AIR MATA DIAH

AIR MATA DIAH

DUA HAL MENYAKITKAN

Membuatkan teh manis, Diah yang awalnya senyum pada ibu mertua, beringsut begitu saja.

"Ga usah buat minum manis manis, gula mahal. Emang semua enggak pake dibeli apa? udah mandul, buat susah suami seret rejeki lagi. Kalau di pikir pikir, kamu tuh istri pembawa seret rejeki loh Diah." ujar ibu mertua, membuat Diah menelan saliva terasa pahit.

"Insyallah yang sabar ya bu, mas Fariz juga bentar lagi mau interview, semoga diterima." lembut Diah.

"Alah, lembut mau gimana. Orang tiap hari minta duit aja kerjaannya, kamu juga disini beban nyepetin mata ibu, minggir sana! biar suruh Fariz cari perempuan lain, yang bisa kasih anak buat putra ibu, biasanya dia bakal lancar tuh rejekinya kalau ganti istri." oceh ibu mertua, hingga tak terlihat.

Istighfar Diah!!

Diah, diam bersabar di dalam kamar menangis, hingga beberapa jam kemudian mas Fariz pulang. Diah pun menghampirinya.

"Mas udah pulang? apa mas diterima kerja, kalau diterima kita ngontrak yuk mas. Meski petak."

"Ih .. kamu ini baru juga dateng, udah ngelantur terus."

"Mas, ibu selalu salahin aku terus seperti biasanya, meski petak kecil. Kita bisa nyaman tinggal mas, aku mohon mas."

"Diah, mas mau berangkat lagi. Lagi pula tinggal disini enak, enggak pake bayar semua biaya. Udah anggap aja angin lalu ok! mas pamit."

Diah menatap suaminya, benar membuatnya gila semakin lama.

Hingga dimana ia merapihkan beberapa uang lembar biru simpanannya yang nyelip ke dalam tas, mengekor tempat interview mas Fariz.

'Aku kasih semangat mas Fariz aja deh.' batin Diah.

Diah pun pamit pada ibu mertuanya, hingga dimana ia meminta sang ojek pangkalan, mengikuti taksi suaminya pergi.

'Dih mas Fariz, bukannya ngirit kok malah naik taksi?' gerutu Diah, membenarkan helm ojek.

***

"Mas, nambah! aku masih mau lagi!"

"Hey! sayang kita sudah lima kali melakukannya, kamu tidak capek?"

"Mas, katanya kita mau sesuatu untuk generasi baru. Setelah lahir, mbak Diah aja yang rawat. Kamu janji kan, terus lahirnya caesar!"

"Tentu sayang."

Diah bagai tersambar petir, tubuhnya kaku meleset, seperti tercongkel benda tajam. Tumpul menusuk di hati. Diah mendobrak pintu. Begitu terkejut dengan apa yang ia lihat saat ini, suami yang ia cintai sedang berselimut manja dengan separuh penutup kain.

Diah! ka-mu kenapa disini? Fariz terdiam, menutupi sebagian lekukan tubuh Mira.

"Mas, tega kamu! kenapa kamu lakukan ini semua?" teriak Diah, matanya tak bisa lagi membendung air mata dan kekecewaan.

Fariz hanya santai, mengambil kaos. Lalu memakai penutup bawah diakhiri dengan perekat pinggang, dengan santainya ia berjalan mendekat ke arah Diah.

"Jangan mendekat mas! aroma mu terlalu busuk!"

"Diah! ingat aku ini suamimu. Kamu harus nurut sama aku. Aku dan Mira sudah nikah kontrak. Mira janji akan berikan kita keturunan. Tapi aku akan berlaku adil sampai semuanya berhasil. Demi ibuku juga, biar ga ngomel terus ke kamu."

"Apa? kamu pikir dunia itu hanya ranjang saja mas. Apa kamu lupa, sudah beri apa kamu untukku selama delapan tahun ini?" teriak Diah masih mode emosi bercampur kecewa.

Fariz dengan enteng meludah di depan wajah Diah, dengan gaya petenteng kedua tangan bertolak pinggang. Dan menunjuk wajah Diah.

"Kamu lupa? delapan tahun, kamu belum memberi aku apa, tangisan anak Diah!Keluargaku sudah kebanyakan tanya! capek, aku bahkan bosan juga setiap orang dan keluarga bertanya. Yakin, kalau kamu tidak bermasalah?"

"Maksud mas, aku?"

"Yah! jelas kamu mandul Diah."

"Jadi dengan seperti ini jalannya mas?"

"Ya! kamu harus berterimakasih. Setelah Mira hamil dan melahirkan. Kita bisa bersama, kamu bisa urus fokus sama anak kita."

Mas!

Diah tak percaya, ia sudah lelah dengan urusan catering keluarga seharian, bahkan sering lembur, jarang berada di rumah. Kini harus di hadapi dengan tingkah pola pikir suaminya yang tidak matang. Terus terang Diah lah yang selama ini mengurusi seluruh kebutuhan hidup.

Bahkan ibu mertua Diah, ia tahunya jika uang bulanan delapan juta untuk menafkahi dan menyekolahkan adik suaminya itu, dari jerih payah anaknya selama ini. Padahal Diah lah semuanya, bahkan tagihan air, listrik dan gas yang sering membludak setiap bulan. Belum lagi di rumah itu ia tinggal, dengan mertua dan adik ipar yang jaraknya sepuluh meter di batasi tembok menjulang.

Diah terkadang sering lelah, untuk patungan seluruh tagihan di rumah ibu mertuanya, meski sedikit kadang sering gantian. Tetap saja perlakuan ibu mertua selalu menyalahkan Diah.

"Cukup mas! kalian lanjutkan saja. Aku capek, aku perlu memutuskan semuanya." isak tangis Diah, pergi.

Di Rumah.

Diah masih tak bisa memikirkan hal, sepulang catering daily. Ia tak ingin makan, hanya karena mengingat mas Fariz. Tapi begitu sampai rumah, makanan yang ia beli, begitu saja basi dan tak berselera. Apalagi mas Fariz ikut pulang, membawa wanita itu dan gamblang mengenalkan pada ibu mertuanya.

"Eh ini yang kamu bilang Fariz, bawa ke kamar tamu aja gih!" ujar Ratna.

"Apa ini balasannya untuk aku mas. Aku mengabdi dan berusaha menjadi istri terbaik. Apa itu kurang?" lirih Diah, ia menutup kuping karena ******* itu kembali terdengar dengan jelas di sebelah kamarnya.

Sehingga Diah kembali teringat memori dirinya bersama Fariz pertama kali bertemu.

Sembilan tahun yang lalu, Diah sendiri tidak tahu siapa laki laki yang menolongnya di cafe. Ia hanya bisa terisak menelan kesakitan, kepahitan dalam kelingkungan. Karena saat itu Diah pertama kali putus cinta, di tinggal mengajar ke negri sebrang, dalam waktu yang cukup lama.

Kekasihnya dulu adalah seorang anak pengepul besi borongan. Ia mendapat beasiswa sampai ke negeri tetangga. Hingga kala itu ia memutuskan hubungannya dengan Diah, demi mewujudkan impian terbesarnya yaitu sukses.

Diah sendiri tak menyangka bisa terkecoh dengan aksi Fariz yang menolongnya. Seiring waktu perasaan itu berubah dan menerima kekurangan Fariz suaminya, kala Fariz melamarnya secara kagum, dan sederhana.

Satu tahun menikah, barulah Diah tahu sifat asli kelakuan Fariz yang semakin nyata. Sehingga ia harus menopang tetap bekerja. Belum lagi manja, kala setiap masalah ia harus mengadu pada ibunya. Yakni ibu mertuanya.

Diah pun langsung tertidur, akibat sembab tangisan kesedihan yang bercampur.

Namun ketika esok pagi, Diah terkejut kala matanya berusaha membuka, suaminya sedang mengambil beberapa pakaian kemeja yang menggantung.

"Mas, kamu mau kemana, bawa koper?" tanya Diah, yang bangkit dari ranjang kasur.

TBC.

Terpopuler

Comments

Miss GH

Miss GH

Hello perdana kita buat cerita super emosi, yuks jejaknya! Jangan lupa masuk rak ya all.

2023-02-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!