Story Of Season : Winter

Story Of Season : Winter

Chapter 1

Harapan Kerajaan Whittaker ada padanya. Pada seorang gadis yang kini memegang erat pedangnya. Dengan sisa tenaganya mengharapkan karsa sang dewa membantunya. Sosok penguasa Kerajaan Varsha dihadapannya beradu pedang diiringi teriakan sisa prajurit yang masih berjuang demi negeri mereka. Hingga....

Craatttss

Tubuh besar itu terjatuh dengan kepala terlepas. Tangan gemetar sang gadis meraihnya, mengangkatnya dengan tinggi walau darah mengucur deras kemudian berteriak "AAAAAAAAARRRGHHHHH" Teriakan frustasi bercampur kelegaaan menjadi satu diikuti teriakan para prajurit Whittaker. Sorak sorai terdengar ditengah keputus asaan prajurit Varsha

Perang dua tahun akhirnya berakhir setelah memakan begitu banyak korban. Perjuangan penuh darah dan air mata yang sebenarnya. Banyak anak menjadi yatim dan wanita menjadi janda, namun semua itu terbalas atas takluknya Kerajaan Varsha.

***

Ransum dengan cita rasa yang buruk itu perlahan ia kunyah, memaksanya masuk ke dalam perut melewati kerongkongan. Ingin rasanya ia langsung memuntahkannya jika tidak ada lelaki bertubuh tinggi dengan lesung pipi yang kini mengawasinya sambil bersedekap.

"Urgh, setelah apa yang kulakukan pada negeri ini kakak masih memperlakukanku seperti anak kecil?" Kesalnya.

"Salahkan sikapmu yang masih susah diatur wahai Delphy Frostine Whittaker." Balas laki laki itu yang kerap disapa Colden.

Delphy memutar bola matanya malas. Kakak dari selir pertama ayahnya ini terlalu perhatian padanya hingga membuatnya muak.

"Terserah, akan kuhabiskan di tenda. Aku lelah, tiiga hari lagi kita akan kembali." Ucap Delphy sambil berlalu pergi.

"Kerja bagus Yang Mulia."

Kalimat itu membuatnya berhenti sejenak kemudian menoleh, "berhenti memanggilku seperti itu kak, aku bukan pewaris tahta." Tersirat nada kecewa darinya. Ia kemudian menuju ke tendanya.

Memperhatikan tubuhnya dari atas hingga bawah pada pantulan cermin. Untuk pertama kalinya rambut seputih salju itu mencapai bahu, perang membuatnya tidak sempat mengurus rambut seperti putri kerajaan pada umumnya. Atensinya jatuh pada warna matanya yang berbeda. Abu abu dan biru.

"Benar, aku hanya seorang putri kerajaan yang terkutuk." gumamnya pada dirinya sendiri.

Mendadak perutnya terasa mual hingga ia harus memuntahkan ransum yang baru ia cerna. Bayangan akan kepala Raja Ardyne kembali terlintas, tangannya kembali gemetar. Seumur hidup ia belajar berpedang hingga membunuh banyak orang, ia tidak pernah sanggup memenggal kepala lawannya.

"Ayah, aku sudah menepati janjiku." Lagi lagi ia bergumam sendiri.

***

Sambutan hangat diterima para pejuang perang di tengah kota menuju Istana. Tak seorang pun melewatkan momen membahagiakan ini. Tak terkecuali sang Raja Whittaker yang menyambut di depan pagar Istana bersama Ratu serta para selirnya. Delphy bersama ketiga Pangeran  lainnya turun dari kuda mereka. Para selir langsung berhambur memeluk putra mereka. Suasana penuh haru dapat dirasakan disekitar.

Delphy melangkah perlahan mendekati sang Raja. "Ayah, aku pulang." Katanya dengan suara kecil dan sedikit gemetar.

"Terimakasih sudah menepati janjimu." Balas Raja Whittaker sambil meletakkan kedua tangannya pada pundak Delphy.

Delphy tersenyum getir menahan tangis. Kemudian beralih pada Ratu Whittaker yang kini menatapnya. Ia tidak tau apa arti pandangan yang ia terima dari Ratu, namun ia tetap membungkuk sesaat tanpa mengucapkan sepatah kata.

"Blaze, berhenti menangis." Suara itu mengalihkan perhatiannya. Pangeran termuda tiga tahun di atasnya kini menangis seperti anak kecil.

Dua tahun lamanya mereka meninggalkan 'rumah' mereka mempertaruhkan nyawa. Tiap hari hanya memikirkan bagaimana caranya bertahan hidup. Apakah mereka dapat bertemu orang orang yang mereka sayangi lagi, apakah mereka dapat tidur dengan tenang kembali, apakah mereka dapat tertawa dengan lepas lagi. Bagai Kekhawatiran tiada henti. Tanpa pikir panjang Raja memeluk Blaze dengan rasa bangga diikuti para Pangeran. Delphy hanya terdiam di tempatnya. Ingin rasanya ia menangis juga setelah perjuangan itu.

Namun, keinginan itu hanya bisa ia pendam. Dihampirinya mereka dengan senyuman. "Aku tidak ingat memiliki adik selain Crystal." Ucapnya dengan nada mengejek.

"Bisa kamu diam saja Del, aku sedang tidak ingin bertengkar saat ini." Balas Blaze saat tau ejekan itu tertuju padanya. Setelahnya tawa ejekan tertuju pada Blaze.

Ratu yang sejak tadi hanya berdiam diri akhirnya bersuara, "Mari kita masuk, perayaan akan disiapkan untuk kalian, rakyat juga akan datang, lebih baik kalian bersiap untuk pesta."

"Baik yang mulia." Sahut para Pangeran bersamaan.

Bersama Colden, Delphy melangkah memasuki Istana. Walau dua tahun lamanya ia meninggalkan Istana, namun tidak banyak yang berubah disini.

"Omong omong, jahat sekali Crystal tidak menyambutku. Anak itu, awas saja dia." Ujar Delphy dengan nada kesal yang terdengar jelas.

"Kamu tau sendiri adikmu itu seperti apa." Balas Colden, "walau kalian kembar perbedaan kalian sangat jauh. Aku yakin ia sedang sibuk menata rambutnya."

"Hahahaha, Kak Colden memang paling tau tentang kita semua." Pangeran dengan tinggi tubuh yang sedikit tidak ideal itu menyahut.

"Iya, termasuk kamu Bach yang selalu berharap bertambah tinggi."

Lagi lagi gelak tawa terdengar diantara mereka.

"Putri Crystal perlu persiapan diri lebih, peresmiannya sebagai calon pewaris takhta akan dilakukan di perayaan malam ini. Umurnya sudah tujuh belas tahun." Ucap Ratu.

Para Pangeran menyahut senang mendengar berita itu. Penantian mereka akan dikenalkannya Putri Mahkota secara resmi di hadapan rakyat akhirnya tiba. Artinya mereka tidak perlu lagi khawatir Putri Mahkota akan tergantikan dengan salah satu dari mereka menjadi Putra Mahkota seperti rumor yang beredar di antara rakyat.

Menurut mereka menjadi pewaris takhta akan membuat mereka sibuk hingga tidak ada waktu bersantai, belum lagi menjaga citra baik dihadapan rakyat.

"Aku harap ia sudah tidak merepotkan banyak orang lagi setelah resmi menjadi calon pewaris takhta." Kata Delphy.

"Adikmu itu belajar tentang kehidupan Kerajaan jauh lebih baik darimu yang sibuk berpedang."

"aku harap ia memang yang terbaik untuk Kerajaan ini."

Obrolan memenuhi perjalanan mereka menuju ruangan mereka masing masing. Delphy memasuki kamarnya. Pelayan Istana melayaninya dengan baik, semua persiapan untuk pesta sudah mereka persiapkan. Mulai dari pakaian, air untuk mandi dan beberapa terapi untuk kecantikan.

Perlahan Delphy mulai membuka bajunya berniat untuk mandi selagi air masih hangat. Namun, setelah sekian lama tidak melihat tuannya membuat para pelayan terkejut melihat tubuh sang putri penuh dengan bekas luka bahkan beberapa luka masih basah. Lebam juga terlihat jelas diseluruh tubuhnya. Padahal luka disudut bibirnya saja sudah membuat pelayan sibuk mengobati luka itu.

"Hei, aku baru pulang dari perang bukan kencan, jangan menatapku seperti itu." Ucapnya. "Ayolah ini berarti aku bukan anak kecil lagi, jangan berlebihan."

Lilian, pelayan yang sudah merawat Delphy sejak kecil. Wanita yang sudah dianggap ibu sendiri oleh Delphy. "Biar saya obati terlebih dahulu sebelum Tuan Putri mandi. Saya harap anda tidak membantah sama sekali."

Lilian mendekat dengan kotak obat di tangannya. Dengan hati hati ia mulai mengobati mulai dari lengan, perut hingga punggung. Tidak terbayang rasa sakit yang dirasakan Delphy olehnya. Air matanya menetes dengan sendirinya tanpa bisa ia kendalikan. Bagaimana bisa tubuh seorang gadis dipenuhi dengan luka.

Delphy membalikkan tubuhnya menghadap Lilian. Dipeluknya LIlian dengan erat. Kehangatan ini yang ia nantikan saat sampai di Istana. Wanita yang kini sudah memasuki usia akhir tiga puluh. Yang selalu menatapnya dengan kehangatan. Yang selalu membuatnya ingin pulang ke 'rumah'.

"Aku tidak apa apa Lilian. Memang ini yang ku inginkan, rasa sakit ini tidak sebanding dengan mereka yang bahkan kehilangan bagian tubuh mereka, keluarga mereka bahkan nyawa mereka sendiri. Apapun akan kulakukan demi kerajaan ini. Sejak ayah mengirimku bersama Pangeran pergi latihan selama tiga tahun di usiaku yang masih sepuluh tahun aku sudah siap mati demi Kerajaan ini. Tidak, bahkan sejak aku dilahirkan aku sudah siap."

"Lilian, aku yakin kamu masih ingat saat itu, di saat kamu memotong rambutku pertama kali aku pernah berkata, Kerajaan ini segalanya bagiku. Aku minta maaf selalu membuatmu khawatir. Aku hanya ingin melindungi hal yang berharga bagiku, termasuk dirimu Lilian."

"Perjalananku baru akan dimulai, Crystal resmi menjadi calon penerus takhta. Aku akan semakin sibuk, aku harus memastikannya aman setiap saat. Adikku itu sama sekali tidak bisa melindungi dirinya walau sudah berlatih bela diri." Sebisa mungkin ia mengalihkan perhatian Lilian dari seberapa parahnya luka yang ada di tubuhnya.

Terpopuler

Comments

Shahid Alfatih

Shahid Alfatih

pertama kali baca langsung sukaaaaaa

2023-04-30

0

lil'sky

lil'sky

misii, mau ninggalin jejak dulu.
aku suka sama ceritanya, semangat nulisnya author!

2023-04-24

0

ninggal jejak dlu

2023-04-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!