NovelToon NovelToon

GARANI

Bab 1

Studio Olimpiade Musical

"Baiklah.. Langsung saja kita umumkan juara nya yaitu.... "

Sorak sorakan ribuan penonton memenuhi ruangan, menantikan nama yang akan di sebut sebagai pemenang Olimpiade Musical tahun ini.

Ya, kenalkan namaku Raniella. Salah satu peserta Olimpiade ini. Di tahun sebelum nya aku terus memenangkan Olimpiade yang sama. Semoga di tahun ini juga sama.

Teriakan namaku menggema di telinga. Rasanya aneh, tapi aku akan optimis meski harus kalah. Karna...

Ada seseorang yang selalu bilang kalau kemenangan bukan lah segalanya. Dan...

Orang itu adalah orang yang paling spesial dalam hidupku.

Sayangnya dia nggak ada di sini. Tapi nggak apa, aku tetap bahagia karna dia udah nyemangatin aku..

"Raniella Louis Sabrina... "

Deg..

Tangan ku spontan menutupi mulutku yang setengah terbuka. Kepala ku menoleh kearah rekan rekan seperjuanganku. Air mata ini mengalir begitu saja.

Ah..

Gimana ini..

Lagi lagi aku merasakan jantungku berdebar begitu kencangnya...

Terimakasih Tuhan...

Kaki ku melangkah pelan kearah podium. Sorakan serta tepukan tangan tak berhenti terdengar.

Hingga tanganku meraih piala berbentuk not lagu yang di letakkan di atas meja segitiga, lalu beralih ke arah mikrofon di depanku.

"Terimakasih buat pialanya, terimakasih juga buat bapak dan ibu guru pembimbing, terimakasih buat mama papa yang udah dukung aku, terimakasih buat teman teman, terimakasih buat semuanya. Tanpa kalian, tanpa dukungan dari kalian, aku mungkin nggak bakal bisa dapetin piala ini. Ini bakal aku jaga dengan sepenuh hati, karna ini juga merupakan hadiah besar dari kalian.

Terimakasih semuanya" Ucap ku panjang lebar, ku bungkukkan badanku setelah mengucapkan kalimat terakhir. Tak lupa seutas senyuman yang kulukis di wajah ini.

Tepukan tangan dengan meriah nya memenuhi Studio.

***

Rumah Sakit XX

Seorang pria muda dengan pakaian khas rumah sakit terbaring diatas brankarnya.

Tangan nya memegangi handphone.

" Pacar lo emang bener bener hebat banget bro.. Lu liat kan, Winner men.. " Ucap seseorang dari dalam layar handphone pria itu.

"Sayangnya gue nggak bisa nyaksiin secara langsung" Ucap pria itu lesu.

"No problem Ga, asal lo bisa cepat sehat itu adalah sebuah anugrah besar buat gue dan para friends yang ada di sini" Ucap pria itu.

Arga, pria berwajah pucat itu menghela nafas pelan.

"Semoga aja" Ucap nya lalu tersenyum getir.

***

Flash back

Arga berjalan dengan selang infus yang masih melekat di lengannya. Ia tengah mengikuti seseorang menuju sebuah ruangan.

"Saya mohon dok, berapa pun biayanya. Saya akan usahakan.. Tolong selamatkan Arga, dia anak saya satu satunya.. " Ucap seorang wanita paruh baya.

"Kami akan usahakan, tapi penyakit Arga sudah terlalu berkembang bu, harapan untuk bisa sembuh mungkin hanya sekitar 10 persen. Jika lebih cepat ditangani, mungkin tingkat kesembuhan nya bisa di jamin. Tapi tumor otak ini sudah memasuki stadium empat. Harapannya ada di anak ibu, jika fisiknya kuat maka kami bisa lebih mengusahakan lagi, tapi jika fisiknya tak sanggup mungkin umurnya tak akan bertahan lama. Maaf jika lancang bu.. Kami akan usahakan yang terbaik" Ucap dokter yang berada di depan wanita paruh baya itu.

Arga yang mendengar penjelasan dokter itu pun mematung ditempat. Tubuhnya seperti membeku.

Ditambah lagi ucapan mama nya.

Anak satu satunya?

Apa maksudnya?

Lalu siapa anak yang tinggal bersama nenek nya?

Ini harus di pertanyakan.

***

Setelah kembali ke kamarnya, tak lama pintu putih berukuran besar itu terbuka.

Menampikan seorang wanita paruh baya yang tersenyum lembut kearahnya.

"Gimana keadaan kamu sayang? " Arga membalas pertanyaan mama nya dengan senyuman.

"Udah mendingan ma" Jawabnya dengan suara parau.

"Ma.. Arga boleh nanya sesuatu? " Tanya Arga.

"Mau nanya apa? "

"Apa Gara bener bener adek aku? " Tanya Arga.

"Kamu nanya apa sih? Hm? Ya iya lah Gara itu adek kamu. Terus adek siapa dong? " Ucap wanita itu tenang.

"Kenapa umur kita bisa sama, tapi wajah kita nggak mirip? Kalau kita kembar, pasti kita mirip kan? Kalau pun nggak, pasti kita nggak seumuran kan? Ayo lah ma, jangan ada yang di tutupin lagi. Arga udah besar, dan bisa jadi ini adalah kesempatan terakhir mama buat ngungkapin yang sebenarnya" Ucap Arga panjang lebar.

"Sayang kamu -" Belum sempat wanita itu menyelesaikan kalimatnya, Arga langsung memotong nya.

"Apa ma? Plis ma.. Biar aku bisa tenang" Ucap Arga memohon.

Wanita itu menghela nafas pelan.

"Sebenarnya.. "

***

Flash back off

"Bro.. Eh malah bengong, entar kesambet lho" Ucap pria itu.

Arga tersentak, seketika ia tersadar dari lamunannya.

Pria berwajah pucat itu memaksakan mulutnya untuk tersenyum.

"Udahan dulu Dev, kayaknya gue mau istirahat dulu" Ucap Arga.

"Ya udah deh, cepat sembuh ya bro" Ucap pria itu.

"Tolong tetap rahasiain hal ini dari Rani ya. Gue mohon, gue nggak mau dia sedih" Ucap Arga sembari tersenyum.

"Siaap pak boss haha, selamat istirahat"

Cluk..

Layar handphone milik Arga menghitam.

Pria itu membuka laci kecil di samping brangkar nya.

Sebuah buku jurnal berukuran sedang tergeletak di sana.

Tak lupa sebuah pena yang ia ambil dari tas kecil miliknya.

Tangan nya bergerak membuat coretan coretan diatas kertas kecoklatan itu.

Setelah selesai, ia melipat tiga buah kertas menjadi berbentuk amplop kecil. Tak lupa ia menuliskan nama di masing masing amplop itu.

***

Malam telah tiba, pintu putih khas rumah sakit itu terbuka. Menampilkan seorang pria tampan berhody putih memasuki ruangan itu.

"Malam Ga.. Lo liat, gua bawa martabak khas cirebon kesukaan lu" Ucap pria itu lalu berjalan cepat menuju brankar milik Arga, meletakkan plastik biru ke atas meja kecil di sampingnya.

"Gue juga punya berita bagus nih, lo tau? Gue di terima buat jadi cover lagu... Ini juga berkat lo Ga, karna lo udah nyemangatin gue, thank you you you you..

Jadi martabak ini adalah hadiah buat kamuuuu" Ucap pria itu antusias.

"Ga.. Lo dengerin gue nggak sih? Ga.. " Karna tak ada jawaban, pria itu menempelkan telinganya di atas dada milik Arga.

Deg..

"Ga.. Lo jangan bercanda gini dong.. Nggak lucu tau.." Ucap pria itu.

Lalu jari telunjuknya menekan pelan leher kiri milik Arga untuk memastikan bahwa perkiraan nya tadi salah.

"Nggak... Arga ini nggak lucu... " Triak pria itu.

Karena panik, pria itu berlari memanggil dokter terdekat agar bisa menolong kakak nya itu.

Ya ia adalah Gara. Tangisan nya tak tertahan lagi.

Setelah dokter memeriksa kondisinya, dokter ber name tag Saras itu menggelengkan kepalanya.

"Nggak, nggak mungkin Dok.. Coba Dokter periksa sekali lagi, bisa aja kan salah" Ucap Gara tak terima.

"Maaf mas, tapi ini adalah keputusan yang maha kuasa. Kami juga sudah memeriksa beberapa kali, tapi hasilnya tetap sama" Ucap Dokter itu.

Gara menangis sejadi jadinya. Marah, sedih, tak terima dengan kenyataan yang pahit ini, semua teraduk dalam pikiran dan perasaannya.

'Kenapa harus berakhir, kenapa harus pertemuan terakhir? Kenapa? ' . Seakan tangisan Gara menggambarkan semua pertanyaan itu.

Ia teringat dengan buku jurnal yang sengaja ia tinggalkan di dalam laci meja kecil.

Dengan cepat ia berjalan kearah meja itu. Membuka lacinya dengan cepat.

Dan apa yang ia temukan?

Tiga buah Amplop kecil. Salah satunya bertuliskan nama ' Gara '.

Tangisannya semakin jadi, tangan nya yang bergetar menggenggam kuat amplop amplop kecil itu.

Tangan nya membuka amplop yang bertuliskan namanya itu.

Tubuhnya bergetar setelah membacanya. Isakan tangisnya terdengar memilukan.

Apa..

Apa ini?

Bab 2

"Halo Ga, ada apa nih? Udah kangen aja lu. Baru berapa jam yang lalu kita VC an. Haha emang nggak bisa di bohongin kalau gue itu emang super duper ngangenin" Ucap Devan dari balik layar handphone yang di genggam Gara.

Tangan pria tampan itu bergetar.

"Lo ada waktu? " Tanya nya dengan suara parau.

"Loh ini siapa? Ga? Bukan lo ya? " Tanya Devan kebingungan.

Gara menghirup nafas panjang.

"Kalau ada waktu kita ketemu sekarang" Lanjutnya.

"Tap-" Belum selesai kalimatnya, Gara langsung memotong.

"Rumah sakit XX lorong Melati nomor 10 lantai 2. Ada yang harus kita omongin" Ucap Gara lalu memutuskan sambungan teleponya.

Air matanya mengalir lagi, dadanya benar benar sesak. Seperti kehilangan sesuatu yang benar benar berharga dalam hidupnya.

Sementara Devan, pria itu masih kebingungan. Siapa orang yang menelponnya tadi?

Lalu, kenapa orang itu menyuruhnya keruang rawat Arga sahabatnya?

Atau jangan jangan...

Devan segera menghapus pikiran negatif nya. Segera ia mengambil jaket hitam miliknya lalu memakainya. Kopi hitam yang baru ia buat di tinggalnya begitu saja.

Hati nya menjadi gelisah karena terus memikirkan ucapan pria yang menelponnya tadi.

***

Devan kini telah sampai di depan ruang rawat Arga. Wajah nya seketika berubah ketika melihat banyak orang menangis di depan nya.

Devan dibuat semakin bingung dengan yang terjadi di tempat itu.

Sebuah tangan mendarat di pundak Devan.

"Lo Devan kan? " Tanya orang itu yang tak lain adalah Gara.

Devan membalikkan badannya kearah Gara.

"Gue yang nelpon lo tadi. Bisa kita bicara berdua? " Ucap Gara dengan suara parau.

Tanpa menunggu jawaban dari Devan, Gara berjalan meninggalkannya begitu saja.

"Tunggu!! Lo jelasin dulu apa yang sebenarnya terjadi di sini. Terus lo itu siapa? " Tanya Devan.

"Ikut gue"

***

Kini keduanya berdiri di depan jendela berukuran besar di ujung lorong.

"Gue Gara adeknya Arga. Gue... Cuma mau ngasih ini buat lo, dari Arga" Dengan tangan bergetar, Gara menyerahkan amplop kecil kecoklatan kearah Devan.

"Tunggu tunggu, ini maksudnya apa? Emang Arga kenapa? Gue masih nggak ngerti ini maksudnya apa dan gimana. Tolong jelasin ke gue" Ucap Devan.

"Arga.. Arga udah nggak ada.... " Ucap Gara dengan suara bergetar.

"Jangan bercanda.. Gue kenal Arga bahkan deket banget malah, Arga itu orang yang kuat nggak mungkin dia... Dia udah nggak ada" Tanpa sadar air mata pria tampan ini mengalir begitu saja.

"Gue juga sama kayak lo.. Hiks.. Awalnya gue nggak percaya.. Hiks.. Tapi... Tapi... Hiks... " Tangisan Gara semakin menjadi.

"Nggak mungkin Arga.. " Segera pria itu membuka amplop kecil yang di berikan Gara padanya.

Tangisan Devan kian menjadi setelah membaca surat aneh dari sahabatnya itu. Kertas yang di pegangnya itu basah dengan tetesan air matanya.

Ia berusaha tetap tersenyum, namun hati dan matanya terus memikirkan kesedihan yang ia rasakan.

"Nggak... Nggak mungkin.. Hiks.. Arga... " Devan berteriak tertahan.

Apa kabarnya dengan Gara yang merupakan orang pertama yang menyadari kepergian Arga?

Kedua nya sama sama hancur.

Hingga getaran handphone milik Arga menghentikan isakan Gara.

Air matanya terjatuh lagi ketika melihat nama yang tertera di sana.

'RANI SAYANG'

Seketika ia teringat dengan kalimat yang tertulis di kertas pemberian Arga.

'Gue tau ini sulit, tapi gue mohon.. Kalau Rani nelpon, tolong pura pura jadi gue dengan keahlian impersonate lo. Gue cuma nggak mau dia sedih'

"Apa lo tau apa yang harus gue bilang ke Rani? " Tanya Gara.

Devan hanya menggeleng kan kepala nya.

"Night sayang.. Gimana belajarnya di London? Aku kangeeennn banget sama kamu. Kamu juga kangen kan sama aku? " Tanya Rani di sebrang sana. Akhirnya setelah berfikir sejenak, Gara memutuskan untuk mengangkat telpon dari pacar kakaknya itu.

Gara mendongakkan wajahnya keatas untuk menetralisir perasaannya sekaligus suara dan degup jantung nya yang tak teratur.

"Night juga sayang. Alhamdulillah disini lancar kok, kamu baik baik ya disana. Tunggu aku pulang, aku juga kangeeenn banget sama kamu" Ucap Gara, ia memejamkan matanya, menahan agar isakan tangisnya tak terdengar. Air mata tak berhenti mengalir. Rasa bersalah seketika memenuhi hati nya.

"Syukur deh, kamu juga baik baik di sana ya sayang" Ucap Rani, wajah cantik nya tak berhenti tersenyum.

"Rani baru aja menang Olimpiade, lo tau kan maksud gue? " Ucap Devan berbisik lirih di telinga Gara.

Pria itu mengangguk paham.

"Aku tau, kamu pasti nungguin sesuatu kan? " Ucap Gara.

"Nungguin sesuatu? "

"Iya.. Selamat ya atas kemenangan dan keberhasilannya sayangku... " Rasanya semakin sesak.

"Thank you sayang... Pasti kamu tadi nonton Olimpiade aku ya? Pasti penampilan aku jelek banget... Iya kaaannnn" Ucap Rani dengan wajah tersipu.

"Nggak sayang.. Di mata aku, kamu itu yang terbaik dan terhebat. Udah malam nih, kamu tidur ya. Besok harus aktivitas lagi kan" Ucap Gara.

"Hmm... Padahal aku masih mau ngobrol sama kamu. Ya udah deh, kamu pasti juga capek kan? Aku tutup ya... Bay sayang.. Moga tidur nyenyak dan mimpi indah, muach.. " Ucap Rani dari balik handphone yang di genggam Gara.

Pria tampan itu menjatuhkan lututnya kelantai. Tangan nya mengusap rambutnya kebelakang.

"Gue bakal gantiin lo buat jagain Rani Kak... " Tubuh Gara bergetar, begitu pun dengan suaranya.

Devan merangkul pundak Gara lalu membawanya kedalam pelukan nya.

"Gue juga punya janji yang sama, gue bakal bantuin lo demi Arga" Ucap Devan bergetar.

Kedua pria tampan itu berpelukan dengan disertai linangan air mata yang terus mengalir.

***

Setelah melewati Olimpiade Musical dua hari yang lalu, Rani kembali bertemu dengan yang namanya belajar dan duduk dikelas.

Ketika berjalan memasuki gerbang sekolah, ia berpas pasan dengan seseorang yang sebelum nya tak pernah ia jumpai.

Rani yang melihat itu merasa heran, memangnya ada anak pindahan yang masuk hampir di akhir semester seperti ini?

"Rani... Lo dengerin cerita gue nggak sih ? Dari tadi gue nyerocos panjang lebar ke elo, tapi respon lo cuma diem aja? Why? " Gea Anandra. Sahabat Rani yang paling cerewet itu memasang wajah cemberutnya.

"Sorry Gea.. Tadi tuh gue sempet ngeliat orang asing, kayaknya anak baru deh" Ucap Rani mencoba menjelaskan.

"Terus hubungannya apa? "

"Ya heran aja gitu, kan kita udah mau habis semester 1. Tapi dia baru masuk, mepet banget nggak sih? " Ucap Rani dengan wajah penuh keheranan.

"Ya udah kali bukan urusan lu juga. Jadi gimana sama Arga? Dia baik kan? " Tanya Gea mengalihkan pembicaraan.

"Baik kok, dan dia juga bilang kalau semuanya berjalan lancar" Ucap Rani.

"Syukur deh. Soalnya gue pernah liat dia lagi minum sesuatu kayak obat gitu. Tapi positif thinking aja sih, mungkin itu vitamin" Ucap Gea lalu memasukkan keripik kentang kedalam mulutnya.

Teng...

Teng...

Teng...

Bel pertanda kelas pertama di mulai. Seorang guru perempuan masuk dengan pakaian khas nya.

Bu Teti, siapa yang tidak kenal dengan guru yang satu ini?

Sudah kiler, ditambah lagi dalam mata pelajarannya pasti lengkap dengan berbagai macam aturan yang ketat.

Seperti nya kali ini Bu guru kiler yang satu ini tidak berjalan masuk kekelas sendirian.

Seorang pria berkacamata dengan seragam yang sama dengan para siswa dan siswi yang berada di kelas itu tampak menguntit di belakang punggung bu Teti.

Rani yang melihat itu sontak membulatkan kedua matanya.

'Dia kan orang itu... ' batin Rani.

...****************...

Bab 3

"Tolong duduk semua nya, hari ini kita kedatangan murid baru. Silahkan perkenalkan namamu ya" Ucap Bu Teti.

"Perkenalkan namaku Raga, pindahan dari Cirebon. Salam kenal semua, mohon bantuannya" Ucap siswa baru itu lalu membungkukan tubuhnya.

Rani masih terpaku melihat siswa baru itu.

"Silahkan duduk di bangku yang kosong ya" Ucap bu Teti.

Raga berjalan menuju bangku paling belakang. Lebih tepatnya pas di belakang bangku milik Rani.

Gea yang duduk di sebelah Rani pun tersenyum senang. Akhirnya setelah sekian lama pemilik bangku belakangnya itu datang seperti musim, datang juga pemilik baru yang bisa di pastikan akan setia pada bangkunya itu.

"Wah.. Hai gue Gea, salam kenal ya. Nama lo Raga kan? " Ucap Gea sembari mengulurkan tangannya.

"I iya salam kenal juga" Ucap Raga lalu menundukkan kepalanya lagi.

"Ran, lo kenalan juga dong" Ucao Gea memaksa.

"Iya.. Hai gue Rani, semoga kita bisa akrab" Ucap Rani tersenyum sembari mengulurkan lengannya.

Raga merasa ragu untuk membalas uluran tangannya. Tapi dia ingat, ini adalah kesempatan nya untuk bisa dekat dengan wanita di depannya itu.

***

Flash back...

Gara, pria tampan itu kini tengah duduk di sofa panjang ruang kerja miliknya.

"Ini kafe lo? Lo yang bangun sendiri? " Devan yang baru saja menyusul masuk di buat kagum dengan hasil kerja keras yang sudah di lakukan oleh Gara.

"Begitulah, nggak sepenuh nya hasil kerja keras gue sih. Awalnya gue taruhan sama papa. Kalau gue nggak mau di jodohin sama anak temannya, gue harus bisa ngembangin kafe ini selama gue duduk di bangku SMA. Dan ya.. Seperti yang lo liat, gue berhasil karna ambisi gue yang nggak mau di jodohin.

Dan juga, gue udah berhasil membuat cabang nya di beberapa tempat. Papa gue sampe nggak percaya kalo gue yang ngembangin kafe ini" Jelas Gara panjang lebar.

"Hebat!! " Ucap Devan tersenyum.

"Van.. Lo bilang, lo punya rencana soal yang di tulis sama Arga. Rencana apa? " Tanya Gara.

"Hah.. Gini, gimana kalo lo pindah kesekolah Rani? Dengan begitu, lo bisa cari cara buat deket sama dia terus bisa sekaligus jagain dia. Dan kebetulan kan gue juga sekolah di sana, jadi kita bisa ngatur rencana buat kedepannya" Jelas Devan.

"Tapi gimana ya.. Arga pernah ke gue kalo di sering ceritain tentang gue ke Rani. Kalau Rani tau gue saudaraan sama Arga, gimana kalo dia nanyain tentang Arga ke gue? Gue harus jawab ap-" Kalimat Gara yang belum selesai itu langsung di potong oleh Devan.

"Nggak gitu konsepnya Gara.. Lo pake nama samaran dong" Ucap Devan sembari duduk di sebelah Gara.

"Nama samaran? Maksud lo? "

"Ya nama samaran, misalnya... " Devan terdiam sejenak.

"Raga!! " Ucap keduanya serentak.

"Nah, udah sepemikiran kan. Kita lanjut buat modif setelan lo gimana? " Kalimat pendek itu sontak membuat Gara tercengang.

"Makaud lo gimana? Ngubah penampilan gue? Hah? " Tanya Gara memastikan.

"Udah lo ikut aja. Ini demi Arga kan.." Ucap Devan.

Gara seketika terdiam mendengar kalimat terakhir sahabat kakaknya itu. Ya, dia melakukan semua ini demi kakaknya.

***

Flashback off

"Loh Ga? Kamu nangis? " Tanya Gea menyadarkan lamunan Raga alias Gara.

"Eh" Sontak Gara langsung menarik tangannya yang sempat berjabat dengan tangan Rani.

Gara langsung melonggarkan kacamatanya untuk menghapus air matanya.

"Lo nggak papa kan? " Rani memajukan kepalanya lalu memiringkannya guna memastikan bahwa pria berkacamata itu baik baik saja.

Gara mengangkat kepalanya.

Mata mereka beradu sesaat.

'Apa boleh aku menggantikan posisi Arga buat jagain lo? ' ucap Gara membatin.

"Rani sama Gea.. Tolong jangn asik sendiri di belakang sana ya... Disini masih ada ibu lho" Ucap bu Teti kesal.

Gara langsung melepaskan tatapannya dari Rani.

Rani dan Gea pun langsung terdiam dan terfokus pada pelajaran guru kiler mereka yaitu bu Teti.

***

Bel istirahat telah berbunyi beberapa saat yang lalu. Kini Gara tengah terduduk di bangku kantin bersama dua wanita yang tadi mengajak nya berkenalan lebih dulu.

Pria dengan samaran kecamatannya ini tampak canggung. Namun ia berusaha untuk membiasakan diri dengan samarannya itu.

"Untuk hari ini gue yang bakal mesenin, lo kayak biasa kan Ran? " Ucap Gea dan mendapatkan anggukan dari sahabatnya itu.

"Kalo lo Ga? Mau pesen apa? " Tanya Gea.

"Samain aja deh kayak Rani, aku juga belum tau menu yang ada di kantin ini" Ucap Gara.

"Oh oke.. Besok gue bakal kasih tau lo semua menu yang ada di kantin ini oke.. " Ucap Gea sembari meninggalkan sahabat dan teman barunya itu berdua.

"Emm.. Ga gue boleh nanya nggak? " Ucap Rani.

"Mau nanya apa? "

"Emm.. Gini, kan lo itu cowok. Jadi pasti lo tau lah kan emm hadiah yang bagus buat cowok gitu. Gue bingung mau ngasih kado apa buat pacar gue. Soalnya 3 hari lagi dia ultah. Nggak mungkin kan gue sebagai pacarnya nggak ngasih hadiah" Ucap Rani.

Gara terdiam sejenak.

'Gue bener bener ngerasa bersalah banget sama Rani, karna udah ngerahasiain semua hal yang seharusnya dia tau. Apa boleh kayak gini terus? ' Ucap batin Gara.

"Emm.. Gini Ran, pertama kamu harus pahami dulu style pacar kamu itu. Baru kamu bisa nentuin hadiah yang cocok buat dia. Aku siap buat bantuin kamu nyariin hadiahnya" Ucap Gara.

"Serius lo mau bantuin gue gitu aja? Duh sorry ya padahal kita baru kenalan tadi, tapi gue udah minta tolong aja sama lo" Ucap Rani.

"No problem Ran, toh aku juga nggak bakal rugi kan kalo bantuin kamu" Ucap Gara tersenyum.

"Oh ya, kebetulan banget tau nama lo sama nama pacar gue itu nggak jauh beda. Pacar gue Arga dan lo Raga. Kayak kebalikannya gitu" Ucap Rani antusias.

Gara hanya tersenyum. Tersenyum kecut.

"Sorry gue malah bahas yang lain hehe..

Lanjut ya..Hmm ,kalau dari hasil pengamatan gue sih, Arga itu suka warna biru. Terus suka farfum yang nggak terlalu mencolok tapi wangi nya tuh lembut. Terus dia juga-" Kalimat Rani di potong begitu saja oleh Gara. Entah apa yang ada dalam fikiran pria satu ini. Mulutnya bergerak begitu saja.

"Ngelukis, motret, gitar, ontime dan hiking. Iya kan? " Ucap Gara dengan tatapan kosong. Matanya berkaca ketika menyebutkan hal hal yang di sebutkan olehnya itu.

"Tungu tunggu.. Eee.. Kok lo bisa tau gitu sih? Atau lo kenal sama Arga? " Pertanyaan Rani membuat Gara sadar dengan apa yang baru saja ia ucapkan.

'Astaga.. Mulut.. Lo nggak bisa ngerem banget sih' Ucap Batin Gara mengelur.

"Raga.. Hei gue nanya sama lo. Kenapa diem aja? Lo kenal sama Arga? " Tanya Rani mendesak.

Gimana ini?

Jawaban apa yang harus aku kasih ke Rani?

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!