Saat sedang memancing pencuri yang sedang mereka kejar dengan roti yang dibawa Jim, pria itu baru tahu kalau pencuri tersebut hanyalah seorang anak kecil yang terlihat sangat kurus dan rapuh. Jim pun tak jadi menangkap bocah pencuri itu, dia mengatakan kalau dia yang akan mengurusnya nanti.
Salah satu warga tak setuju, dia lalu bergerak maju dengan sebuah tongkat di tangannya. Wajahnya terlihat sangat sadis, seolah bisa memukul hancur bocah kecil itu tanpa rasa kasihan sama sekali.
"Biar saya yang mengurusnya sesuai janji saya pada anda!" ucap Jim menghentikan pria bertampang kasar itu.
"Tidak, kalau anda tak bisa. Saya akan menanganinya saat ini!" ucapnya keras kepala.
"Benar-benar, sangat jarang kita bisa melihat bocah itu seperti ini. Biasanya kami hanya sempat mengejar saat dia sudah jauh. Tapi dengan jarak seperti ini, pasti dia tertangkap dengan lebih mudah!" timpal warga lain setuju untuk melanjutkan aksi pengejaran mereka.
Jim menggertakkan giginya kesal, matanya menatap khawatir bocah yang tak tahu apa-apa di sana. Bocah itu tak tahu kalau dirinya sedang diintai saat dia tersenyum mendapatkan makanan dengan mudahnya hari ini. Beberapa saat kemudian, Jim menyeringai kecil. Sepertinya dia mendapatkan ide yang bagus, semoga ide yang dia dapatkan bisa menyelamatkan anak kecil itu.
"Aku ikut dengan kalian!" katanya tanpa menghilangkan seringai yang menghiasi sudut bibirnya.
"Ayo, kita tangkap bocah itu!" bisik para warga menjadi sedikit lebih bersemangat.
Saat sampai di dekat batu besar, Jim berpura-pura jatuh dan sengaja berteriak sedikit lebih keras agar anak itu menyadari kehadiran mereka semua. "Akh, kakiku! Kakiku sakit sekali?!" erang pria itu memegangi kakinya.
Si bocah pencuri menoleh dengan cepat, tangannya menyambar keranjang berisi roti dan langsung berlari secepat yang dia bisa. Dia semakin merangsak masuk ke dalam hutan yang lebat, kakinya terus berlari maju ke depan. Bocah itu sama sekali tak menoleh satu kali pun.
"Kamu sengaja, kan?" pria berbadan besar itu tak bisa membendung emosinya, dia mencengkeram kerah baju Jim.
"Aku tak sengaja, sungguh!" kata Jim terus memegang kakinya.
"Jangan ribut di sini!" kata warga lain mengingatkan. "Bocah pencuri itu semakin jauh, lihat?!" lanjutnya lagi.
"Sial!" maki pria berbadan besar tadi. "Kalau sampai pencuri itu tak tertangkap hari ini, semua salah kamu?!" lanjutnya sebelum kembali mengejar si pencuri kecil tadi.
Jim membenarkan kerah bajunya. "Memangnya salahku kalau tersandung?" gumam pria itu tersenyum remeh. Dia berhasil membuat anak kecil tadi mengetahui kalau mereka sedang mengintai, jadi bocah itu memiliki waktu untuk kabur dari sana.
"Tolong maklumi, Roy. Roti di tokonya yang paling sering dicuri oleh anak tadi," ucap salah seorang di antara mereka menjelaskan alasan pria berbadan besar tadi marah.
"Tak apa, aku paham," kata Jim sembari tersenyum tipis.
Mereka pun kembali mengejar pencuri kecil itu, sayangnya tak ada di antara mereka melihat ke mana bocah licik itu bersembunyi. Semuanya kembali dengan tangan kosong dan perasaan yang lebih kesal lagi.
"Kamu mau ke mana?" tanya Roy melihat Jim tak berniat ikut mereka kembali.
Jim menggaruk pipinya canggung. "Panggilan alam," gumamnya lirih.
"Sial, sudah tak bisa menangkap pencuri kecil itu, kini aku malah harus mendengarkan hal menjengkelkan seperti ini?" keluh Roy meninju pohon yang ada di dekatnya. "Pergi saja sendiri! Tak ada yang mau menemani orang yang hendak buang air seperti kamu!" lanjut pria itu menggerutu.
"Bawa ini, semakin masuk ke dalam, akan semakin gelap seolah hari sudah malam," ucap seorang warga memberikan senter yang dia bawa kepada Jim.
"Terima kasih, nanti aku kembalikan," kata pria itu.
Mereka berpisah, Jim tetap tinggal di tengah hutan sendirian. Dia hanya sembarang mencari alasan agar bisa tetap di tempat itu. Saat yakin tak ada seorang pun warga yang ada di sekitarnya, Jim pun berteriak cukup lantang. "Hoi, bocah yang katanya pencuri! Mari kita bicara sebagai sesama pria?!" katanya memberikan undangan terbuka.
Hening, tak ada jawaban sama sekali. Hanya desau angin yang bisa di dengar oleh Jim. "Ayolah, aku tahu kalau kamu mendengarkan ku!" kata Jim lagi. "Tenang saja, aku janji tak akan menangkap kamu!" lanjut pria itu lagi.
"Aku tak pernah melihat kamu sebelumnya?!" ah, rupanya bocah itu masih mau menanggapinya. Mereka akhirnya bisa berbicara meski dia belum melihat dari mana bocah itu menjawab.
"Aku hanya pengembara," balas Jim santai. "Kamu tahu pengembara, bukan?" lanjut pria itu dengan nada lebih bersahabat.
"Tentu saja, aku tak sebodoh warga desa!" balas si bocah sekaligus mengumpat.
"Ha-ha-ha, benar! Mereka sangat-sangat bodoh?!" kekeh Jim setuju kalau warga desa sangat bodoh.
"Kamu bukannya di pihak mereka?" tanya si bocah dengan nada tak percaya.
"Mana mungkin!" seru Jim tak terima. "Aku menyetujui untuk menangkap pencuri tanpa tahu kalau pencuri yang dimaksud hanya seorang bocah kecil," jelas Jim.
Hening sesaat, Jim pun membiarkan keheningan menggantung. Pria itu tak ingin mengganggu bocah kecil yang sepertinya sedang berpikir cukup keras itu.
"Apa itu membawa perbedaan?" tanya si bocah. Jim mendengar langkah kaki yang semakin mendekat ke arahnya. "Maksudku umur!" lanjut bocah itu kembali bertanya.
"Tentu saja, setidaknya itu yang aku yakini!" balas Jim cepat.
"Apa bedanya?" suara itu terdengar penasaran.
"Beri tahu dulu namamu sebagai bayaran!" pancing Jim bersikap usil.
Lagi dan lagi, bocah itu memilih diam. Kali ini Jim tak membiarkan keheningan mengikat mereka terlalu lama. "Kamu tak mau memberi tahu ku?" tanya pria itu.
"Bukan, bukan begitu!" sela si bocah cepat. "Aku hanya ... tak tahu siapa namaku," tukasnya jujur. "Mereka biasa memanggilku, baji*gan, bocah sia*an, pencuri licik, kepa*at, dan sejenisnya," tambah bocah itu dengan nada tak peduli.
"Hmm, dari suaramu sepertinya kamu bocah laki-laki," ucap Jim sambil berpikir. "Bagaimana kalau aku yang memberi kamu nama?" kata pria itu tersenyum cerah. "Begini-begini aku cukup pintar memberi nama, tahu?!" tambahnya dengan nada bangga.
"Terserah, tapi jawab dulu pertanyaanku!" kata si bocah terdengar acuh.
"Kalau sudah besar.dan menjadi pencuri, itu artinya dia malas. Kalau masih kecil, kemungkinan terbesar karena keadaan dan tak memiliki satu orang pun yang mengurusnya dari dekat," jelas Jim. "Baiklah, sekarang aku akan memikirkan nama buat kamu!" lanjut pria itu.
"Hmm, nama pertama Bori, alias bocah pencuri? Cukup bagus, kan?" kata Jim tanpa dosa.
"Ya, nama apa itu?!" protes si bocah itu dengan suara yang terdengar kesal.
"Kenapa? Menurutku bagus, kok," ucap Jim santai.
"Mana ada nama seperti itu?!" si bocah tak sadar langsung protes di depan Jim.
Jim menyeringai kecil. "Tertangkap?!" ucap Jim menatap langsung ke wajah bocah yang saat ini sedang sangat terkejut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments