GARANI

GARANI

Bab 1

Studio Olimpiade Musical

"Baiklah.. Langsung saja kita umumkan juara nya yaitu.... "

Sorak sorakan ribuan penonton memenuhi ruangan, menantikan nama yang akan di sebut sebagai pemenang Olimpiade Musical tahun ini.

Ya, kenalkan namaku Raniella. Salah satu peserta Olimpiade ini. Di tahun sebelum nya aku terus memenangkan Olimpiade yang sama. Semoga di tahun ini juga sama.

Teriakan namaku menggema di telinga. Rasanya aneh, tapi aku akan optimis meski harus kalah. Karna...

Ada seseorang yang selalu bilang kalau kemenangan bukan lah segalanya. Dan...

Orang itu adalah orang yang paling spesial dalam hidupku.

Sayangnya dia nggak ada di sini. Tapi nggak apa, aku tetap bahagia karna dia udah nyemangatin aku..

"Raniella Louis Sabrina... "

Deg..

Tangan ku spontan menutupi mulutku yang setengah terbuka. Kepala ku menoleh kearah rekan rekan seperjuanganku. Air mata ini mengalir begitu saja.

Ah..

Gimana ini..

Lagi lagi aku merasakan jantungku berdebar begitu kencangnya...

Terimakasih Tuhan...

Kaki ku melangkah pelan kearah podium. Sorakan serta tepukan tangan tak berhenti terdengar.

Hingga tanganku meraih piala berbentuk not lagu yang di letakkan di atas meja segitiga, lalu beralih ke arah mikrofon di depanku.

"Terimakasih buat pialanya, terimakasih juga buat bapak dan ibu guru pembimbing, terimakasih buat mama papa yang udah dukung aku, terimakasih buat teman teman, terimakasih buat semuanya. Tanpa kalian, tanpa dukungan dari kalian, aku mungkin nggak bakal bisa dapetin piala ini. Ini bakal aku jaga dengan sepenuh hati, karna ini juga merupakan hadiah besar dari kalian.

Terimakasih semuanya" Ucap ku panjang lebar, ku bungkukkan badanku setelah mengucapkan kalimat terakhir. Tak lupa seutas senyuman yang kulukis di wajah ini.

Tepukan tangan dengan meriah nya memenuhi Studio.

***

Rumah Sakit XX

Seorang pria muda dengan pakaian khas rumah sakit terbaring diatas brankarnya.

Tangan nya memegangi handphone.

" Pacar lo emang bener bener hebat banget bro.. Lu liat kan, Winner men.. " Ucap seseorang dari dalam layar handphone pria itu.

"Sayangnya gue nggak bisa nyaksiin secara langsung" Ucap pria itu lesu.

"No problem Ga, asal lo bisa cepat sehat itu adalah sebuah anugrah besar buat gue dan para friends yang ada di sini" Ucap pria itu.

Arga, pria berwajah pucat itu menghela nafas pelan.

"Semoga aja" Ucap nya lalu tersenyum getir.

***

Flash back

Arga berjalan dengan selang infus yang masih melekat di lengannya. Ia tengah mengikuti seseorang menuju sebuah ruangan.

"Saya mohon dok, berapa pun biayanya. Saya akan usahakan.. Tolong selamatkan Arga, dia anak saya satu satunya.. " Ucap seorang wanita paruh baya.

"Kami akan usahakan, tapi penyakit Arga sudah terlalu berkembang bu, harapan untuk bisa sembuh mungkin hanya sekitar 10 persen. Jika lebih cepat ditangani, mungkin tingkat kesembuhan nya bisa di jamin. Tapi tumor otak ini sudah memasuki stadium empat. Harapannya ada di anak ibu, jika fisiknya kuat maka kami bisa lebih mengusahakan lagi, tapi jika fisiknya tak sanggup mungkin umurnya tak akan bertahan lama. Maaf jika lancang bu.. Kami akan usahakan yang terbaik" Ucap dokter yang berada di depan wanita paruh baya itu.

Arga yang mendengar penjelasan dokter itu pun mematung ditempat. Tubuhnya seperti membeku.

Ditambah lagi ucapan mama nya.

Anak satu satunya?

Apa maksudnya?

Lalu siapa anak yang tinggal bersama nenek nya?

Ini harus di pertanyakan.

***

Setelah kembali ke kamarnya, tak lama pintu putih berukuran besar itu terbuka.

Menampikan seorang wanita paruh baya yang tersenyum lembut kearahnya.

"Gimana keadaan kamu sayang? " Arga membalas pertanyaan mama nya dengan senyuman.

"Udah mendingan ma" Jawabnya dengan suara parau.

"Ma.. Arga boleh nanya sesuatu? " Tanya Arga.

"Mau nanya apa? "

"Apa Gara bener bener adek aku? " Tanya Arga.

"Kamu nanya apa sih? Hm? Ya iya lah Gara itu adek kamu. Terus adek siapa dong? " Ucap wanita itu tenang.

"Kenapa umur kita bisa sama, tapi wajah kita nggak mirip? Kalau kita kembar, pasti kita mirip kan? Kalau pun nggak, pasti kita nggak seumuran kan? Ayo lah ma, jangan ada yang di tutupin lagi. Arga udah besar, dan bisa jadi ini adalah kesempatan terakhir mama buat ngungkapin yang sebenarnya" Ucap Arga panjang lebar.

"Sayang kamu -" Belum sempat wanita itu menyelesaikan kalimatnya, Arga langsung memotong nya.

"Apa ma? Plis ma.. Biar aku bisa tenang" Ucap Arga memohon.

Wanita itu menghela nafas pelan.

"Sebenarnya.. "

***

Flash back off

"Bro.. Eh malah bengong, entar kesambet lho" Ucap pria itu.

Arga tersentak, seketika ia tersadar dari lamunannya.

Pria berwajah pucat itu memaksakan mulutnya untuk tersenyum.

"Udahan dulu Dev, kayaknya gue mau istirahat dulu" Ucap Arga.

"Ya udah deh, cepat sembuh ya bro" Ucap pria itu.

"Tolong tetap rahasiain hal ini dari Rani ya. Gue mohon, gue nggak mau dia sedih" Ucap Arga sembari tersenyum.

"Siaap pak boss haha, selamat istirahat"

Cluk..

Layar handphone milik Arga menghitam.

Pria itu membuka laci kecil di samping brangkar nya.

Sebuah buku jurnal berukuran sedang tergeletak di sana.

Tak lupa sebuah pena yang ia ambil dari tas kecil miliknya.

Tangan nya bergerak membuat coretan coretan diatas kertas kecoklatan itu.

Setelah selesai, ia melipat tiga buah kertas menjadi berbentuk amplop kecil. Tak lupa ia menuliskan nama di masing masing amplop itu.

***

Malam telah tiba, pintu putih khas rumah sakit itu terbuka. Menampilkan seorang pria tampan berhody putih memasuki ruangan itu.

"Malam Ga.. Lo liat, gua bawa martabak khas cirebon kesukaan lu" Ucap pria itu lalu berjalan cepat menuju brankar milik Arga, meletakkan plastik biru ke atas meja kecil di sampingnya.

"Gue juga punya berita bagus nih, lo tau? Gue di terima buat jadi cover lagu... Ini juga berkat lo Ga, karna lo udah nyemangatin gue, thank you you you you..

Jadi martabak ini adalah hadiah buat kamuuuu" Ucap pria itu antusias.

"Ga.. Lo dengerin gue nggak sih? Ga.. " Karna tak ada jawaban, pria itu menempelkan telinganya di atas dada milik Arga.

Deg..

"Ga.. Lo jangan bercanda gini dong.. Nggak lucu tau.." Ucap pria itu.

Lalu jari telunjuknya menekan pelan leher kiri milik Arga untuk memastikan bahwa perkiraan nya tadi salah.

"Nggak... Arga ini nggak lucu... " Triak pria itu.

Karena panik, pria itu berlari memanggil dokter terdekat agar bisa menolong kakak nya itu.

Ya ia adalah Gara. Tangisan nya tak tertahan lagi.

Setelah dokter memeriksa kondisinya, dokter ber name tag Saras itu menggelengkan kepalanya.

"Nggak, nggak mungkin Dok.. Coba Dokter periksa sekali lagi, bisa aja kan salah" Ucap Gara tak terima.

"Maaf mas, tapi ini adalah keputusan yang maha kuasa. Kami juga sudah memeriksa beberapa kali, tapi hasilnya tetap sama" Ucap Dokter itu.

Gara menangis sejadi jadinya. Marah, sedih, tak terima dengan kenyataan yang pahit ini, semua teraduk dalam pikiran dan perasaannya.

'Kenapa harus berakhir, kenapa harus pertemuan terakhir? Kenapa? ' . Seakan tangisan Gara menggambarkan semua pertanyaan itu.

Ia teringat dengan buku jurnal yang sengaja ia tinggalkan di dalam laci meja kecil.

Dengan cepat ia berjalan kearah meja itu. Membuka lacinya dengan cepat.

Dan apa yang ia temukan?

Tiga buah Amplop kecil. Salah satunya bertuliskan nama ' Gara '.

Tangisannya semakin jadi, tangan nya yang bergetar menggenggam kuat amplop amplop kecil itu.

Tangan nya membuka amplop yang bertuliskan namanya itu.

Tubuhnya bergetar setelah membacanya. Isakan tangisnya terdengar memilukan.

Apa..

Apa ini?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!