"Diah, nih kamu pulang kerja belanja ini. Jangan itungan, nanti kamu minta sama Fariz buat gantiin uang belanjanya ibu!" cetusnya, membuat Diah merenung catatan gulungan itu.
"Bu, frozen lima macam, dua pack ukuran 500 gram, ayam 1kg, daging 1kg, dan sayuran serta bumbu ini. Emang mau ada acara?" tanya Diah.
"Ga usah protes, buat bekal di rumah selama seminggu itu!"
Deg.
Terdiam Diah, tak bisa berkata kata.
"Bu tapi Diah enggak bisa belanja banyak, uang Diah enggak cukup."
"Pinjem sama temen kamu, kamu ganti pake uang kamu kerjalah, bodoh banget sih! sama mertua kok itungan, lupa ibu kamu datang kamu masak apa aja berapa hari ini?"
"Iya bu."
Diah malas berdebat, padahal ibunya datang hanya menggoreng nugget yang beberapa potong, tapi gantinya benar benar di luar dugaan.
'Adakah ibu mertua berhati malaikat yang benar tulus?' batin Diah beranjak kerja.
"Kamu kok lebih sering ngelamun Diah?" tanya Mia.
"Entahlah, akhir akhir ini catering makin banyak kita keluar kota, belum lagi masalah ..?"
"Masalah apa?" lirih Mia, mendekat ke tatapan Diah.
"Mi, kalau gue punya temen nih. Dengerin ya, aku mau cerita tolong dijawab!"
"Ya! aku dengerin kok Diah. Kayak penting banget sih, soal manager kita bukan? kamu cerita kaya antrian pemerintah deh, serius." ungkap Mia.
"Serius aku tuh, kamu becanda aja deh."
"Ok! ok sip." Mia melebarkan kuping sebelah kiri, lalu menyelipkan poninya ke telinga.
"Kalau seorang suami pengen punya anak dari darah dagingnya sendiri, terus dia program dari wanita lain, terus dia itu udah nikah kontrak. Hukumnya gimana ya? terus kalau udah terlanjur tahu, mending bertahan atau pisah?"
Gleuuuk!
"Berat ini sih, emang tuh bini ga bisa program bayi tabung apa? kan banyak, tetap aja sih tuh anak bakal ribet buat urus sesuatu data kalau udah lahir. Ga kuat juga, kasian anaknya tuh. Tunggu! Diah, ini bukan kamu kan?" tajam Mia menatap sahabatnya itu.
"Buuh, bukan lah! biasa seseorang kemarin nanya sama gue. Tapi gue sendiri ga bisa jawab, tau sendirilah gue takut kalau bawa bawa agama, apalagi dalil yang gue sendiri masih minus."
"Mangkanya lo cari laki jangan model ganteng aja Diah! setidaknya bisa bimbing lo, eh tapi sekarang yang berilmu juga banyak menyalahgunakan. Hanya beberapa oknum aja sih, kaya misalkan tahu lah ya. Nikah sama janda bening, bukan menolong tapi tertolong. Dan ..,"
"Hey! kembali ketopik Mia!" cetus Diah.
"Eh ya, jadi merembet aku tuh, kalau ghibah ni. Gini ya! gue juga masih ga terlalu paham, tapi dikit. Yang jelas, Akibat hukum anak yang lahir dari perkawinan kontrak adalah anak tersebut dianggap sebagai anak luar kawin yang hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya, hal ini sesuai dengan pasal 43 undang undang Perkawinan."
"Serius, sama aja kaya nikah siri dong?"
"Yups! mending lo tanya ustad, kan pinggir gang lo tuh ada ustad terbaik kan. Napa ga nanya aja sih?"
"Duh! kalau ada, pasti gue udah tanya samperin. Mana boleh, ustad muda mau di samperin ke rumahnya. Yang ada nanti kena mental." cetus Diah.
Maksudnya? Mia menatap diri Diah, dan berkata dengan tegas. "Kamu pake baju gamis, jangan baju kerja super ketat kaus putih rok hitam pendek Diah!" cengingis Diah dan Mia.
Tak lama, manager datang. Sehingga tatapan Diah dan Mia kembali menunduk. Manager Ifan membuat gercep Mia dan Diah kembali melakukan tugasnya masing masing.
Diah kembali berkerja tapi pikirannya, benar benar teringat Fariz. Dia tahu, saat ini bimbang, tapi jika ia berpisah mertuanya juga pasti tidak akan pernah mengerti.
Diah akhirnya berencana menghubungi mertuanya, rasa sakitnya sangat tak tahan, mungkin dengan bicara dengan sang mertua, Diah mempunyai jalan. Meski kemungkinan terjadi pisah yang tak mungkin Diah kuat.
\*\*\*
SAUNA BERSAMA MIRA.
Hingga berlalu menikmati. Fariz pun mendekati Mira yang sudah berendam air susu di bathroom. Memperhatikan istrinya berdiri pindah dengan air shower dan busa. Bahkan wangi bunga aromatheraphy.
Ketika hampir selesai, ia mengambil helaian handuk dan mematikan shower. Perlahan Mira mengeringkan tubuhnya. Wangi, halus dan mengkilat. Serta rileks fresh yang penat terasa ringan, setelah memanjakan perawatan.
Ketika itu pun Fariz sudah berada di belakangnya memegang erat pinggangya,
sudah tak bisa dipungkiri apa yang terjadi karena mereka normal.
"Mas, istri kamu ga apa? kalau mas selalu sama aku?"
"Diah! dia itu sibuk, mana sempat dia perhatiin aku, keluargaku hanya ingin keturunan. Jadi kita fokus pada cinta kasih kita, soal Diah urusan nomor dua." jelas Fariz.
"Jadi nomor satu siapa, Mas?"
"Kamulah Mira sayang." mengigit telinga Mira, dengan gelak canda.
CATERING.
Di satu sisi Mia menatap Diah yang sering melamun, saat mereka telah berada dalam loker.
"Diah, apa pemandangan ini kamu menyukainya?" tanya Mia.
"Aku, jujur ini pertama kalinya aku keluar kota, luar negri juga berkat pak Ifan. Manager yang amat baik. Aku ga nyangka aja sih, semenjak catering penerus keluarga di ahlikan sama dia, kita punya job sampe keluar kota."
"Bener, tapi sayang kayaknya pak Ifan stres deh."
"Soal apa lagi?"
"Istrinya kayaknya ada masalah gitu, masa waktu itu aku pernah liat istri pak Ifan jalan sama cowo."
"Sssh! udah ah, jangan ghibah mulu." ucap Diah sambil tertawa renyah.
Sementara Ifan datang dari berbagai arah, benar saja tatapannya rumit. Lalu dengan mudahnya tersenyum kala terlihat karyawan menatap juga menyapanya.
"Diah, bisa bantu saya! tolong ke ruangan saya sebentar ya!" ucap Ifan.
"Bisa pak!"
Begitu pun Mia pamit lebih dulu, Diah berjalan lewat beda arah. Tatapan karyawan selalu saja membisu ketika melihat Diah selalu di andalkan.
"Diah terus ya guys. Pasti pake jurus kilat terbang." ucap geng pantry.
Mia yang mendengar, langsung menebas omongan mereka semua. Karena Diah, tandanya dia kerjanya lebih baik. Sementara salah satu tak mau kalah, menjawab penjelasan Mia.
"Yeeh! lo juga iri kan, temen loh lebih mengapung dari lo." ucap Sita.
"Dasar udik, tukang iri mana bisa lo naik jabatan, pantry aja belagu." sebal Mia meninggalkan lebih dulu untuk pulang.
Sesampai Diah di ruangan manager, terlihat wajah muram Ifan yang kembali terlihat suram. Lalu ia mengetuk pintu dan menanyakan perihal pekerjaan apa yang ia lakukan saat ini.
"Permisi pak!"
"Masuk aja Diah! ini saya udah kirim berkas ajukan, semoga kamu bisa ikut kali ini."
Diah menatap berkas kuning, lagi lagi itu jadwal catering di kota solo selama tiga hari, dan bandung selama lima hari.
"Ah! rasanya baru kemarin saya pulang, jadi saya harus pergi lagi pak?"
"Kamu keberatan, akhir akhir ini saya juga tidak bertemu istri saya. Berat pekerjaan kita, tapi mau gimana lagi. Tidak ada karyawan sekompeten sepertimu Diah. Belum lagi maaf ya! keluargamu mendirikan semua ini, namun akhirnya maaf! tapi setelah kita berusaha harum lagi dan ini rejeki Diah."
Diah termenung, jujur saja mungkin dengan ia meninggalkan dan sibuk. Kesedihan dirinya akan di ahlikan kegiatannya.
"Diah, kalau kamu keberatan. Aku suruh Mia cari seorang yang bisa menemani saya juga untuk mengurusnya."
"Mia ikut pak?"
"Ya! kalau kita berdua, yang ada isu semakin lebar Diah."
"Baik pak! saya ambil, kalau begitu saya bawa map ini. Saya tandatangani segera ya pak." senyum bahagia Diah.
Ifan segera mengangguk, namun terlihat jelas sebuah pesan yang membuat Ifan mendengus nafas, sehingga saat itu Diah merasa tersinggung.
"Kenapa pak, apa saya salah?"
"Ah! tidak Diah. Akhir akhir ini saya lelah, karna isu istrinya jarang di rumah dan punya selingkuhan. Astagfirullah! Lupakan soal saya bicara tadi. Kamu bisa pulang jika sudah selesai!"
"Baik pak." pamit Diah.
Diah yang keluar dari ruangan manager, benar saja setelah ia tidak sibuk. Pikirannya kembali dengan nama Fariz suaminya.
'Mas, aku sangat sedih. Tapi kenapa kamu ga bisa mengerti pengorbanan aku?' batin Diah, ingin sekali ia menjerit untuk meluapkan kekecewaannya.
Tapi dengan Diah gila kerja, ia bisa menghandle segala tagihan rumah ibu mertuanya, bahkan melupakan sikap Fariz yang telah menikah kontrak.
TBC.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments