Penghuni Rumah Kosong
Sintia dan ibunya melihat keadaan rumah yang baru saja di beli oleh ayahnya.
"Bu.....apakah ayah tidak salah? Kenapa kanan dan kirinya ladang? Kenapa tidak beli di perkampungan saja?"
Tanya Sintia ketika melihat jika rumah berlantai dua itu berdiri tanpa tetangga. Aneh sekali, rumah ini sangat bagus tapi sayangnya tidak ada satupun rumah di kanan atau kirinya.
"Bu...lihat diatas? Bukankah itu kuburan?"
Sintia melayangkan pandangan matanya ke atas tanah mirip tebing yang lebih tinggi.
"Mana?"
Sang ibu nampak mengikuti jari telunjuk putrinya.
"Itu Bu....!"
"Benar Sintia....ternyata itu adalah kuburan, aduh! Bapak ini bagaimana sih? Beli rumah kok ngga di survei dulu, main percaya sama teman saja,"
"Jadi, ayah juga belum melihat rumah ini ya Bu!?"
Sintia terduduk lesu dan memegang keningnya yang tiba-tiba pening. Sintia menyayangkan ayahnya membeli timah tanpa melihat dulu kondisi disekitarnya. Hanya dengan melihat gambar rumahnya saja tentu tidak cukup. Karena ternyata rumah itu berdiri sendiri tanpa ada rumah yang lainnya
"Ya, karena harganya murah, makanya ayahmu membelinya. Harga rumah ini separo dari harga standar tanah dan bangunan di daerah sini. Tentu saja ayahmu tergiur. Karena yang menjual juga rekan kerjanya,"
"Harganya murah tapi letaknya tidak strategis. Disini sangat sepi saat siang hari, apalagi kalau malam hari..."
"Sudahlah Sintia. Kamu jangan takut. Tenang saja, tidak ada apapun dirumah ini. Besok kita akan pindah kesini, ayo sekarang kita pulang,"
"Iya Bu....."
Ketika Sintia akan berbalik, tiba-tiba dia melihat sosok putih di tangga dan ketika dia menatap nya, sosok itu menghilang dengan cepat.
"Bu....!"
"Apa?"
Ibunya menoleh.
"Tidak....!"
Sintia tidak berani mengatakan apa yang dia lihat barusan. Bukannya tanpa alasan, dia tidak mengatakannya. Dia takut hantu itu mendengar apa yang dia bicarakan.
Akhirnya Sintia memendam dalam hati kejanggalan yang dia lihat baru saja.
Sintia masuk kedalam mobil dan ketika dia melihat ke atas tebing, dia lihat sosok tinggi seperti melambai padanya.
"Astaga! Bu....!"
"Apa lagi?" Ibunya menoleh ketika dia mulai memegang stir dan akan menjalankan mobilnya.
"Lihat di sana?"
Sintia menunjuk pada apa yang dia lihat. Sosok itu masih menatap kearahnya dengan wajah yang sangat menakutkan.
"Tidak ada apa-apa. Memangnya kamu lihat apa?"
Ibunya perlahan-lahan mulai menghidupkan mesin. Sintia nampak bingung karena ibunya tidak melihat apa yang dia lihat.
"Memangnya ibu tidak lihat sosok tinggi besar itu?"
Ibunya menggeleng. Ibunya menatap Sintia dengan lekat. Matanya mengarah pada apa yang di tunjukkan Sintia sekali lagi. Tapi memang tidak ada keganjilan apapun. Selain hanya suasana sepi karena tidak ada rumah tetangga.
"Tidak. Ibu tidak melihat apapun...."
Sintia hanya bisa menarik nafas berat. Ternyata apa yang dia lihat tidak di lihat oleh orang lain. Ini aneh sekali. Dan Sintia baru menyadarinya.
.
Sintia dan Ibunya sampai distasiun kereta api dan mereka akan menuju ke kota M.
Dari jauh Sintia melihat ayahnya datang dengan kakaknya dan mereka sudah menenteng koper berisi pakaian.
Ayahnya di PHK dan akan pindah ke kota M. Kota M adalah kota kelahiran ayahnya dan disini mereka akan melanjutkan hidup baru ditempat tinggal yang baru.
Biasa tinggal di kota Metropolitan maka begitu sampai di kita M mereka langsung merasakan hawa yang sangat dingin dan sejuk.
"Ayah.....! Kak Rangga....!"
Panggil Sintia melambai pada ayah dan kakaknya.
"Itu mereka disana!" Tunjuk Rangga.
"Kemari! Kami disini!" Teriak Sintia dan ibunya bersamaan. Untuk pergi ke tempat Rangga dan ayahnya sangat sulit karena penumpang yang berjubel di stasiun.
"Gimana? Kalian sudah melihat rumah yang kita beli?" Tanya Rangga antusias.
"Sudah! Kau pasti akan terkejut jika melihatnya?"
Rangga menaikkan alis matanya.
"Kenapa memangnya?"
"Nanti kau akan tahu sendiri!"
