Bab 3

Hari yang ditunggu Alisha pun tiba. Dia sudah bersiap dan sangat antuasias walaupun hanya untuk bertemu dengan Bian, lelaki yang bahkan belum ia kenal. Didampingi Nadia, Alisha berangkat menuju lokasi yang ditentukan Bian untuk pengantaran. Begitu sampai di tempat itu, Alisha tak berhenti takjub. Dia melihat acaranya begitu mewah, dekorasinya pun demikian. Alisha merasa bangga kue yang ia buat ikut menjadi bagian dari acara mewah itu.

Tanpa menunggu lama Alisha dan Nadia langsung menuju tempat yang disediakan untuk kuenya. Ia melihat di sekeliling tempat itu, berusaha mencari Bian. Tetapi sampai ia selesai menata kue-kuenya, ia tetap belum menemukan keberadaan Bian. Alisha menjadi hilang semangat. Ia kembali pada setingan lamanya, mengubur impiannya dan kembali meyakini bahwa kebahagiaan selalu menjauh darinya.

Dengan langkah lesu ia membereskan semua peralatannya bersama Nadia. Ia sedang membungkuk memasukkan sisa alatnya ke dalam box, saat Nadia tiba-tiba berteriak kecil di depannya sambil menunjuk-nunjuk ke satu tempat. Awalnya Alisha tidak menggubris gadis itu, semangatnya sudah hilang. Tetapi Nadia masih saja heboh dengan tingkahnya.

Akhirnya dia merespon Nadia dengan tujuan agar dia berhenti menarik perhatian banyak orang. Dan ketika dia berbalik, dia melihat Bian sedang berjalan dari kejauhan menuju tempatnya berdiri. Alisha tersenyum sepersekian detik, dan justru bingung harus bersikap seperti apa.

"Hei, Al..itu Bian kan? Yang kamu ceritain" celetuk Nadia masih dengan kehebohannya.

"Kok kamu tahu? Kan belum pernah ketemu" jawab Alisha.

"Tahu aja, udah cepetan kamu beresin. Dia udah makin deket nih, tinggal sepuluh meter seru Nadia

Alisha menjadi ikutan heboh dan pecicilan gara-gara Nadia. Ia sendiri juga tidak tahu kenapa dirinya melakukan semua ini, padahal belum tentu Bian akan tertarik padanya.

Dan tibalah Bian di tempat Alisha. Sepertinya dia orang yang mudah sekali tersenyum. Setiap bertemu dengan Alisha dia selalu menyunggingkan senyumnya yang manis. Senyumnya kini telah menjadi favorit Alisha. Ia benar-benar terjatuh ke dalam pesona Bian. Entah karena dia selalu hidup tanpa cinta yang bersambut, atau memang benar dia telah jatuh hati padanya. Hatinya bergetar saat Bian tersenyum padanya. Ada perasaan bahwa senyumnya sangat tulus dan hangat.

"Kak Alisha ya?" tanyanya sopan.

Alisha sudah percaya diri bercampur heran, bagaimana dia bisa mengetahui namanya. Apa dia mencari tahu tentang dirinya. Dan baru saja ia membayangkan hal konyol itu, ia teringat bahwa namanya tertera dalam rekeningnya.

"Ahh, dari rekening.." gumamnya lirih.

"Maaf..rekening gimana kak?"

Ternyata Bian mendengar gumamannya. Alisha salah tingkah dan wajahnya memerah karena malu.

"Eh bukan kak, nggak apa-apa. Iya saya Alisha" ujarnya sambil meraih tangan Bian yang mengulur di udara menunggu disambut.

Nadia yang sedari tadi heboh, mendadak beku dan membisu melihat senyuman Bian. Dia saja yang tidak menggebu-gebu untuk menikah, terpesona melihat pesona Bian, apalagi Alisha yang dalam hatinya sudah memiliki keinginan kuat untuk menikah.

Alisha sepertinya juga sudah terjatuh terlalu dalam, ia bahkan melupakan keberadaan Nadia di sampingnya. Nadia yang memahami sahabatnya tengah kasmaran, berusaha melipir dan mengangkut box peralatan mereka. Sementara Alisha masih saja mengobrol berbagai hal dengan Bian.

"Mm, udah lama Kak Alisha usahanya?" tanya Bian kaku.

Alisha tak bisa menahan tawanya. Mendengar Bian memanggilnya seperti itu membuatnya gemas. Ia meminta Bian untuk memanggilnya dengan nama saja.

"Apa tidak kurang ajar memanggil nama saja..Alisha?"

Kali ini Alisha tersenyum lebar. Bian sungguh memikat hatinya. Bahkan mendengar ucapannya saja membuatnya tersentuh. Selain memiliki pesona yang sulit digambarkan dengan kata-kata, sikapnya yang manis dan kaya raya, ternyata Bian juga sangat sopan, lembut dan hangat. Ah, hari itu hari yang indah bagi Alisha. Hari yang mungkin hanya pernah terjadi satu kali seumur hidupnya.

***

Tiga bulan kemudian

Bian dan Alisha berencana mencari peralatan baru untuk keperluan pesanan kue Alisha. Mereka kini bagaikan layangan dengan bilah bambunya, menempel kemanapun mereka pergi.

Ya, Bian dan Alisha telah berkencan sejak pertemuan kedua mereka di venue acara yang diselenggarakan Bian. Setelah itu mereka menjadi sering bertukar pesan, lambat laun berubah menjadi telepon, dan pertemuan mereka juga semakin intens. Dari situlah hubungan mereka berubah dari konsumen dan penjual, menjadi sepasang kekasih.

Bahkan mereka sudah membicarakan masalah pernikahan. Karena sejak Bian mengutarakan perasaannya pada Alisha, gadis itu sudah memberitahunya lebih dulu bahwa dirinya tidak ingin berlama-lama pacaran. Ia ingin segera menikah. Bahkan Bian sudah mengetahui perbedaan usia mereka yang terpaut tiga tahun.

"Bi, kamu nggak malu punya pacar kayak aku?" tanya Alisha.

"Kenapa malu?"

"Mmm, karena aku lebih tua?"

Bian tertawa, sebab dia penganut ajaran klise tentang cinta tidak mengenal batas usia. Jadi begitu mendengar Alisha berkata demikian, ia justru gemas dengan kekasihnya itu.

"Kalau kamu, kenapa kamu suka sama aku?" Bian ganti bertanya.

"Mmm, karena kamu kaya?" jawabnya sambil terkekeh.

Bian dan Alisha tidak pernah bicara serius untuk hal yang ringan. Mereka selalu santai dan saling melempar candaan. Hal itu karena Bian tidak pernah mempermasalahkan apapun yang menjadi masalah Alisha selama ini. Dia tahu latar belakang Alisha, ia tahu usianya, ia bahkan juga tahu masalah hutangnya.

Yang membuat Alisha menarik di mata Bian, adalah ketulusannya. Meski dia tahu Bian orang kaya, dia tidak pernah sekalipun membahas masalah uang. Bahkan ketika Bian menawarinya uang untuk membantu membayar hutangnya, Alisha menolak. Karena itu, Bian sangat mencintai gadis itu.

Menikah? Tentu saja dia setuju. Dia tidak akan melepaskan kesempatan menjadikannya istri terlebih gadisnya yang meminta lebih dulu.

***

Mendengar putri satu-satunya sudah memiliki kekasih, membuat sang Ibu terlihat sangat bahagia. Bahkan saat didesak untuk menikah, Alisha tidak lagi merasa kesal atau insecure. Alisha dan ibunya sangat menanti waktu pernikahan mereka.

Namun berbeda dengan ibunya Bian. Ketika dia mengetahui putra kesayangannya mempunyai pacar, ia langsung melakukan pengecekan latar belakang gadis yang dipacari anaknya. Hal tersebut sangat mudah dilakukan oleh wanita yang bernama Nyonya Liana Herdianto itu.

Begitu mengetahui Alisha berasal dari keluarga miskin dan kalangan bawah, wanita lima puluh tiga tahun tersebut langsung menentang hubungan mereka. Baginya gadis yang menjadi calon istri putranya harus berasal dari keluarga yang terpandang juga. Gadis dengan pendidikan tinggi, fisik yang bagus, dan keluarga yang terhormat.

***

Bian mengajak Alisha bertemu keluarganya. Selama ini dia belum pernah memperkenalkan sang kekasih pada ibu dan adiknya. Bian belum mengetahui bahwa sang ibu telah menyelidiki latar belakang Alisha.

Namun begitu mereka bertemu, sang ibu memandangnya dari kepala hingga kaki dengan pandangan yang meremehkan. Berbeda dengan adiknya, Tsabina Adyani Herdianto, ia justru sangat menyukai Alisha.

"Kami memutuskan untuk segera menikah" ucap Bian secara mengejutkan.

Mendengar hal itu Ibu Liana langsung membelalak dan bangkit dari kursinya.

"Apa?" teriaknya.

"Kenapa, Ma?" tanya Tsabina heran.

"Mama tidak bisa menerimanya sebagai menantu Mama!" teriaknya lagi.

Bian dan Tsabina terkejut melihat reaksi mamanya. Sementara Alisha yang seperti sudah memikirkan hal ini akan terjadi, hanya bisa menundukkan kepalanya. Ia berusaha menahan buliran bening di matanya agar tak jatuh.

"Kenapa tidak bisa, Ma?" tanya Bian.

"Karena Mama tidak bisa bergaul dengan orang miskin, apalagi menjadi besannya.." jawab Ibu Liana ketus.

"..selain itu, kamu sudah Mama jodohkan dengan anak teman Mama, Bian!"

Mungkin ini pertama kalinya Alisha mengalami hal ini, tetapi ia sudah bisa menangani hatinya. Dari awal Alisha mengencani Bian, dia sudah menyiapkan diri seandainya hal ini benar terjadi. Dan ternyata dia mengalaminya.

"Ma!" teriak Bian memprotes ucapan ibunya yang menyakitkan.

"Dengar, kalau kamu nekat menikahinya, Mama tidak akan tinggal diam, Bi!" ancam ibunya.

Alisha memegang tangan yang Bian bergetar karena menahan amarahnya yang siap meledak. Dia sendiri juga menahan tangisnya, firasatnya mengatakan langkahnya akan berat ke depan.

Terpopuler

Comments

monocaaa

monocaaa

sudah kuduga,..

2023-02-12

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!