Bab 04

Levian Agung Cahyono. Seorang anak laki-laki berumur 8 tahun, Levi lebih tua dua tahun dari Bella.

"Levi, Bella akan Mama dan papa masukkan ke sekolah yang sama dengan kamu," ucap Papa Galih, melihat Levi yang menyantap makan malamnya.

Kini keluarga Cahyono tengah berada di meja makan.

Dengan keras Levi melepaskan garpu dan sendok yang ia pegang, menimbulkan suara berisik yang memekakkan telinga, sontak hal itu membuat Bella yang duduk di pinggir Levi menoleh.

"Enggak mau!" tolak Levi keras, tangannya menyilang di depan dada.

"Kenapa kamu enggak mau? 'Kan, enak Levi kalau Bella satu sekolah sama kamu, nanti Bella bisa ada yang jagain," ucap Mama Angela lembut, berusaha agar Levi bisa mengerti.

"Aku tetap nggak mau!" Levi bersikeras menolak.

Papa Galih meletakkan sendoknya kasar ke atas meja.

"Papa dan Mama bilang ke kamu bukan meminta izin, tapi papa dan Mama bilang ke kamu hanya ingin memberitahumu, kamu hanya perlu menjalankan perintah yang papa berikan," ucap Papa Galih tegas.

"Tapi, aku nggak mau, Papa, kalau aku sampai satu sekolah sama Bella, apalagi harus menjaga dia, pokoknya aku nggak mau," jawab Levi, bersikukuh menolak.

"Papa tidak menerima penolakan dari kamu," ucap Papa Galih dengan nada suaranya yang tegas.

"Pokoknya aku enggak mau," ucap Levi, memalingkan wajahnya dari Papa Galih.

"LEVIAN AGUNG CAHYONO," teriak Papa Galih, memenuhi seluruh ruangan.

Levi langsung menundukkan kepalanya.

Saat Papa Galih berteriak keras sembari menyebutkan nama, maka kemarahan Papa Galih sudah mencapai puncaknya.

"Tenang, Papa," ucap Mama Angela, mengelus pelan lengan sang suami.

Papa Galih menghembuskan nafasnya kasar.

"Kenapa papa sekarang selalu marah-marah, sih? Papa nggak bisa seenaknya memaksa aku, papa nggak bisa memaksakan kehendak papa kepadaku hanya karena aku adalah anak papa. Papa egois!" ucap Levi, lalu pergi dengan perasaan kesal, menuju ke kamarnya.

"LEVI!" teriak Papa Galih.

"Sudahlah, Papa, berikan Levi waktu dulu." Mama Angela menenangkan Papa Galih.

"Maafin Levi, Bella," ucap Papa Galih, melihat Bella.

Bella menganggukkan kepalanya, lalu memakan makanannya lagi.

Bella merasa tidak enak, karena dirinya Papa Galih dan Levi bertengkar.

"Lagian sekarang, 'kan, Bella masih berumur 6 tahun, Papa. Jadi, belum saatnya Bella masuk ke sekolah Levi. Besok kita daftarin Bella ke taman kanak-kanak saja, ya?" ucap Mama Angela, Mama Angela ingat jika Bella masih berumur 6 tahun.

"Enam tahun?" Tanya Papa Galih melihat Bella.

"Iya." jawab Bella canggung.

######

Bella masih merasakan kecanggungan di dalam rumah itu.

Lagi, Papa Galih menghembuskan nafasnya, seraya mengusap wajahnya kasar. Papa Galih menyesal karena telah berteriak keras kepada Levi.

"Papa sudah nggak nafsu makan, papa tidur dulu, ya, Mama," ucap Papa Galih sembari bangkit dari tempat duduknya.

Mama Angela menatap pilu sang suami, menatap punggung sang suami yang melangkah pergi menuju kamarnya. Mama Angela dapat melihat penyesalan yang amat dalam di kedua bola mata sang suami.

"Aku juga sudah selesai makan, Mama." Ucap Bella.

Mama Angela langsung menoleh melihat ke arah Bella.

"Sudah selesai? Kalau begitu kamu minum dulu susu yang sudah aku buatkan untuk kamu setelah itu kamu tidur." Mama Angela tersenyum.

Bella mengambil susu hangat yang berada di sampingnya.

Bella menghabiskan susunya.

"Anak pintar," ucap Mama Angela tersenyum.

"Mama enggak bisa menemani kamu tidur sekarang, kamu bisa tidur sendiri, 'kan?" Sambung Mama Angela.

Bukan maksud Mama Angela tidak ingin memperhatikan Bella. Namun, sekarang ia harus menenangkan sang suami dan juga Levi.

"Iya, nggak pa-pa, Mama," jawab Bella, menganggukkan kepalanya.

"Aku minta maaf, ya, Bella," ucap Mama Angela, menatap bola mata indah milik Bella.

"Iya," jawab Bella mengangguk.

"antarkan Bella ke kamarnya. Sekalian tidurin juga, kamu nggak boleh pergi dari kamar Bella sebelum Bella benar-benar tidur pulas," ucap Mama Angela menyuruh pelayan yang ada dirumahnya.

Bella tertegun, Bella takut karena pelayan yang di suruh Mama Angela adalah pelayan yang mencubitnya tadi siang di kamar mandi.

#####

"Tidak"

Ingin sekali Bella menolak apa yang diucapkan oleh Mama Angela. Namun, Bella tidak mengatakannya. Bella tidak mau menolak permintaan orang yang telah berbaik hati kepadanya.

"Iya, Ibu, siap," jawab pelayan itu tersenyum lembut di depan Mama Angela.

Pelayan itu mengantarkan Bella ke kamar yang sudah di siapkan oleh Mama Angela.

Sesampainya di kamar.

"Tidur sana!" bentak pelayan itu.

"Dasar anak tidak tau diri, kamu harusnya bersyukur tinggal di sini, datang-datang malah bikin bapak sama tuan muda bertengkar, dasar anak sampah." Pelayan itu mencaci maki Bella dengan ucapan yang begitu menyakiti hati Bella.

Bella hanya menundukkan kepalanya, Bella takut melihat wajah pelayan itu.

"Tidur sendiri saja, aku juga mau tidur, bukan kamu saja yang butuh tidur," ucap pelayan itu sinis.

Bella tetap menundukkan kepalanya.

Pelayan itu menutup keras pintu kamar Bella, membuat Bella terperanjat kaget. Bella mengelus dadanya yang berdetak kencang.

Bella membaringkan tubuhnya ke atas kasur, Bella menatap langit-langit kamarnya yang bernuansa pink. Warna pink bukanlah warna favoritnya, Bella juga tidak tau warna apa yang Bella sukai.

"Kakek, di sini enak, kakek. Ada banyak makanan di sini, aku nggak perlu lagi susah-susah cari uang di jalanan. Aku senang berada di sini, kakek, meskipun ada yang tidak menyukai Bella tapi ada juga yang sayang dan perhatian sama aku," gumam Bella, air matanya menetes membasahi kedua pipinya.

"Kakek bahagia, 'kan melihat aku sekarang? aku punya kamar cantik, baju cantik, sepatu cantik, pokoknya banyak banget, deh, kek. kakek ikut bahagia 'kan, melihat aku sekarang?" ucap Bella, seraya menghapus air matanya yang mengalir.

"Tapi, Bella rindu sama kakek," gumam Bella, memiringkan tubuhnya, menenggelamkan wajahnya ke bantal.

######

"Menyebalkan. Kenapa, sih, papa sama mama lebih sayang Bella dari pada aku? padahal aku anak kandungnya bukan Bella," kesal Levi, menghentak-hentakkan kakinya ke kasur.

"Awas saja kamu Bella, akan aku buat kamu tidak betah di sini, akan aku buat kamu tidak mau tinggal di sini dan akhirnya kabur," gumam Levi, berniat buruk.

"Iya, aku akan segera menyingkirkan kamu," gumam Levi dengan nada suara yang begitu sinis. Levi benar-benar tidak menyukai Bella, Levi sangat membenci Bella.

Levi beranjak turun dari kasurnya, jam menunjukkan pukul 10 malam.

Dengan pelan Levi keluar dari kamarnya, menuju ke kamar Bella.

Sesampainya Levi di depan kamar Bella. Dengan pelan Levi membuka pintu kamar Bella.

Levi menghampiri Bella yang tertidur pulas. Levi kemudian mencoret wajah Bella dengan spidol yang Levi bawa dari kamarnya.

Levi tertawa senang melihat wajah Bella, Levi sangat puas karena sudah melakukan hal seperti itu kepada Bella.

"Aku jelek, aku gila," gumam Levi, menulis kata-kata itu di wajah Bella.

Spidol yang di gunakan Levi adalah spidol permanen.

"Rasain kamu!" gumam Levi, nada suaranya sangat puas.

Keesokan paginya.

"Astaga!" teriak Mama Angela kaget melihat wajah Bella yang penuh dengan coretan.

"Bagaimana bisa wajah kamu seperti ini sayang?" tanya Mama Angela mengambil tissue basah, lalu mengusap coretan-coretan di wajah Bella.

Bella hanya menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal.

"Loh, kok, enggak bisa hilang?" wajah mama Angela semakin kaget bercampur khawatir, karena coretan di wajah Bella tidak bisa di hapus.

"Kamu yang coret wajah Bella?" tanya Papa Galih, menatap Levi yang tertawa puas melihat wajah Bella yang berantakan.

"Kenapa Papa menuduhku? Aku nggak tau apa-apa, Papa," elak Levi dengan wajah seakan tersakiti.

Papa Galih menghembuskan nafasnya kasar, menatap pilu ke arah Bella.

Padahal Papa Galih berharap Bella bisa hidup dengan nyaman di rumahnya.

Papa Galih menunduk, menyamakan tinggi badannya dengan Bella.

"Maaf, ya, Bella," ucap Papa Galih sendu, memegang kedua bahu Bella.

"Nggak pa-pa, Papa," jawab Bella tersenyum canggung.

Setelah berusaha dengan segala cara, akhirnya coretan-coretan yang berada di wajah Bella pun hilang, meski ada sedikit coretan yang masih menempel.

"Mama, Papa, aku berangkat sekolah." Pamit Levi.

"Iya, jangan nakal di sekolah Levi, belajar yang tekun," ucap papa galih menasehati Levi

"Iya, iya," jawab Levi malas.

Setiap pergi ke sekolah Papa Galih selalu mengatakan hal itu, bahkan saat pulang sekolah pun Papa Galih selalu menanyakan "bertengkar tadi di sekolah?" Selalu itu yang di tanyakan oleh Papa Galih ataupun Mama Angela.

Papa Galih selalu menasehati Levi karena sering kali Mama Angela pergi ke sekolah, menghadapi wali kelas Levi dan sudah pasti Levi telah melakukan kesalahan di kelasnya.

"Papa nggak berharap kamu dapat juara Levi, papa cuma berharap sama kamu. Belajar yang tenang, jangan ganggu temanmu, jangan berkelahi, hanya itu saja." Papa Galih menasehati Levi lagi.

"Iya, iya, Papa. Levi mengerti," jawab Levi, memutar bola matanya malas.

"Jangan iya, iya saja, lakukan yang benar," geram Papa Galih melihat Levi seperti tidak menanggapi nasehatnya.

"Kalau orang tua bilang itu dengerin, jangan cuma masuk telinga kanan keluar telinga kiri, simpan di dalam kepala." Papa Galih semakin geram.

"Ah, iya, Papa." Levi semakin kesal.

"Kalau gitu Levi berangkat dulu," pamit Levi malas.

Levi langsung pergi begitu saja. Levi tergesa-gesa pergi karena tidak ingin mendengar ocehan sang ayah lagi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!