2

Matahari sore yang hangat menyapa, setelah hujan benar-benar reda. Bocah pencuri yang menjadi faktor satu-satunya keresahan warga menggeliat dalam tidurnya. Dia menguap lebar, lalu meregangkan tubuhnya. "Ugh, tidur yang nyenyak," kata anak itu. "Ho, lihat ini. Kawan kecilku rupanya ikut tertidur bersamaku!" katanya lagi sambil mengusak bulu-bulu halus makhluk kecil yang tertidur di pangkuannya.

"Ya, bangunlah!" kata bocah itu menghentikan pergerakan tangannya yang mengelus bulu-bulu kucing tadi. "Aku harus ke sungai untuk mencuci muka," lanjut bocah itu. Dia melangkah menuju anak sungai, kucing kecil tadi terus mengikuti langkah kaki bocah tersebut.

"Kamu ingin terus bersamaku, ya?" tanya anak itu seraya tersenyum senang. Meski hanya binatang yang ikut dengannya, tapi dia sudah cukup bersyukur, setidaknya ada yang bisa dia ajak bicara. Yah, walau pun tak ada satu jawaban yang bisa dia dapatkan sama sekali dari lawan bicaranya itu.

...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...

Di tempat lain, di dalam sebuah penginapan yang ada di desa. Pria berambut perak yang menjadi tamu dadakan itu baru saja selesai mandi dan berpakaian. Dia pun keluar kamar dan menuruni anak tangga dengan santai. "Bisa berikan aku makanan, tolong?" katanya memesan.

"Apa ini waktunya makan?" dengus orang yang disuruh mengawasi pria berambut perak itu.

"Tolong maklumi, aku sangat lapar saat ini," katanya membalas. Dia mengucapkan terima kasih saat makanan yang dia minta diantarkan.

"Cepatlah sedikit!" desak orang yang mengawasi si perak. "Kamu harus menangkap iblis kecil yang selalu mencuri tersebut!" lanjut pria itu dengan tampang super kesal.

"Ya, baiklah. Kamu pasti akan bertemu kalau memang dia selalu mencuri," balas si pria perak dengan datar. Dia makan dengan lahap, menghabiskan hingga butiran terakhir nasi yang ada di mangkuknya. "Sangat lezat, terima kasih!" ucapnya seraya membayar makanan yang baru saja dia makan.

"Mau ke mana?" tanya si pengawas mulai jengah dengan tamu yang dibiarkan masuk oleh tetua desa mereka.

"Kembali ke kamar ku?" kata pria itu membalas.

"Kapan kamu akan menangkap pencuri licik itu?" geramnya. "Jangan bertingkah dan tangkap dia sekarang juga?!" lanjutnya kesal.

Si pria perak menatap tajam. "Ya, kapan dia paling sering mencuri? Apa aku harus menunggu pencuri itu beraksi tanpa makan dan tidur? Kalau begitu bagaimana bisa aku menangkapnya? Tolong pikirkan kondisiku juga?!"

"Dia benar juga, kita tak boleh terlalu memaksa seperti ini," kata warga lain angkat bicara.

"Kami tahu kalau kamu sangat kesal dan menjadi terburu-buru, tapi orang itu juga butuh istirahat sebelum membantu kita," kata yang lainnya.

"Ahh, baiklah, baiklah. Aku akan mengalah kali ini!" ucap pria yang ditugaskan mengawasi tadi. "Tapi ingat, aku akan tetap berada di sisi anda dan mengawasi anda dengan benar!" lanjutnya memicingkan mata.

"Lakukan saja, aku hanya ingi. tidur sebentar," ucap si pria acuh. "Ah, dan bisakah kalian memanggil namaku saja? Aku Jim!" ucap pria itu sebelum benar-benar pergi.

"Baiklah, Jim. Selamat beristirahat!" kata si pemilik penginapan terlihat lebih bersahabat.

"Anda juga, terima kasih sekali lagi untuk makanan yang anda hidangkan," kata Jim kemudian kembali ke kamarnya.

Jim merebahkan tubuhnya ke tempat tidur, dia memejamkan mata tanpa peduli dengan sepasang mata yang terus mengawasi dirinya sedari tadi.

Waktu berlalu, sinar matahari mulai menyapa. Jin sudah berpakaian rapi dan siap turun untuk sarapan. "Ayo, buat rencana!" desak pria bertubuh besar yang mengikuti Jim sejak semalam.

"Biarkan aku makan sebentar," ucap Jim mengulur waktu.

"Cepat atau aku laporkan pada tetua tingkah kamu sejak kemarin?!" ancaman yang sama sekali tak dipedulikan oleh Jim sebenarnya.

"Boleh aku bertanya, apa saja yang dicari oleh pencuri licik yang kalian kejar-kejar itu?" tanya Jim sembari sarapan.

"Banyak, semua hal yang bisa dijadikan uang. Pencuri sia*an itu juga mencuri makanan kami!" jawabnya geram.

"Sebenarnya kalau diperhatikan, hanya makanan yang sering hilang, kok," sahut salah satu di antara mereka.

"Omong kosong!" seru pria bertubuh besar itu. "Lalu kenapa cincin Sarah hilang? Uang Ricy juga raib entah kemana!" lanjutnya seolah yakin kalau pencurinya adalah orang yang sama.

"Bisa saja ada pencuri lain, kan?" sela Jim dengan nada datar. "Ada pencuri lain yang memanfaatkan keadaan dan melimpahkan semua kesalahan pada pencuri yang kalian kejar saja!" lanjutnya terdengar masuk akal.

"Kita sama sekali tak pernah berpikir sampai ke sana," gumam salah satu warga desa sedikit terpengaruh.

"Omong kosong, pasti pencuri itu yang mengambil semuanya. Siapa lagi kalau bukan dia?!" ucap salah satu di antara mereka bersikeras tak ada pencuri lain di desa mereka.

"Mari kita datangi pencuri yang kalian ingin tangkap ini!" ucap Jim bangkit dari duduknya. "Bisa berikan aku beberapa potong roti yang baru dipanggang, nyonya?" tanya pria itu pada pemilik penginapan.

"Tentu, sebanyak yang anda mau, tuan!" katanya membalas.

Jim dan beberapa warga pun menyusuri tepi hutan. Jim diberi tahu kalau pencuri itu sering terlihat di dekat sana. Jim meletakkan roti-roti yang tadi dia pesan di sembarang tempat yang mudah terlihat, lalu dia mengajak warga yang mengikuti dirinya bersembunyi.

Tak berapa lama, seorang bocah berbadan teramat kurus serta berpakaian lusuh pun datang sambil melihat ke kiri dan kanan. Jim mengernyitkan keningnya, apa pencurinya seorang pria yang tak bisa tumbuh tinggi. Mengapa terlihat sangat kerdil dari jarak sejauh ini, jangan bilang kalau pencurinya adalah anak kecil.

"Itu dia, itu dia! Cepat tangkap bocah pencuri itu?!" ucap si pengawas dengan mata berbinar. Baru kali ini mereka bisa dengan mudah melihat si bocah bang*at yang selalu mencuri di desa mereka itu.

"Apa? Bocah?" pekik Jim berdiri dari tempatnya bersembunyi tadi.

"Hei, hei, kamu tak seharusnya memperlihatkan diri seperti itu! Bagaimana kalau bocah pencuri itu melarikan diri karena melihat kamu?" ucapnya kesal.

"Kenapa tak ada yang memberi tahu kalau pencuri yang kalian maksud hanya seorang anak kecil?" tanya Jim terlihat tak senang.

"Memangnya apa masalahnya dengan itu? Kamu hanya perlu menangkap pencuri yang membuat kami resah sesuai dengan janji yang kamu katakan sebagai bayaran diperbolehkan masuk ke desa kami!" balasnya tak peduli.

Jim mengepalkan tangannya erat, dia paham apa yang melatarbelakangi bocah itu menjadi pencuri. Pasti keadaan dan tak adanya orang dewasa yang melindungi dirinya, makanya dia nekat mencuri untuk mendapatkan makanan guna bertahan hidup.

"Jangan ganggu dia, aku yang akan menangani ini," kata Jim memejamkan mata.

"Kalau kamu tak mau menangkapnya sekarang, biar saya yang maju!" ucap salah satu di antara mereka membawa tongkat panjang.

Jim menatap tak percaya, apa bocah itu sering dianiaya seperti sekarang. Padahal hanya beberapa potong roti, tapi itu menjadi masalah. Memang perbuatanya tak bisa dibenarkan, tapi itu semua tak lepas dari sikap apatis warga yang ada di sini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!