Guruku Berubah Jadi ... Bocah

Guruku Berubah Jadi ... Bocah

1

Derap langkah di tengah hujan yang deras, seorang anak kecil terus berlari tanpa melihat ke belakang. Napasnya tersengal, terlihat beberapa orang dewasa mengejar anak itu dengan wajah marah.

"Tangkap dia!!!" teriak salah satu dari mereka.

"Bunuh baji*gan kecil itu!" seru yang lain.

"Benar-benar bunuh dia sebelum dia terus mencuri di sini!" timpal yang lain dengan wajah kasar. di tangannya sudah memegang pemukul dari tongkat.

Anak yang dikejar terus berlari, tanpa menengok ke belakang. Dia memeluk sesuatu di balik bajunya yang compang-camping. "Aku harus mencari tempat bersembunyi," gumam bocah itu mempercepat langkahnya. Hingga dia melihat lubang yang cukup dia lewati di pagar yang berdiri sangat tinggi. "Dapat!" katanya tersenyum kecil.

"Berhenti! Jangan berani-berani kabur kamu?!" teriak salah satu di antara mereka saat melihat apa yang akan dilakukan bocah itu.

Si bocah masuk ke lubang yang tadi dia lihat, sebelum benar-benar pergi, bocah itu berhenti merangkak san menengok ke belakang. "Kalian pikir aku bodoh? Tentu saja aku memilih kabur dari pada kalian pukuli, idiot?!" ejek bocah itu bermulut pedas. Dia tertawa mendengar para pengejarnya itu berteriak marah karena dirinya berhasil kabur.

"Awas kalau tertangkap, akan ku bunuh kamu bocah?!" geram salah satu di antara mereka menendang udara kosong.

"Apa tak bisa kita mengejar dia?" tanya salah seorang di antara mereka terlihat sangat geram karena bocah menjengkelkan itu selalu berhasil lolos.

"Kejar saja kalau mau sana!" balas yang lain.

"Mana mungkin dia menunggu di sisi lain, di balik tembok itu!" lanjut yang lainnya mendengus kesal.

"Ayo, pulang. Ayo, pulang. Mari buta jebakan yang lebih banyak lagi, agar baji*gan kecil itu bisa tertangkap dengan mudah lain kali!" seru salah satu dari mereka berbalik pergi.

Bocah yang dikira sudah melarikan diri lebih jauh, rupanya bersandar diam di balik tembok. Dia mendengarkan semua percakapan orang-orang yang tadi mengejar dirinya. "Dasar si*lan! Padahal yang kuambil hanya sisa-sisa makanan yang nantinya pasti dibuang juga?!" gumam bocah itu, mengeluarkan sesuatu yang sejak tadi dia sembunyikan di balik bajunya. Dia tersenyum kecil, bangga karena berhasil menyembunyikan dengan baik makanan yang ambil dari mereka.

"Mari cari tempat berteduh dulu," bocah itu pun berdiri dari duduknya, dia berjalan pelan, mungkin karena terlalu lelah berlari dalam waktu yang lama. Hujan sudah sedikit reda, hanya menyisakan gerimis kecil yang sesekali jatuh mengenai kulit bocah itu.

"Ah, lelahnya ...," gumam bocah kecil itu bersandar di bawah pohon yang sangat rimbun. Dia tak memiliki rumah, hanya alam yang menjadi tempat tinggalnya selama ini. Kadang dia tidur di tumpukan jerami, di gudang para warga yang sudah tak digunakan. Kadang juga dia tertidur di atas pohon, atau di dalam gua yang tak sengaja dia temukan. Di mana pun, asal dia bisa menutup matanya sejenak, dia tak peduli itu.

"Meong ...," baru saja anak itu akan menyuapkan makanan ke mulutnya, dia mendengar suara kucing yang mengeong.

"Oh, kamu juga lapar?" ucap bocah itu berbicara pada si kucing yang tak jauh dari tempatnya duduk. "Kamu mau?" tanyanya lagi, padahal dia tahu kalau tak mungkin kucing itu paham apa yang dia katakan. Namun, entah kenapa dia masih saja berbicara dan bertanya. "Ini, makanlah. Tapi hanya ada roti yang aku dapatkan hari ini," kata bocah itu memberikan sepotong kecil roti ke arah kucing itu.

