"Mira pergilah, aku ingin bicara empat mata pada istriku!" ujar Fariz mengusir, dan Mira mengambil tasnya pergi lewat pintu belakang.
Beberapa saat kamar itu hening saling diam, dan mereka memulai bicara.
"Mas, kenapa kamu balas aku seperti ini?"
"Diah, aku menyukai Mira karena dia rapat. Aku merasakan sensasi baru karena dia masih segel. Lagi pula, aku sudah teken kontrak agar dia hamil. Anaknya kita yang rawat, bagaimana. Solusi tepat bukan, agar keluarga kita tak berkicau terus." jelas Fariz.
"Mas, kamu tau kan soal Kiaz?"
"Tentu! kakak dari mantan kamu itu kan, Diaz soleh tapi Kiaz sangat brandal. Beruntung kamu aku nikahi, aku tutup aibmu. Maka kamu tutub aibku dengan Mira. Ini demi kebaikan kita."
Diah sangat menyayangkan, kala Fariz dengan mudah bicara begitu saja dengan enteng. Apalagi memintanya tak masuk akal, meminta Agar Diah menerima dengan kemauannya.
"Maksud kamu seperti apa mas?"
"Bodoh! tentu kita buat Mira melahirkan. Dan ini sudah bulat, tetaplah baik baik saja Diah!"
Jelas Diah, ia melihat Fariz keluar dari kamar. Sehingga ia hanya bisa terdiam pilu. Tega sekali mas! kamu tidak menatap dan melihat aku yang sakit begini.
"Apa seorang istri, harus selalu mengikuti kemauan suaminya?"
"Itu pilihanmu, rahasia mu ada padaku." ujar Fariz dengan enteng.
KE ESOKAN HARINYA.
Diah yang masih libur bekerja catering, ia segera menatap pesan guna mendapat kabar baik. Tapi Fariz setelah memakai dasi, ia meminta Diah untuk menjaga rumah.
"Diah.." teriak Fariz.
"Ya mas, aku sedang cuci piring."
"Tolong bantu aku, rapihkan!" teriak Fariz.
Sehingga Diah menceritakan hari ini sedang tidak enak badan. Tapi kala ia meletakan ponselnya, ia ingat momen dirinya bucin dan manis pada masa lalu dirinya dengan Fariz.
Belum lagi Diah sangat bahagia, menurutnya tidak ada pria sebaik Fariz, yang mau menerimanya tidak suci karena sebuah kecelakaan, yang ibu bilang Diah kecelakaan karena bersepeda, membuat se-la-put da-ranya robek, itu adalah diagnosa. Tapi bagi Fariz, Diah tidaklah segel.
Diah merasa ingin sekali bicara pada sang ibu, tapi ia cukup tidak berani, jika kelak masalahnya akan besar tercium oleh keluarga. Bahkan nama baik keluarga dan mertuanya akan hebat marah.
Diah juga melihat sebuah foto pernikahan tujuh tahun silam. Ia ingat pertemuan dirinya dengan Fariz seperti tidak punya pikiran. Sama sama dalam pengaruh.
Di cafe Diah bersama Fariz, kala itu.
"Kamu mau apa, Fariz?" sorot mata Diah sedikit menyingkirkan tubuhnya dalam genggaman tangan Fariz yang menyentuhnya.
Tatapan mereka saling dekat, Diah memang mencoba menetralisir agar ingatannya adalah dendam tak akan berhubungan dengan sang mantan. Namun itu membuat Fariz sepupunya mengejar Diah.
Lalu benar meninggalkan. Tapi ketika wajahnya hanya beberapa centi saja, Fariz memiringkan pandangannya pada wajah Diah. Bibirnya membuka dan satu tangan menjaga sekedar menahan di rak lemari, sementara satu tangan lagi kembali menarik ke bawah pinggang Diah pada tubuhnya semakin dekat.
"Hentikan! jaga sikapmu Fariz!" sinis Diah, ia segera bangkit setelah tubuhnya menurun dan berhasil lepas dari lingkaran Fariz yang membuat jantungnya berdebar.
"Kamu mau kemana Diah? aku belum selesai bicara loh?" goda Fariz.
"Aku mau ke kamar mandi, kamu pergilah dari ruangan ini!" teriak Diah, menutup pintu kamar mandi dan menguncinya.
Bagaimana bisa aku pergi, ini usahaku mencari uang, juga di sana kamarku! Fariz merebahkan tubuhnya lebar dengan posisi celentang di tengah tengah sofa. Ia begitu lucu mengingat jelas, kala di mata Diah itu ada rasa cinta padanya.