Ayahnya lalu duduk disamping istrinya dan mereka akan ke hotel untuk satu Minggu.
"Kita akan menginap di hotel. Rumah itu harus kita bersihkan dulu sebelum kita tempati," ujar ayahnya.
"Ayah....apakah kita bisa membatalkan pembelian rumah itu?"
"Kenapa?" Ayahnya nampak terkejut dengan ucapan Sintia.
"Tempatnya sangat sepi. Kanan kiri ladang, aku takut...." Jawab Sintia.
"Ayah hanya mampu membeli rumah itu dari uang pesangon ayah. Rumah lainnya harganya mahal. Dan rumah yang kita beli itu sangat murah. Rumahnya lumayan besar, dan dua lantai lagi!"
"Ayah ...kita bisa cari rumah yang lain dengan harga yang sama. Lebih kecil juga tidak papa. Tapi jangan disana...." Pinta Sintia.
"Halah! Takut amat sih? Memangnya ada apa? Hantu? Hantu ya adanya di kuburan!"
Ucap Rangga asal saja.
"Aish! Kalau beneran ada, tahu rasa ya!"
"Halah .....! Jaman sekarang itu cuma ada dicerita film aja. Dan semua itu bohong! Hahahaha!"
Rangga malah tertawa terbahak dan membuat Sintia kesal karena seakan dia mengejeknya.
"Benar Sintia...Jangan terlalu sering menonton film horor, jama sekarang sudah jarang ada cerita mistis seperti itu...."
"Ayah...ini beneran. Rumah itu....."
"Sttttt..." Ibunya menoleh pada Sintia.
"Jangan diteruskan...."
.
Mereka sampai di hotel untuk beristirahat.
Sejak sore tadi melihat penampakan Hantu, Sintia terus terbayang dan sulit untuk memejamkan matanya.
"Aku yakin hanya aku yang melihat hantu itu. Ibu bahkan tidak melihatnya. Hantu itu besar dan tinggi, harusnya ibu bisa melihatnya. Tapi kenyataannya, hanya aku yang bisa melihat semua itu,"
Sintia terus menatap ke jendela warna putih. Dan dia kembali terbayang pada hantu warna putih di tangga didalam rumah itu.
"Aku sudah melihat dua hantu tadi sore,"
"Entah apa lagi yang akan aku lihat jika kita sudah pindah kesana,"
Ibunya merasa jika putrinya belum tidur dan menoleh padanya.
"Sintia, kau belum tidur?"
"Aku tidak bisa tidur Bu....."
"Sudah malam, tidurlah. Besok kita akan kerumah itu untuk bersih-bersih. Istirahat lah, dan simpan tenaga untuk esok hari..."
"Ya Bu....!"
.
Pagi harinya, mereka semua akan pergi meninggalkan hotel dan melihat rumah yang mereka beli untuk dibersihkan.
Kali ini Pak Karya yang akan menyetir.
Mereka melewati jalan raya dan setelah itu masuk jalan setengah aspal. Kanan kiri nampak pematang sawah dengan padinya yang siap panen.
"Sudah lama tinggal di kota, pemandangan seperti ini sangat indah. Inilah alasan kenapa kalau sudah tua, tinggal di desa adalah pilihan yang tepat.." ucap Pak Karya pada istrinya yang memang lahir di kota dan belum pernah tinggal di desa.
"Ayahmu sudah lama ingin pulang kampung, dan sekarang keinginannya terpenuhi. Ketika menikah, dia tinggal bersama ibu dan kini kita semua akhirnya akan tinggal di desa,"
"Ayah suka, tapi kami?" ucap Sintia agar tersungut.
"Kamu kali, aku sih di kota sama didesa sama saja!" jawab Rangga sambil menggoda adiknya.
"Rangga!"
"Apa?"
"Awas ya...nanti kalau kamu juga melihatnya, maka baru tahu rasa!"
"Tidak akan! Makanya jadi orang jangan penakut. Berani dikit napa!" Rangga mendengus.
"Ayah....aku takut tinggal dirumah yang baru itu...."
"Sintia, jangan takut. Ada ayah dan ibu, juga ada Rangga. Kita tinggal berempat. Kamu tidak sendirian, jadi jangan takut. Dan sekali lagi....hantu itu tidak ada,"
"Ayah......"
"Apa aku bilang...satu kata untukmu....kasihan.....!" Rangga mengejeknya.
"Aish!"
"Sudah...jangan bertengkar didalam mobil. Rangga! Sintia! Diamlah, sebentar lagi kita sampai....!"
Mereka akan memarkir mobilnya di halaman. Ibunya turun dan membuka gembok lalu membuka gerbangnya dengan lebar.
Kreeeekkkkkk!
Suara besi yang nampak jarang dipakai jadi agak seret dan bunyinya keras.
Perlahan Sintia turun dan melayangkan matanya dilantai atas.
Deg.
Apa itu? Dia melihat sesuatu mirip dengan orang bergelantungan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Park Kyung Na
mampir
2023-03-01
0