Alisha mengajak Bian berlibur ke tempat pariwisata. Sekaligus ia ingin membicarakan soal pernikahan mereka. Alisha ingin melakukan deep talk dengan calon suaminya itu. Setelah pertemuannya dengan sang calon ibu mertua kemarin, Alisha mulai merasakan sebuah keraguan akan hubungannya bersama Bian. Meskipun Bian berkali-kali mencoba meyakinkan Alisha bahwa ibunya akan tetap merestui mereka, namun tetap saja Alisha tidak semudah itu berdamai dengan hatinya.
Bian membawanya menuju sebuah vila milik keluarganya. Vila itu masih dalam wilayah yang sama dengan area wisata yang mereka datangi. Mendengar kata vila dan tempat wisata, membuat hati Alisha berdebar kencang. Seumur hidupnya, dia hanya pernah merasakan wisata saat dirinya masih duduk di bangku sekolah.
Jika dia menghitung semua acara wisata yang pernah ia ikuti selama hidupnya, ia hanya akan mendapat angka dibawah sepuluh kali. Dan hampir separuhnya ia lakukan saat masa sekolah.
Ketika Bian mengajaknya pergi ke vilanya, ia merasa seperti akan melakukan kunjungan wisata. Sungguh konyol, pikirnya.
Selama ini Alisha hanya tahu bahwa Bian memang kaya, tetapi ia tidak pernah membayangkan bahwa ia sekaya itu. Begitu dia sampai di vila yang Bian maksud, Alisha takjub tiada henti.
Ia melihat sebuah bangunan bergaya vintage berlantai tiga yang terlihat sangat mewah. Mungkin luarnya akan nampak biasa layaknya viila pada umumnya, namun begitu Alisha memasukinya, ia serasa dibawa ke dunia lain yang hanya bisa ia lihat di film Disney.
“Masuklah!” ucap Bian lembut.
“Mm, ok”
“Istirahatlah dulu, nanti kita mulai pergi ke tempat yang kamu mau” kata Bian lagi.
Alisha hanya menurut. Bian lelaki yang sangat lembut dan hangat. Setiap dia memperlakukan Alisha dengan kelembutannya, dia selalu sukses membuat Alisha kembali jatuh cinta.
Dan setelah itu Alisha akan kembali teringat saat-saat pertama kali Bian mengungkapkan perasaannya. Setelah Bian mengajaknya keluar untuk pertama kali, Alisha seperti bermimpi. Memang awalnya ia sangat mengagumi ketampanan dan keramahan Bian saat memesan kuenya, tapi Alisha tidak berani melewati batasnya sendiri. Ia tidak mau hatinya terluka karena meletakkan harapannya setinggi langit. Jangankan membayangkan menikah dengannya, berharap dia mengajaknya hangout saja dia tidak berani.
Setelah beberapa kali mereka jalan bersama, akhirnya Bian mengungkapkan perasaannya pada Alisha. Tentu saja Alisha seperti merasakan dirinya terbang melayang menembus awan dan menyanding bintang-bintang. Ia mengakui bahwa dirinya terlampau berlebihan saat merepresentasikan perasaannya, bahkan bisa disebut lebay. Tapi ia tak peduli. Saat seseorang seperti Bian memberikan hatinya pada seorang gadis seperti Alisha, maka dia berhak untuk bersikap lebay sekalipun.
“Apa kau mau menjadi kekasihku?”
Entah berapa kali kalimat itu terngiang di telinga dan pikiran Alisha. Suaranya begitu lembut, kalimatnya begitu romantis, ditambah sikapnya yang gentle, semua sempurna kala itu.
“Ngelamun apa, sayang?”
Ucapan Bian membuyarkan lamunannya. Padahal Bian memintanya menata barang-barangnya dan istirahat di kamar, namun yang ia lakukan sedari tadi hanyalah duduk termenung dan melamun di ruang tamu.
“Hah? Oh..iya” jawabnya terbata.
“Jangan memikirkannya dulu, sayang. Semua akan baik-baik saja” ucapnya sambil mengelus rambut Alisha dengan lembut.
Alisha lagi-lagi hanya mengangguk dan menurut. Benar, ia harus mempercayai calon suaminya. Terlepas restu orang tua itu penting, pendapat calon suaminya juga sangatlah penting.
“Baiklah, aku hanya akan memikirkan hari ini dan kebahagiaanku sekarang” gumamnya.
***
Hari kedua mereka berlibur, Bian berencana mengajak Alisha ke pantai. Bian tahu kekasihnya sangat menyukai pantai. Sementara itu Alisha sudah bersiap membicarakan masalah pernikahan mereka.
Tentu saja pantai membuatnya antusias dan bahagia, namun semakin lama ia menunda membicarakan pernikahannya, Alisha justru merasa semakin tertekan. Semalam ia mencoba tidak membuang semua kegusarannya, tetapi kekhawatirannya selalu muncul kembali dan menggangguny sepanjang malam. Sebab itulah saat mereka sedang berjalan di pinggir pantai, Alisha mulai mengajaknya bicara.
“Sayang, aku mau bicara..” ujar Alisha.
“Hmm, bicaralah!” jawab Bian.
Alisha berusaha menata mood dan suasana agar Bian tidak merasa tersinggung atau tidak nyaman dengan pembicaraan ini.
“Sayang, menurutmu apa aku bisa mendapatkan hati Mama Liana?” ucap Alisha lirih.
Bian sedikit berpikir, namun akhirnya dia menjawab pertanyaan Alisha.
“Tentu saja, sayang”
“Jujur aku sangat takut dan ragu bisa melakukannya. Mama Liana sangat membenciku..” ujar Alisha.
“..aku takut kita tidak bisa bersama lagi, seterusnya..” lanjutnya.
Bian bisa melihat raut wajah sedih Alisha berikut air mata yang coba ia tahan. ia pun memeluknya dengan erat, menepuk punggung gadis itu agar ia merasa nyaman. Dan memang, setelah Bian melakukan itu, hati Alisha menjadi sedikit lebih tenang.
“Kenapa kita nggak bisa? Kita kan mau nikah, jelas kita akan bersama, selamanya”
Ucapan Bian memang menghiburnya, dan sedikit bisa membuatnya percaya bahwa mereka akan bisa menikah dan bersama selamanya. Memang sulit membuat dirinya percaya bahwa dia juga berhak untuk bahagia. Dinding yang berusaha ia lompati sangat tinggi,, dan Alisha hanya punya tangga kecil nan pendek dan terbuat dari kayu yang ringkih. Sangat rawan untuk terjatuh dan akan sulit untuk membuatnya sampai di atas. Bahkan bisa dibilang butuh keajaiban untuk itu.
***
Akhirnya liburan mereka selesai. Alisha sangat bahagia memiliki Bian di sampingnya. Meski mereka tinggal bersama dalam satu atap dan sudah berencana menikah, ia tak pernah sekalipun melewati batas. Itulah pesona Bian yang jarang dimiliki pemuda kaya lainnya. Kebanyakan dari mereka akan menggunakan kekuatan hartanya untuk memikat para gadis agar bisa memuaskan hasrat mereka. Namun Alisha tidak melihat itu sama sekali dalam diri Bian. Itu salah satu alasan Alisha takut kehilangan Bian. Gadis sepertinya tak akan mudah mendapatkan lelaki seperti Bian.
Dengan tekad dan ketakutan itulah Alisha yakin untuk meneruskan rencana pernikahan mereka, dan berusaha meluluhkan hati sang calon mama mertua.
Sepanjang jalan pulang, Alisha menemani Bian menyetir agar dia tidak cepat mengantuk. Melihat kekasihnya menyetir pulang pergi jarak jauh dan dalam waktu yang lama, membuat Alisha sedikit merasa bersalah. Seandainya dia bisa menyetir mobil, setidaknya dia bisa bergantian dengannya meski hanya sebentar.
"Maafin aku, sayang. Jika aku bisa menyetir, kamu nggak akan secapek ini” ucapnya sendu.
“Nggak apa-apa, sayang. Nanti kapan-kapan aku ajari kamu menyetir mobil, biar kalau kamu ngirim pesanan lebih mudah” jawabnya sambil memegang tangan Alisha.
Mendadak Alisha merasakan ada kupu-kupu yang menggelitik hatinya. Bagaimana bisa lelaki sekeren dan sebaik Bian jatuh cinta padanya dan hampir menjadi miliknya? Ketampanannya mendadak bertambah saat dia menyetir dengan satu tangan, karena tangan satunya tengah memegang tangan Alisha. Ia jatuh cinta lagi padanya untuk yang kesekian kali.
Bian mengantarnya pulang ke rumah dan berniat segera pergi karena saat mereka tiba, waktu sudah larut malam. Namun Ibu Indri yang tak lain adalah calon ibu mertuanya, ternyata menunggu Alisha di depan rumah. Beliau meminta Bian untuk masuk walaupun hanya sebentar. Namun dengan halus dan sopan Bian menolaknya, karena memang waktu sudah sangat larut. Ia tak ingin membuat Alisha dibicarakan tetangga karena menerima tamu pria di malam hari.
Tentu saja ibunya memahami alasan itu, sebab sebenarnya beliau hanya menjajal pendapat Bian. Ibu Indri langsung tersenyum bangga karena mendapat calon mantu yang memahami adat dan adab. Sementara Alisha malah bersikap malu-malu setelah mendengarnya. Dalam sehari entah berapa kali dia jatuh cinta lagi padanya.
Waktu sudah tepat tengah malam saat Bian tiba di rumahnya. Ia kira akan bisa istirahat dengan segera karena tubuhnya sudah sangat letih. Namun ia malah dicegat oleh Mama Liana yang berdiri di ruang tamu dengan sebuah foto di tangannya.
“Menyenangkan, liburannya?” tanyanya sarkas.
“Ma, aku capek. Aku mau tidur” jawab Bian yang tahu mamanya akan mengajaknya berdebat.
“Mama udah biarin kamu liburan sama gadis payah itu. Sekarang gantian kamu yang nurutin apa mau mama” desaknya.
“Apa nggak bisa besok aja, Ma?” tanyanya.
“Nggak!”
“Emang apa mau mama?”
Mamanya langsung menyodorkan sebuah foto seorang gadis yang tengah tersenyum dengan pose yang cantik dan elegan.
“Mama akan menjodohkannya denganmu"
Bian menghela napasnya panjang. Ia sudah menduga bahwa ini yang akan mamanya lakukan. Ia langsung tahu saat melihatnya membawa sebuah foto.
“Ma, aku sudah jelas mengatakan kalau aku akan menikahi Alisha. Jadi hentikan hal-hal seperti ini!”
“Mama juga sudah bilang akan menggagalkan pernikahan kalian kalau kamu ngeyel menikahi gadis itu” tegas mamanya.
“Cukup, Ma! Aku tidak mau berdebat lagi”
Bian meninggalkan mamanya dan langsung menuju kamarnya. Sedangkan mamanya hanya mengomel penuh emosi karena putranya malah membela gadis yang ia benci. Ia frustasi merasakan anaknya yang tidak mau menuruti keinginannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments