ELIZABETH SWAN

ELIZABETH SWAN

Bab 1 - Gadis Kecil Yang Malang

"Ahh.. Apakah begini rasa nya di surga?" gumam Eleanor yang masih belum sepenuhnya tersadar akan situasinya saat ini.

Kamar yang bersih dan luas, serta aroma dari berbagai macam bunga yang menusuk indera penciuman nya, "Ya, tidak buruk juga.. Dibanding kamar kecil dan kumuh tempat ku mati sebelumnya." ucapnya membandingkan kamar nya sekarang dengan tempat yang ia tinggali sebelumnya.

"Nona Eliza, anda sudah sadar? Saya akan panggilkan dokter." kata seorang pelayan yang berlalu pergi begitu saja setelah salah memanggil nama nya.

Seorang lelaki setengah paruh baya dan seorang dokter kemudian masuk ke kamar nya. Setelah dokter selesai memeriksanya, pria paruh baya yang nampak begitu khawatir itu segera memeluknya sembari menangis tersedu-sedu.

"Putri ku tersayang, bagaimana kau bisa melakukan hal se-ekstrim itu? Ayah pasti tak akan bisa melanjutkan hidup jika harus kehilangan mu juga, sayang ku." ucap pria itu sambil terus menangis seperti bayi.

Eleanor masih mencerna apa yang sebenarnya terjadi, mengapa ia dipanggil Eliza bukan Eleanor. Dan bisa-bisanya Count Swan memperlakukan nya seperti ini. Gadis itu terus saja diam tak bergeming membuat Count Swan melepaskan pelukan nya.

"Apa Eliza masih tak enak badan? Maafkan ayah karena sudah terlalu banyak bicara. Istirahatlah agar kau lekas membaik, ayah akan menyuruh seseorang untuk membawakan mu makanan." ucap Count Swan lalu ia meninggalkan Eleanor yang masih dilanda kebingungan sendirian dikamar itu.

Eleanor beranjak dari tempat tidurnya, melangkah ke sebuah cermin berukuran besar yang berada di samping meja rias nya. Setelah memastikan dengan mata kepala nya sendiri ternyata benar jika dirinya kini bukan lagi Eleanor. Orang-orang itu tidak sekedar salah memanggilnya dengan nama yang berbeda.

Eleanor Avellar adalah putri semata wayang seorang Baron yang memiliki banyak toko perhiasan yang tersebar di setiap kota besar Kekaisaran Alexandria. Memiliki bisnis yang dikelola secara turun temurun dari generasi ke generasi membuat Baron Avellar memiliki kekayaan yang setara dengan seorang duke.

Disaat usia nya belum genap 10 tahun, sang ayah meninggal dunia karena penyakit pneumonia yang dideritanya. Sebagai sahabat terdekat mendiang Baron Avellar, Edgar Fosberg senantiasa berada disamping Baroness Avellar yang kini menjadi seorang janda. Hingga tak lama kemudian Baroness Avellar terpikat kebaikan serta kehangatan Edgar Fosberg yang tampan. Mereka berdua menikah memutuskan untuk menikah tak lama kemudian.

Namun di malam yang harusnya membahagiakan, Baroness Avellar justru mengalami hal yang tak di duga sebelumnya. Ketika sedang menunggu Edgar didalam kamar, tiba-tiba saja seorang pelayan yang mabuk berat masuk ke dalam kamar dan melecehkan Baroness.

"Lepaskan!!" dengan sekuat tenaga Baroness berusaha untuk kabur dari dekapan pelayan yang sedang mabuk itu, namun pelayan yang sedang dibutakan nafsu itu lebih kuat darinya.

"Tolongg..!! Siapa saja, tolong aku..!!" ia berteriak sekencang yang ia mampu, kemudian beberapa pelayan masuk disusul Edgar dan Eleanor dibelakangnya, ia merasa lega melihat suaminya datang untuk menolong.

Alih-alih menghajar pelayan yang telah melecehkan sang istri di malam pertama mereka, Edgar justru menuduh Baroness telah berselingkuh darinya.

"Apa-apaan ini?!" tuturnya dengan penuh angkara murka yang tersirat melalui mata nya.

"Edgar..!! Pecat dia, dia telah-"

Belum selesai Baroness berbicara, Edgar menyela nya, "Ternyata begini kelakuan mu selama ini? Sungguh menjijikan!"

Baroness sangat terkejut mendengar ucapan Edgar yang seolah menuduh dirinya alih-alih membelanya, "Ed.. Ini bukan seperti yang kau kira. Dialah yang tiba-tiba masuk dengan sendirinya." tubuh Baroness gemetar hebat.

"Tutup mulut mu dasar ******!" Edgar ganti menatap Eleanor dengan tatapan jijik, "Apa kau benar putri kandung sahabatku, Baron Avellar?" ucapnya meragukan asal usul Eleanor, seolah gadis kecil itu adalah anak hasil hubungan gelap sang ibu dengan pria selain mendiang Baron Avellar.

Merasa hina dan putus asa, keesokan harinya Baroness Avellar ditemukan telah tewas gantung diri di dalam kamarnya. Dalam sekejap Eleanor menjadi yatim piatu.

Karena rumor tentang perselingkuhan Baroness telah menyebar, hal itu memicu keraguan masyarakat tentang kebenaran asal usul Eleanor. Hingga akhirnya ia pun diusir dari kediaman Avellar dengan mudahnya oleh Edgar. Pria itu mengirimkan Eleanor kepada saudara sepupu jauh Baroness, yaitu Viscount Magnus. Thomas Magnus adalah Kepala Komandan Ksatria Senior yang sangat dipercaya oleh Kaisar Charleston de Alexandria.

"Sayang.. Bagaimana pun Eleanor adalah keponakan ku, yang berarti keponakan mu juga. Dia tidak punya siapa-siapa lagi selain kita." bujuk Viscount Magnus kepada istrinya yang keberatan jika harus menampung Eleanor dirumahnya.

"Tidak, Thomas! Aku tidak mau ada anak yatim yang tinggal dirumah ini. Rumah kita bukan panti asuhan!" pekik Viscountess dengan terang-terangan menunjukkan ketidaksukaan nya pada Eleanor yang juga berada di ruangan itu.

"Jika kita mengusirnya saat ini juga justru akan muncul rumor jika kita telah tega mengabaikan anak yatim piatu yang tak memiliki tempat bernaung. Aku bisa saja bersikap tak acuh, tapi bagaimana dengan kehidupan sosial mu?" terang Thomas yang akhirnya membuat sang istri menjadi sependapat dengan nya.

"Huh merepotkan!" ucap Viscountess yang kemudian berlalu pergi.

Eleanor bisa sedikit merasa lega, setidaknya ini adalah rumah saudara nya. Bukan orang lain seperti Edgar. Setiap harinya ia selalu di minta untuk membersihkan ruang kerja paman nya. Eleanor sama sekali tak keberatan jika hanya sebatas itu. Justru ia lebih tak enak hati jika hanya menumpang dengan gratis. Tapi hari ini berbeda dengan biasanya, sebelumnya Viscount Magnus hanya menatapnya dari tempat duduk ruang kerja. Sekarang pria paruh baya itu berdiri tepat dibelakang Eleanor.

"Eleanor.." suara paman nya terdengar aneh tak seperti biasanya.

"Y-ya, paman?" jawab Eleanor gugup, posisi sang paman berada terlalu dekat. Bahkan hembusan nafasnya terasa di ujung telinga Eleanor.

Deg!

Eleanor membeku ketika tangan sang paman kini telah melingkar di pinggang kecilnya. Ia sadar jika hal itu tak sepatutnya dilakukan oleh paman kepada ponakan nya yang masih belia.

"Pa-paman.. Tolong jangan seperti ini.." ucap Eleanor dengan suara lirih, tubuhnya bergetar ketakutkan.

"Ssttt.. Jangan berisik.. Nanti istriku akan tahu.." ucapan sang paman itu benar-benar membuatnya bergidik ngeri.

Bagaimana bisa Viscount Magnus yang terhomat melakukan hal semacam ini kepada keponakan nya sendiri. Eleanor hanya bisa menangis, gadis kecil itu tak punya kekuatan atau bahkan kekuasaan untuk melawan sang paman.

Bruak!

"Thomaass!!!!" pekik Viscountess Magnus dengan penuh angkara murka yang terlihat jelas di mata dan wajah nya.

"Sa-sayang.. Ini tidak seperti yang kau lihat.." ucap Thomas berusaha menenangkan sang istri.

"Aku tak peduli dengan kelakuan mu diluar sana. Tapi tidak didalam rumah ini, Thomas! Apa kau sudah gila?!" teriak nyonya rumah itu yang kini benar-benar murka.

Sesungguhnya Viscountess sudah mengetahui tabiat buruk sang suami yang memiliki fetish terhadap gadis belia. Namun ia tak peduli selama dirinya masih diperlakukan layaknya ratu tanpa kekurangan satu hal apapun.

"Di-dia yang merayu ku terlebih dulu! Percayalah sayang..."

Eleanor yang masih muda belia dan polos hanya bisa menangis dan berharap semoga saja sang bibi membelanya. Namun tentu saja dunia yang keras dan kejam ini tidak berpihak pada yang lemah. Viscountess justru mengkambing hitamkan Eleanor untuk menjaga nama baik sang suami. Walau ia tahu kebenaran yang terjadi di dalam ruang kerja Thomas Magnus.

"Buah memang jatuh tak jauh dari pohon nya. Aku kini paham mengapa Edgar bisa mengusir mu dari sana, kau memang sama gatalnya dengan ibu mu!" ucap Viscountess pada Eleanor.

Gadis muda itu hanya bisa menunduk dan terus menangis, "Saya bersumpah, saya sungguh tak melakukan apapun, Bibi..." jelasnya sembari meremas gaun nya ketakutan.

Viscountess semakin geram, "Jangan panggil aku bibi dengan mulut mu, aku bukan bibi mu! Pergi kau sekarang dari sini, aku tak sudi kediaman Magnus yang terhormat dihinggapi lalat seperti mu. Bahkan lalat pun masih jauh lebih bagus daripada dirimu yang kotor dan hina!" tak cukup hanya dengan menuduhnya, Viscountess pun menghina gadis sebatang kara itu.

"Ta-tapi saya tidak tahu harus kemana lagi?" tuturnya dengan suara yang parau.

"Itu urusan mu! Pelayan..!! Cepat seret dia keluar dari sini..!!" dua orang pelayan pun masuk dan segera menyeret gadis malang itu keluar dari kediaman Magnus.

Di usia yang semuda itu Eleanor telah menanggung banyak penderitaan serta hinaan. Kini ia bukan lagi Lady Eleanor putri Baron, ia hanyalah seorang gadis kecil yang tidak dianggap eksistensi nya oleh siapa pun. Semenjak itu Eleanor kecil harus bekerja serabutan untuk menghidupi dirinya sendiri. Entah sejak kapan ia menjadi sakit-sakitan. Gejala yang di alami nya sama seperti penyakit yang di derita Baron Avellar, pneumonia.

"Lihatlah gadis itu... Dulu nya seorang bangsawan terhormat, tapi kini bahkan derajatnya lebih rendah daripada kita." ucap salah satu wanita asing.

"Itulah sebabnya sebagai wanita kita harus memiliki harga diri, sudah bagus Viscountess menerima nya untuk tinggal bersama ia malah tak tahu malu berharap menjadi selir paman nya sendiri." ucap salah satu nya lagi.

"Gadis murahan yang menjijikkan, memang penyakit ****** itu adalah keturunan!"

"Hahahaha!!!" mereka berdua tertawa terbahak-bahak seolah puas telah menghina Eleanor.

Semakin bertambah nya usia penyakitnya pun kiat memburuk. Jangankan untuk pergi ke dokter dan membeli obat, sekedar menyukupi kebutuhan nya sehari-hari Eleanor kesulitan. Meski sudah 10 tahun berlalu, orang-orang tetap menganggapnya sebagai perempuan rendahan yang hina dan kotor. Ia tak diberi upah yang layak seperti orang kebanyakan. Tak jarang Eleanor hanya diberi seperempat dari upah seharusnya.

Malam itu langit cerah tak berawan membuat bulan bersinar dengan terang nya. Cahaya bulan itu kemudian menerobos masuk melalui celah-celah ventilasi udara yang berada di atas kepala nya. Eleanor yang malang tengah berbaring di tempat tidurnya, ia meratapi hidupnya yang penuh derita. Disaat terakhirnya itu pun dia sama sekali tak menangis, hanya kebencian yang mendalam untuk Edgar yang setia menemani.

Eleanor menatap ke langit-langit kamar nya yang usang dan penuh jaring lelaba, "Uhukk.. Uhukk.. Sebenarnya dosa apa yang sudah ku lakukan di masa lalu sehingga aku harus mati dengan menyedihkan seperti ini? Uhukk.." darah yang keluar bersamaan dengan dahaknya kian banyak, "Jika dewa benar-benar ada... Tolong berikan lah aku kesempatan untuk hidup sekali lagi agar aku bisa membalas apa yang telah Edgar lakukan terhadap keluarga ku.."

...****************...

Semua gambar hanya ilustrasi.

Yang di ambil dari Pinterest

Ilustrasi Eleanor kecil ketika ayah nya masih hidup

Eleanor yang rajin belajar

Setelah ayah dan ibu nya meninggal, memakai pakaian sederhana, selalu murung

Eleanor di masa remaja nya, bekerja serabutan demi bertahan hidup, namun mati mengenaskan di usia 20 tahun

Terpopuler

Comments

Yunita Widiastuti

Yunita Widiastuti

smangaaat

2023-03-29

1

francess

francess

lanjut terus Thor

semangat

2023-02-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!