'Wanita sekarang itu sangat munafik, jual mahal. Tapi aku suka, kenapa aku baru sadar dia cantik?' rona Fariz yang mengigit bibir bawahnya.
Sementara Diah, ia masih mengerjapkan kedua matanya. Seolah ia salah jika itu bukan cinta. Debaran sisi jantung Diah masih terasa, saat Diah meletakkan salah satu tangannya.
Dasar Fariz gila! dia benar benar membuat aku sulit. Kenapa aku seperti ini padanya. Tapi dia itu benar benar serius kan? Jika pria itu kembali menyakiti, seperti kerabatnya bagaimana? Benak Diah bertanya tanya.
Beberapa puluh menit kemudian. Saat Diah selesai, ia segera membuka pintu, tapi matanya dikejutkan dengan tatapan punggung pria tanpa alas pakaian. Itu adalah Fariz yang memakai boxer saja, mengganti pakaian dengan piyama.
Bodohnya lagi Fariz dalam pengaruh obat, ia berlaku aneh jika ruangan kerja seperti kamarnya. Fariz membuat senyuman miring kala menyadari jika, Diah dibelakangnya sedang terpana.
"Kamu terkejut, berdetak hatimu bukan?" lirih Fariz.
"Kenapa diam, baru sadar ya liat punggung malaikat? mulus, bersih dan cool?" melirik Diah tidak melihatnya.
"Apa yang kamu pikirkan, lebih baik berganti pakaian di tempatnya. Ingat kita itu apa?" lirih Diah, guna Fariz memakai kembali pakaian, karena mereka saat itu masih dalam ruangan kerja.
"Ki-ta itu a-pa? kita itu akan jadi suami istri, apa perlu aku tunjukan padamu! aku berhak atas dirimu, jadi jangan bicara aku dan kita itu siapa. Jika itu kamu ucap lagi ya Diah, aku tidak tahu. Apa aku bisa menahannya atau tidak!"
Ciiiih! gila. Decih Diah menyingkirkan matanya agar tak terlalu menatap punggung calon suaminya itu.
Benar saja ia memang pria yang perfect. Tapi jika sikap dan gayanya bukan malaikat. Melainkan iblis menjelma kesasar di lembah hutan.
"Apa, kamu bicara aku, iblis kesasar di lembah hutan?" tanya Fariz mendekat ke hadapan Diah.
"Apa maksudmu Diah?" tanya kembali Fariz meraih tangan Diah.
"Kau itu sering sekali berganti wanita, dan berganti belantara hutan yang kau cicipi sangat banyak. Jadi apa! jika bukan iblis yang ke sasar di lembah hutan?!" cetus Diah.
Diah segera pergi dan lebih dulu keluar. Ia tak sanggup rasanya berada di dalam ruangan cafe bersama Fariz. Terlebih Fariz membuat dirinya tidak karuan, bisa mengapung terbang tinggi. Bisa juga terjun bebas tanpa peringatan.
Sementara Fariz tersenyum, memiringkan bibirnya kala mulut Diah bicara lantang seperti tadi.
"Ok! fix kamu cemburu padaku Diah." lirih Fariz lalu mengekor langkah Diah. Yang berlari menjauh.
"Tunggu Diah! aku seperti ini karena menyukaimu! menikahlah denganku. Percaya padaku Diah! kita akan memiliki keluarga bahagia."
Itu adalah penggalan kata kata akhir Fariz terhadap Diah. Yang sangat di sayangkan, ketika Diah harus bisa melihat suaminya kembali gila dengan wanita lain. Yang saat ini dekat dengan wanita bernama Mira.
Makan Malam.
"Hallo sayang! Mama pikir kalian kebablasan ga jadi makan malam?" sindir Mertua Diah.
"Mama suka banget sih goda pengantin. Diah kan baru aja beberapa hari menjalani kuret. Mana bisa Fariz ..?" bisik papa mertuanya.
"Pah, mama itu tahu. Fariz ga jauh beda kaya kamu dulu. Buktinya mama baru beberapa hari lahiran, kamu udah minta jatah."
"Tapi itukan enggak menyentuh apem basah Mah! Papa waktu itu .." terdiam mertua Diah, kala melihat Diah berdiri dengan tatapan aneh.
Diah semakin pilu, kebahagian mertuanya memang sempurna. Orangtua mas Fariz menginginkan cucu dari putranya, tapi setelah kuret saat itu Diah merasa gagal, hingga pernikahan kedelapan belum juga di karuniai mongmongan.
'Apa aku harus terima, jika mas Fariz memaduku demi seorang anak darah daging mas Fariz?' batin Diah.
TBC.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments