kakek Abu dan duduk tepat di samping kakek Abu.

###

"Apa, Kek?" tanya Nia.

Kakek Abu mengambil tangan kanan Nia, menggenggam tangan Nia dengan kedua tangannya.

"Nia..." belum sempat Kakek Abu menyelesaikan ucapannya, batuknya mulai kambuh.

Nia langsung bangkit, mengambilkan air minum untuk sang kakek.

"Terima kasih, Cucuku," ucap Kakek Abu setelah minum.

"Nia, kalau seandainya kakek sudah tidak ada. Kakek minta kepadamu, tersenyumlah selalu meski dunia sangat berat, pikirkan hatimu sebelum kamu memikirkan orang lain, hiduplah sesuai keinginanmu, kakek berharap kamu selalu bahagia, Cucuku. Meski kakek sudah tidak ada. Tapi, kakek akan terus berdo'a untuk kebahagiaanmu," ucap Kakek Abu, diselingi dengan batuknya.

###

"Apa yang Kakek bicarakan?" tanya Nia, menggenggam erat tangan Kakek Abu.

Kakek Abu menutup mulutnya dengan tangan kanannya, batuknya kembali kambuh, setelah tangannya di buka ada bercak darah di telapak tangan Kakek Abu.

"Kakek." Nia membulatkan matanya melihat ada darah di tangan kakeknya.

"Kakek tunggu di sini, Nia akan mencari bantuan dulu," ucap Nia khawatir. Nia sudah berdiri, berniat mencari pertolongan. Namun, Kakek Abu memegang pergelangan tangan Nia, Nia pun berhenti.

Kakek Abu menggelengkan kepalanya pelan.

"Tidak usah Nia, tetaplah di sini, di samping kakek," ucap Kakek abu dengan suaranya yang serak, sembari mencoba tersenyum.

"Tapi, Kek, Penyakit Kakek sudah semakin parah," ujar Nia khawatir.

"Tidak apa-apa, kakek baik-baik saja, Nia. Ingatlah pesan, Kakek." Kakek Abu mencoba tersenyum, meski tubuhnya merasakan sakit yang amat sangat pedih.

Air mata Nia jatuh membasahi pipinya. Pikiran Nia melayang ke mana-mana. Ia berpikir jika sebentar lagi sang kakek akan pergi meninggalkannya.

"Nia, maaf karena kakek tidak bisa memberikan kebahagiaan yang layak untukmu, maaf karena kakek tidak sekalipun mencegahmu untuk tidak mencari uang, maaf karena kakek tidak bisa menyekolahkanmu selayaknya anak-anak yang lain. Maaf, Nia, maafkan kakek, Cucuku yang cantik," ujar kakek dengan suaranya yang semakin serak dan terputus-putus.

Kakek Abu mengusap air mata Nia yang jatuh membasahi pipi cucunya itu.

"Kakek nggak perlu minta maaf." Nia semakin menangis.

Tangan kakek yang mengusap air mata Nia jatuh, wajahnya begitu pucat.

"Kakek? Kakek?" Nia menggoyang-goyangkan tubuh sang kakek, berharap jika perkiraannya akan salah.

"Kakek? Kakek, KAKEK," teriak Nia keras, Nia tau bahwa kakeknya itu sudah tidak ada.

Nia menangis histeris di samping sang kakek, memeluk kakeknya itu erat.

"Kakek."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!