Diamond Girl

Diamond Girl

Bab 1. Awal mula

Alya menarik napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan sebelum mengetuk pintu di depannya itu. Ia baru saja tiba di rumah sakit beberapa menit yang lalu dan langsung diminta menghadap dokter Lia di ruangannya.

Petugas rumah sakit yang menyampaikan pesan padanya itu menatapnya iba, ia tahu benar bagaimana perjuangan Alya selama ini.

Wanita itu lebih banyak bermalam di rumah sakit menjaga ibunya, jarang sekali tidur dan sering terjaga sepanjang malam karena harus terus menemani ibunya yang sering mengalami sesak napas tiba-tiba.

“Ibumu harus segera dioperasi, Al. Hanya itu satu-satunya cara untuk menyelamatkan beliau,” ucap dokter Lia, ketika sudah berhadapan dengan Alya. Ia harus mengatakan hal ini secepatnya, sebelum hal buruk terjadi pada ibu gadis itu.

Alya tersentak, menatap dokter Lia dengan wajah tegang. Meski ia sudah menduga hal itu sebelumnya, namun ucapan dokter Lia barusan tetap saja membuatnya terkejut.

Penyakit paru yang selama ini menggerogoti tubuh ibunya itu sudah parah, satu-satunya jalan adalah dengan melakukan operasi dan itu butuh biaya yang sangat besar.

Alya yang hanya bekerja sebagai seorang karyawan biasa di sebuah rumah makan cepat saji itu, harus segera mencari dana secepatnya bila tak ingin kehilangan nyawa ibunya. Tapi bagaimana caranya?

“Baik Dok, Saya akan berusaha mencari biaya untuk operasi Ibu. Kapan kira-kira waktu yang tepat untuk operasinya,” tanya Alya gamang dengan suara bergetar, sejak tadi ia berusaha menahan tangisnya meski sudut matanya sudah berembun.

“Secepatnya, Al.”

Alya mengangguk kuat, melipat bibir menahan isak yang hampir keluar.

“Saya akan berusaha membantu semampu Saya, dan Saya harap Kamu tetap kuat dan tegar menghadapi masalah ini.” Dokter Lia memegang tangan Alya, mengusapnya perlahan.

“Terima kasih, Dok.”

Alya berjalan terhuyung keluar dari ruangan dokter Lia, wajahnya tertunduk pucat. Ucapan dokter yang selama ini membantu merawat ibunya itu terus terngiang di benaknya.

Ini bukan kali pertama Alya harus berjuang sendiri mencari biaya untuk pengobatan ibunya. Di usianya yang hampir menginjak angka dua puluh tiga tahun itu, ia harus bekerja banting tulang siang dan malam demi memenuhi kebutuhan hidup mereka berdua.

Alya hanya tinggal berdua saja bersama ibunya di sebuah rumah kontrakan kecil sederhana, setelah rumah satu-satunya peninggalan ayahnya pun dijual untuk biaya pengobatan ibunya.

Beruntung ada bude Marni, tetangga sebelah rumahnya yang baik hati, yang kerap menolong Alya menjaga ibunya selama ia bekerja di luar rumah.

“Ke mana lagi Aku harus mencari biaya untuk operasi ibu. Semua harta peninggalan ayah sudah habis terjual. Hanya ini satu-satunya yang tersisa.” Alya meraba kalung di lehernya, dan perlahan melepaskannya.

“Ya Allah, beri Aku kesabaran dan kekuatan lebih dalam menghadapi setiap ujian dari-Mu." Alya menggenggam erat kalung emas miliknya, satu-satunya benda berharga yang ia punya selama bekerja.

Alya mengusap kasar wajahnya, air matanya mengalir deras. Tak ada yang menguatkannya saat ini, ia benar-benar merasa sendirian. Tak dihiraukannya tatapan heran juga kasihan orang-orang yang lalu lalang di rumah sakit itu.

Sebenarnya bukan suatu pemandangan aneh bila berada di rumah sakit, melihat orang lain menangis, meraung kesakitan, dan berteriak histeris karena baru kehilangan saudara.

“Apa Aku harus menerima lamaran orang tua lapuk itu, menjadi istri ketiganya agar bisa membayar biaya operasi ibu?” Alya bergumam sendiri.

Tubuh Alya gemetar hebat, ia tak mungkin lagi meminjam uang pada atasannya di tempatnya bekerja karena hutangnya pun sudah terlalu banyak . Dan ia harus mencicil setiap bulannya, entah sampai kapan lunasnya.

“Tidak!” Alya duduk berjongkok di lantai teras rumah sakit. Apakah hidupnya harus berakhir seperti ini, apa ia harus mengiyakan lamaran pria tua itu demi menyelamatkan nyawa sang ibu. Tuhan, Aku harus bagaimana?

Teringat bagaimana lelaki tua pemilik banyak rumah kontrakan di tempatnya tinggal itu datang padanya dan menawarkan bantuan, bagaimana lelaki itu memandangnya dengan penuh nafsu. Tanpa sadar Alya bergidik ngeri, membayangkan tangan lelaki tua itu menyentuh kulitnya.

Tiba-tiba dari arah depan terdengar suara riuh ambulans yang datang, dan para perawat juga dokter yang bertugas bergegas menyambut pasien yang datang. Seorang pasien dengan tubuh berlumuran darah dipindahkan ke atas brankar, lalu petugas rumah sakit segera membawanya menuju ruang operasi.

“Pasien bernama Arga Raditya Winata, usia dua puluh delapan tahun. Mengalami kecelakaan tunggal menabrak pembatas jalan tol daerah Dharmawangsa. Luka memar di bagian wajah dan tangan, benturan keras di bagian pelipis mata kiri. Patah tulang bagian kaki kiri. Tekanan darah normal, detak jantung tidak normal, ...” ucap petugas kesehatan memberitahukan riwayat pasien pada dokter yang bertugas.

“Segera hubungi keluarga dari pasien Arga, siapkan ruang operasi. Kita harus segera melakukan operasi pasien secepatnya!”

“Siap, Dokter!”

Alya langsung berdiri dan mundur beberapa langkah memberi jalan untuk mereka. Dari jauh dilihatnya pasien itu mengerang kesakitan dan membuka matanya. Mulutnya terbuka seperti ingin mengatakan sesuatu, dan mata itu mengerjap padanya.

“Tolong minggir, beri kami jalan!”

Saat brankar itu lewat tepat di sampingnya, Alya terkejut melihat luka di dekat mata lelaki itu yang mengeluarkan darah segar. Entah apa yang sudah terjadi dengan laki-laki itu hingga ia harus mengalami kejadian seperti itu.

Dari data yang didengarnya barusan, lelaki itu mengalami kecelakaan tunggal dan dalam keadaan sadar saat petugas medis dan polisi membantu mengevakuasi dirinya dari lokasi kecelakaan.

Tanpa sadar tangannya yang menggenggam kalung itu pun terangkat menutupi mulutnya, dan kalung di tangannya itu terlepas dan tak sengaja terjatuh di tubuh lelaki itu dan mengenai bagian lehernya.

“Kalungku!” teriak Alya kencang, namun petugas yang membawa brankar pasien itu sudah memasuki ruang operasi dan pintu di belakangnya itu pun sudah menutup kembali dengan cepat.

‘Ya Tuhan, bagaimana ini. Kalungku jatuh di tubuh laki-laki itu.”

Tidak lama kemudian, datang dua orang lelaki berpakaian perlente bersama seorang wanita setengah baya yang masih terlihat cantik dengan penampilan yang berkelas. Mereka mengaku sebagai orang tua dan kakak dari pasien bernama Arga Raditya Winata.

Dari dandanannya, Alya tahu mereka bukan dari kalangan biasa seperti dirinya. Saat melintas di depannya, aroma parfum wangi tercium dari tubuh mereka.

Alya beringsut menjauh dan memilih duduk di bangku panjang yang ada di depan ruang operasi. Ia harus tetap berada di sana sementara ini, karena kalung miliknya ada bersama pasien di dalam ruang operasi itu.

Ketiga orang itu langsung mendatangi petugas medis dan menanyakan kabar pasien bernama Arga, tidak lama kemudian mereka semua terlibat perbincangan serius.

Alya duduk menunggu sambil sesekali melirik arloji di tangannya, sudah lebih dari dua jam ia berada di sana. Hingga tidak lama kemudian lampu ruang operasi dimatikan dan dokter yang selesai melaksanakan operasi keluar dari sana menemui keluarga pasien yang sudah menunggunya sejak tadi.

🌹🌹🌹

Terpopuler

Comments

SUKARDI HULU

SUKARDI HULU

aku pun mengantarnya di kostnya yang tak jauh dari tempat kostku.

2023-09-24

1

@yo jung shi💖

@yo jung shi💖

semangat ka ris

2023-02-12

1

Kenna Dean

Kenna Dean

semangat say

2023-02-12

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!