Si kucing mengeong sekali lagi, sebelum mengendus-endus roti yang bocah itu berikan. "Pintar," gumam bocah itu mengelus singkat kucing kecil itu. "Di mana keluarga mu?" tanya bocah itu menekuk lututnya. "Apa kamu sama sepertiku?" lanjut bocah itu lagi. Hanya suara kucing yang membalas semua ucapan bocah itu. "He-he, aku tak bisa bahasa kucing, dan kamu juga tak paham apa yang aku katakan. Tapi tak masalah, aku bisa berbagi makanan dengan mu, itu sudah cukup!" ucap bocah itu terkekeh pelan.

Bocah yang tadinya dikejar-kejar oleh banyak warga, kini sedang menikmati dan berbagi makanan dengan seekor kucing yang entah datang dari mana.

"Ha-ah, semoga besok aku bisa mendapatkan makanan lagi," kata bocah itu sebelum dia jatuh tertidur. Sepertinya dia terlalu lelah hingga langsung tertidur begitu selesai makan sepotong roti. Kucing tadi pun mendekat, dan ikut melingkar di dekat anak itu, kucing kecil itu pun ikut memejamkan mata setelah mengeong sekali. Kedua makhluk yang berbeda ras tersebut, sama-sama tertidur.

...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...

Di tempat lain, di waktu yang sama. Seorang pria berjubah berjalan melewati hujan. Wajah dingin yang dihiasi permata merah, menambah kesan jahat pada pria tersebut.

"Ada keperluan apa anda melintasi desa kami!" ucap dia warga yang berjaga di depan gerbang desa menghentikan langkah pria berjubah tersebut.

"Tentu saja untuk masuk ke dalam dan beristirahat," katanya membalas.

"Maaf, desa kami sedang dalam masalah. Ada pencuri yang sangat sulit ditangkap, sehingga kami tak bisa mengizinkan orang luar untuk berkunjung kalau keperluannya tak jelas!" ucap salah satu di antara mereka sopan.

"Pencuri?" mata pria itu memicing tajam. "Ah, apa saya akan diizinkan masuk kalau membantu menangkap pencuri yang kalian sebutkan?" lanjut pria tadi seraya membuka tudungnya, dia tersenyum teramat tipis kemudian. "Saya bukan orang jahat dan hanya ingin beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan saya kembali," tambahnya meyakinkan.

Kedua penjaga gerbang saling memandang, tak lama kemudian mereka berdua mengangguk bersamaan. "Kalau anda tak keberatan, saya akan melapor dulu pada tetua desa," kata salah satu di antara mereka.

"Tentu saja tak masalah, saya akan menunggu di sini," kata pria itu tersenyum kecil.

Salah satu dari dua orang penjaga gerbang itu pun berlari kecil, dia pergi dengan cepat untuk mengabari tetua desa mereka kalau ada orang luar yang ingin ikut membantu menangkap bocah si*lan yang sangat mengganggu desa itu.

Hanya butuh beberapa menit, penjaga tadi kembali bersama beberapa orang. "Ini orang yang tadi saya ceritakan, tetua!" katanya menunjuk pemuda berambut perak di depannya.

"Kamu yakin bisa menangkap pencuri licik ini?" tanya si tetua desa ragu. Tangan itu terlalu kecil dan terlihat rapih, bahkan sangat mustahil bisa digunakan untuk berkelahi.

"Tentu, saya sudah sering menangkap bandit di gunung," kata si pria dengan penuh percaya diri.

Si tetua mengangguk singkat. "Baiklah, kalau kamu berkata seperti itu. Namun, harus aku ingatkan. Jika kamu berbohong, kamu akan diusir dari desa kami!" ucap si tetua sedikit menggunakan ancaman.

"Saya akan membantu, saya juga tak akan tinggal dengan percuma. Semua akan saya bayar sesuai dengan yang seharusnya!" kata pria tersebut.

"Kalau begitu, selamat datang di desa kami yang sederhana ini, tuan!" kata si tetua desa.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!