Bab 02

Masa kecil adalah masa di mana seseorang tidak memikirkan bebannya hidup. Namun lain halnya dengan Nia, ia harus hidup sebatang kara sejak kepergian Kakek Abu.

Nia terus mengamen, mencukupi kehidupannya sendiri. Setiap pulang, Nia selalu teringat Kakek Abu, biasanya Kakek Abu akan mengelus kepalanya dan berkata "kamu sudah berkerja keras hari ini, Cucuku." Namun, kini sudah tidak ada lagi yang akan mengucapkan hal itu.

Nia mengambil sebuah kaleng. Ia mengguncang kaleng itu, menimbulkan bunyi berisik yang berasal dari uang receh yang selama ini ia tabung dari hasil ia mengamen. Nia membuka kaleng itu, ia mengeluarkan semua uang yang berada di dalam kaleng itu, ada banyak uang receh di dalam kaleng itu. Selama ini Kakek Abu tidak pernah mau menerima uang hasil Nia mengamen, Kakek abu selalu bilang "simpanlah sebagai tabunganmu, sebagai masa depanmu, Nia." Begitulah yang di ucapkan Kakek abu. Namun Nia terpaksa membuka celengannya itu, ia tidak mendapatkan uang sama sekali hari ini, Nia begitu lapar hingga harus membuka celengannya itu untuk membeli roti sebagai pengganjal perutnya yang sudah terasa perih.

Nia berjalan lunglai, seharian ini ia tidak makan, ia menuju sebuah warung kecil.

"Mau beli apa, Adek?" tanya ibu warung itu, melihat Nia yang tengah memegangi perutnya.

"Saya mau beli roti, Satu," jawab Nia, melihat wajah ibu pemilik warung itu.

Dengan sigap ibu warung itu mengambilkan 3 roti, lalu memasukkan ke dalam kantong plastik dan menyerahkannya kepada Nia.

#####

"Saya mau beli satu, kenapa di dalam plastik ini ada tiga?" tanya Nia, membuka kantong plastik itu.

"Ambil saja, itu ibu kasih dan kamu tidak perlu bayar," ujar ibu warung itu, tersenyum dengan perasaan iba melihat keadaan Nia yang tak terawat.

"terima kasih, Bu. Terima kasih banyak," ucap Nia, membungkukkan tubuhnya berkali-kali.

Nia melangkahkan kakinya pulang menuju ke rumahnya. Entah kenapa air matanya tiba-tiba jatuh membasahi kedua pipinya yang kotor.

###

Sesampainya di rumah.

Nia langsung membuka rotinya dan memakannya dengan lahap.

Satu roti sudah ia habiskan.

Ia menyimpan sisa dua roti itu untuk besok malam dan juga lusa.

Nia mengelus perutnya yang sudah terasa kenyang.

"Akhirnya, sekarang perutku tidak sakit lagi," gumam Nia, kemudian membaringkan tubuhnya di atas tikar.

Nia menatap langit-langit rumah kecilnya itu, ada banyak sarang laba-laba yang berayun-ayun di terpa angin malam.

"Kakek," gumam Nia, sesaat matanya langsung terpejam, meski dinginnya malam menusuk kulitnya. Namun Nia tetap terpejam, ia sudah terbiasa merasakan dinginnya malam. Bahkan ia pun sering kali tidur dengan baju yang basah akibat atap rumahnya yang bocor.

###

Malam berganti pagi.

Nia terbangun dari tidurnya, ia bergegas untuk bernyanyi di jalanan lagi.

Nia berangkat menuju jalan raya. Matahari mulai menampakkan sinarnya.

Dengan semangat, Nia melangkahkan kakinya menuju jalan raya.

Nia sampai di jalan raya saat matahari benar-benar terik menyinari bumi.

Dengan peluh keringat yang bercucuran, tak sekalipun Nia mengeluh. Meski umurnya masih kecil, Nia sadar bahwa ia harus mencari uang untuk makan.

Banyak mobil-mobil mewah yang berlalu lalang. Nia mengusap keringat yang mengucur membasahi lehernya.

#######

Lampu merah sudah menyala, banyak mobil-mobil yang berhenti, dengan langkah tergesa-gesa Nia mulai bernyanyi, satu-persatu Nia menghampiri mobil mewah yang berhenti.

"Terima kasih, Paman," ucap Nia, Nia menganggukkan kepalanya saat seorang laki-laki paruh baya memberikan uang koin di dalam kaleng yang selalu di bawa Nia saat bernyanyi di jalanan.

Lampu merah menggeser warnanya menjadi hijau. Itu menjadi tanda bahwa mobil-mobil mewah harus berjalan, Nia berlari kencang ke pinggir jalan.

Nia duduk di atas trotoar. Nia Menghitung uang receh yang ia dapat dari hasil ia mengamen.

"Syukurlah, setidaknya ini cukup untuk membeli satu roti," gumam Nia, sembari memasukkan kembali uang koin itu ke dalam kaleng.

Saat Nia memasukkan uang koinnya kedalam kaleng, terdengar suara langkah kaki seseorang yang melangkah mendekati Nia, Nia mendongakkan kepalanya saat bayangan orang itu menutupi tubuhnya dari sinar matahari.

###

Nia menyipitkan matanya, silau karena matahari yang begitu terik.

"Siapa?" tanya Nia masih menyipitkan matanya. Di hadapannya ada seorang laki-laki dan perempuan yang berpakaian cantik nan rapi.

"Hai," sapa perempuan itu, suaranya begitu lembut terdengar di telinga Nia.

Perempuan itu mengulurkan tangannya, entah kenapa Nia menerima uluran tangan perempuan itu. Perempuan itu membantu Nia berdiri.

"Kamu tinggal sama siapa?" tanya seorang perempuan cantik bak bidadari. Kini, Nia sudah jelas melihat wajah laki-laki dan perempuan itu. Keduanya memiliki paras rupawan.

"Aku tinggal sendirian," jawab Nia, seketika jawaban Nia membuat mata perempuan cantik itu terbelalak kaget, mendengar penuturan Nia. Namun sebisa mungkin wanita itu menetralisirkan raut wajahnya yang begitu kaget mendengar jawaban dari Nia.

Perempuan itu lalu tersenyum.

"Kamu mau jadi anak kami?" tanya perempuan cantik itu.

"Di rumah tante sama paman ada makanan enak, kamu bisa memakan makanan enak itu sepuasnya yang kamu mau," sambung perempuan cantik itu seraya tersenyum manis.

Nia terdiam sejenak, kemudian Nia menganggukkan kepalanya. Nia merasa damai menatap wajah perempuan itu.

######

Perempuan itu semakin melebarkan senyumannya. Mendongakkan kepalanya melihat laki-laki yang berada di sampingnya, yang tak lain adalah suaminya.

Suami perempuan itu menganggukkan kepalanya tersenyum.

Pasangan suami istri itu pun membawa Nia menuju mobilnya. Nia berjalan di tengah-tengah pasangan suami istri itu. Kedua tangannya sama-sama di genggam erat oleh pasangan suami istri itu.

"Mulai sekarang, panggil aku mama dan ini Papa," ujar perempuan itu, menunjuk ke arahnya sendiri dengan tangannya lalu beralih menunjuk sang suami.

Nia berada di dalam mobil mewah yang tak pernah ada di bayangannya selama ini akan menaiki mobil mewah yang setiap hari selalu ia lihat di jalanan.

"Coba panggil aku, mama," pinta perempuan cantik itu sambil tersenyum, matanya menunjukkan harapan.

"Mama?" ucap Nia.

Perempuan itu pun semakin tersenyum lebar.

"Mama Angel," ucap perempuan itu, menyebutkan namanya.

"Mama Angel." Nia mengikuti ucapan Mama Angel.

"Coba panggil aku, papa," suami dar Angel meminta yang sama kepada Nia.

"Papa," jawab Nia.

"Papa Galih," ucap Galih, suami dari Angel agar Nia mengikuti ucapannya.

"Papa Galih." Nia pun mengikuti.

Pasangan suami istri itu pun tersenyum bahagia, saling menatap satu sama lain.

"Nama kamu siapa?" tanya mama Angel.

"Nia," jawab Nia.

"Nia?" mama Angel memastikan.

Nia menganggukkan kepalanya.

####

Beberapa menit kemudian, mobil itu berhenti tepat di depan sebuah rumah besar.

Nia turun dari mobil. Matanya membulat lebar melihat rumah besar yang ada dihadapannya saat ini.

"Ini rumah kamu sekarang, kamu akan tinggal di sini," ucap mama Angel, mengelus lembut rambut Nia yang kasar.

"Benarkah?" tanya Nia, matanya berbinar-binar bahagia.

Mama Angel dan Papa Galih sama-sama menganggukkan kepalanya.

Nia benar-benar tidak percaya dengan apa yang ia alami saat ini. Semuanya terasa mimpi bagi Nia.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!