Menikahi Perawan Tua
Hujan rintik di pagi buta membuat Alisha menarik kembali selimutnya. Di tengah kesadaran dan tidurnya ia melihat jarum jam dinding masih mengarah ke angka empat. Bahkan alarm adzan subuh belum terdengar di telinga gadis itu.
Namun tiba-tiba ia terpikir sesuatu, yang membuat matanya mengerjap cepat. Ia mengambil ponsel dari samping bantalnya dan melihat tanggal di kalender menunjukkan bahwa hari ini adalah hari yang tidak ingin ia tunggu. Ya, hari ini adalah hari ulang tahunnya. Dan memang benar ia tak ingin menunggu datangnya hari ini.
Tahun ini Alisha memasuki usia kritis bagi sebagian besar kaum wanita, tiga puluh tahun. Bagaimana tidak, bayangan ulang tahun ketiga puluh membuatnya bergidik. Ia membayangkan satu hal yang pasti akan dialaminya, yakni mendapat predikat perawan tua.
Bukan tanpa alasan Alisha memikirkan hal tersebut. Selama tiga puluh tahun dia hidup di dunia ini, sekalipun Alisha belum pernah merasakan yang namanya cinta bersambut, apalagi berkencan. Semua yang dialaminya hanyalah cinta sepihak yang berakhir tragis dan menyakitkan.
Pernah satu kali semasa kelas satu di sekolah menengah pertama, dia menyukai kakak kelasnya yang duduk di kelas tiga. Ia melihatnya saat sedang kegiatan ekstrakurikuler pramuka. Sebenarnya Alisha hanya mengaguminya, sama seperti gadis kecil pada umumnya. Namun kala itu dia salah memilih teman cerita. Ia bercerita pada seorang teman di lingkungannya, yang notabene adalah teman seangkatan dari kakak kelas yang ia suka. Tentu tidak butuh waktu lama bagi kakak kelas idolanya itu mendengar curahan hatinya.
Suatu hari Alisha mendengar dari teman lingkungannya itu bahwa sang kakak kelas idola menolaknya mentah-mentah. Hal itu tidak terlalu menyakitkan karena ia memang belum mengenalnya. Namun yang lebih menyakiti hati gadis kecil itu, sang idola menolaknya hanya karena fisiknya yang tidak cantik, pendek dan berkulit cokelat dekil khas anak kecil yang suka bermain panas.
Hal itu begitu melekat di ingatan Alisha hingga usianya tiga puluh tahun ini. Bahkan semenjak itu dirinya tak pernah merasa cantik. Apalagi keinginannya masuk organisasi osis ketika SMP harus ia lupakan karena pemilihan anggota yang berdasarkan fisik. Trauma dan pandangan itu ia bawa sepanjang masa remajanya. Ia menjadi gadis yang tidak pernah percaya diri apalagi merasa cantik.
Kekuatan pandangannya sempat berubah saat dirinya berhasil menjadi anggota osis ketika duduk di kelas dua sekolah menengah atas. Karena pada saat itu sistem pemilihannya berdasarkan tes. Namun kehidupan cintanya masih sama saja, ia kalah melawan fisiknya sendiri. Setiap laki-laki yang ia suka, berujung menjauh saat tahu rupa gadis yang menyukainya.
Semua kejadian di masa lalunya membuat Alisha semakin insecure. Bahkan saat usianya telah memasuki angka tiga puluh, tingkat insecure gadis itu menjadi semakin tinggi. Selain karena fisiknya yang memang tidak sebagus orang lain, dirinya juga tidak berpendidikan tinggi. Alisha hanya memiliki tinggi 155 sentimeter, wajah dan tubuhnya tidak pernah melakukan perawatan, ditambah lagi dia hanya lulusan SMA.
Satu-satunya hal yang bisa ia banggakan adalah kemampuannya dalam membuat kue. Ia memiliki kemampuan itu tidak secara alami, melainkan otodidak. Dikombinasikan dengan kemampuan marketingnya, ia berhasil menjual produk hasil tangannya melalui online.
Dan kini Alisha telah merintis sebuah usaha katering kecil. Meski ia masih menjual produknya secara online, tetapi usahanya berkembang cukup pesat kala itu. Hingga akhirnya karena sebuah musibah, kateringnya harus gulung tikar. Pedihnya lagi, Alisha harus menanggung hutang usahanya sebesar tiga ratus juta.
Kini hidupnya berubah, bukan semakin bahagia tetapi semakin menyedihkan. Ia mengalami kebangkrutan di usianya yang kritis, sebutan perawan tua yang didapatnya, kisah cintanya yang tak pernah berakhir bahagia, dan kini masalah lain muncul saat ibunya meminta Alisha segera menikah.
"Nduk, apa kamu belum berniat menikah?" tanya ibunya lembut.
"Kalau pengen sih pengen, Buk. Tapi belum ketemu sama jodohnya" jawab Alisha yang mana tetap sama dari hari ke hari.
Dan balasan ibunya akan tetap sama juga dari hari ke hari, bahwa semoga jodohnya segera datang agar ibunya segera menimang cucu di usianya yang sudah senja.
Hal sama yang berulang setelah ibunya mendoakannya adalah Alisha yang selalu terbayang semua masalahnya. Ia sering membayangkan, pria seperti apa yang bersedia menikahinya nanti. Pria seperti apa yang mau menikahi seorang gadis yang hanya ada kekurangan di dalam dirinya.
Hal itulah yang membuat Alisha enggan memikirkan pernikahan dalam suatu waktu. Namun ia beruntung memiliki sahabat yang selalu mendampinginya di setiap ia membutuhkannya.
Sama seperti hari lainnya, hari ini pun sahabatnya berjanji akan menemaninya belanja bahan. Meski hujan di pagi hari membuatnya malas, ia harus tetap memenuhi kewajibannya mengerjakan pesanan kuenya.
***
Ting
Al, aku di depan
Setelah membaca pesan dari Nadia sahabatnya, Alisha bergegas keluar rumah. Dengan senyum simpul seperti biasa mereka saling menyapa satu sama lain. Hari itu Alisha berniat mengajak Nadia makan di luar karena sahabatnya menagih pajak ulang tahun. Ia juga berniat menceritakan kegundahannya hari itu.
"Nad, hari ini makan diluar yuk!"
"Wiihh..birthday girl, oke kita kemana?" jawab Nadia bersemangat.
Mereka memilih tempat yang biasa mereka datangi. Karena selain tempatnya nyaman, harganya juga masih masuk kantong Alisha yang mulai mengering.
Setelah belanja, mereka tiba di sebuah restoran kecil dengan konsep angkringan khas Jawa. Alisha sengaja memilih tempat yang jauh dari pelanggan lain karena dia ingin mencurahkan isi hatinya.
"Sini aja Al, kenapa mojok banget sih?" gerutu Nadia.
"Aku mau cerita, sini aja udah!" jawabnya ngeyel.
Akhirnya Nadia menuruti Alisha karena seperti ucapannya, hari ini Alisha adalah Birthday Girl.
"Bukan girl, tapi woman" sahut Alisha.
"Dih, suka suka aku lah" komplen Nadia.
Meskipun mereka sahabat, tetapi mereka selalu bertengkar atau saling sindir dan mencibir. Itu sudah hal biasa dan makanan mereka sehari-hari.
"Nad, aku disuruh nikah sama Ibuk" celotehnya tiba-tiba.
Nadia yang memang sudah terbiasa mendengar hal itu, tidak lagi merasa kaget tapi justru bertepuk tangan.
"Bagus doongg, kan itu yang kamu mau" serunya sambil menyeruput kopinya.
"Iya sih, tapi kan kamu tahu aku belum punya pacar.." suara Alisha mulai sendu.
"..dan lagi, umurku udah segini. Kamu juga tahu keadaanku gimana, apa ada orang yang mau nikah sama cewek kayak aku?"
Nadia menghentikan aktifitas makannya dan mulai mendengarkan Alisha dengan serius. Nadia memang tahu segala permasalahan sahabatnya itu. Ia juga tahu kegelisahan Alisha mengenai usianya. Bahkan ia akan jadi orang yang maju paling depan jika ada orang yang menyebut Alisha dengan sebutan perawan tua.
"Mm..ya udah, nanti aku bantu cariin deh" jawabnya asal, ia berusaha mengatur mood Alisha agar tidak cepat turun.
Dan benar saja, celotehan Nadia selalu berhasil membuat Alisha kembali menjaga moodnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments