Naksir Berat Bos Ganteng, Yang Sakit Asma
Pagi itu, jalanan masih lengang saat aku pergi ke tempat kerja. Lalu lalang masih sepi. Aku Sensi Vera (24 tahun) bekerja di salah satu perusahaan percetakan kertas ternama di kotaku.
PT. Kertassindo Gemilang, merupakan perusahaan tempat aku bekerja empat tahun yang lalu sampai sekarang, sebagai staff administrasi.
Hari ini Leader timku, Kak Tari, menyuruhku datang lebih awal. Entah apa alasannya aku tidak mengerti. Daripada dia ngomel, alangkah baiknya aku turuti perintah Leaderku yang agak bawel itu.
Karena keadaan masih lengang, aku menjalankan motor maticku dengan kecepatan diatas rata-rata. Kendaraan lalu lalang masih jarang. Tidak ada hambatan yang berarti. Namun secara tiba-tiba kejadian mengejutkan membuyarkan fokusku.
"Cekittttt!"
Bunyi ban motor maticku bergesekan dengan aspal membuat telinga seakan pekak saat aku menghentikan secara mendadak laju motorku.
"Hah ... hah .... " Aku mengatur nafas yang tersengal, berlomba-lomba dengan decitan rem dadakanku.
Aku panik dan merasa dihentikan mendadak. Rupanya di depan, kurang lebih tiga meter dari jarak aku menghentikan motor, ada seseorang yang sengaja melambai-lambai tangan menghentikanku.
Heran dan sedikit kaget, aku turun dari motor dan menghampiri orang itu. "*Siapa ya? Kenapa* *menghentikanku, jahat nggak sih orangnya? Ihhhh* *serem*!" Hatiku bertanya-tanya penuh rasa penasaran dan takut. Ketika jarakku kurang lebih satu meter, aku terperanjat dibuatnya. "Pak Rangka!" pekikku tidak menyangka. Rupanya orang yang menghentikanku adalah Pak Rangka Bos di tempat aku bekerja.
"Pak Rangka, Bapak kenapa?" tanyaku pada lelaki berumur 35 tahun itu sambil meneliti keadaan yang sebenarnya. Lelaki dewasa yang tampan dan wangi itu seperti orang kepayahan. Wangi parfum dan wajah tampan mirip Lee Min Jo itu seketika mampu menghipnotisku. Aku menyesap wanginya sampai menyuruk lubang hidungku.
"Hac hemmmm." Tiba-tiba aku bersin saking asik menghirup wangi parfum milik pria tampan di hadapanku itu.
"Ka-kamu, to-tolong saya, hah, hah, belikan ini ke apotek terdekat, hah, hah, cepat!" ucapnya terbata dan tersengal, suaranya lemah dan nafasnya pendek cepat, memberikan sebuah cangkang sepertinya cangkang obat inhaler.
Aku yang masih belum fokus spontan meraih cangkang obat bersama tangannya Pak Rangka yang secara tidak sadar ikut tertarik.
"Ehhh, waduh ... maaf Pak!" ucapku tersadar sembari melepas jemari Pak Rangka yang halus itu kembali ke pemiliknya. Sesaat aku terpana dengan sentuhan halus di telapak tangannya, yang jika dibandingkan denganku jauh beda.
Aku diam sejenak, panik dan bingung. Sebetulnya aku ingin membawanya ke RS atau klinik terdekat supaya sakitnya Pak Rangka bisa ditangani.
"Sa-saya minta tolong, belikan inhaler itu ke apotek terdekat. Cepattt, saya tidak kuat!" ulangnya lemah dengan nafas yang sesak dan tersengal.
"Ba-baik Pak, akan saya laksanakan. Bapak tunggu, ya, bapak tahan sakitnya, saya akan mencari inhaler yang bapak maksud," sahutku setuju dengan keadaan yang tidak kalah panik.
Dengan tergesa aku menghampiri motorku dan menyalakannya. Motor pun melaju menyusuri jalanan yang masih lengang, dengan kecepatan di atas rata-rata. Rasa khawatir begitu besar dalam dada, Pak Rangka yang merupakan pemilik PT. Kertassindo Gemilang itu memang santer diberitakan memiliki penyakit. Dan aku baru yakin, hari ini menyaksikan Pak Rangka sedang kesakitan.
"Duhh, bagaimana ini? Semoga Pak Rangka kuat dan di depan sana ada apotek 24 jam yang buka," harapku. Setelah 15 menit menyusuri jalanan, akhirnya aku menemukan apotek yang sudah buka. Kebetulan letak apotek itu bersebelahan dengan klinik. Segera aku menghampiri apotek itu dan langsung menunjukkan kemasan inhaler yang diberikan Pak Rangka tadi.
"Permisi, Bu, saya cari ini," tunjukku pada botol yang kubawa.
"Ohhh, sebentar ya," sahutnya sembari beranjak. Tidak lama Ibu tadi menghampiriku, menunjukkan inhaler yang sama dengan kemasan yang aku berikan tadi.
"Maaf, ini inhaler yang sama seperti yang saya bawa, kan, Bu?" tanyaku penasaran.
"Iya betul, Mbak, ini kemasan baru," jelasnya.
"Ohhh, begitu ya, Bu? Minta air mineralnya juga satu, ya, Bu!" pintaku.
"Baik, tunggu sebentar, ya!" jawab Ibu Apoteker itu ramah.
Tidak lama dari itu, Ibu tadi menghampiri dan memberikan satu botol air mineral. "Berapa?"
"Sembilan belas ribu," sahutnya. Aku segera memberikan uang hijau satu lembar tanpa menunggu kembalian.
"Kembaliannya, Mbak!"
"Tidak usah, Bu, terimakasih," ucapku dan beranjak menghampiri motor yang segera aku nyalakan.
Motor menyusuri jalanan tadi, menuju Pak Rangka berada. Aku berharap Pak Rangka bisa bertahan sampai obat ini bisa diminumnya. Dengan kecepatan yang tinggi aku jalankan motorku. Cukup lima menit akhirnya aku sampai di tempat Pak Rangka menunggu.
Aku segera memarkirkan motorku di tepi jalan, lalu turun dan tergesa menghampiri Pak Rangka yang kini tengah berada dalam mobil dengan kaki menjuntai ke bawah. Posisinya sungguh memprihatinkan, Pak Rangka memegangi dadanya dengan nafas yang sulit diatur.
"Ini Pak, ini inhalernya," sodorku gugup ke tangan Pak Rangka. Pak Rangka meraih inhaler yang tadi telah aku buka segelnya dengan tangan bergetar. Melihat hal itu aku berinisiatif membantu memegangi inhaler yang sudah dipegang Pak Rangka.
Pak Rangka menerima bantuanku dengan pasrah. Saat ini jarak aku dengan Pak Rangka begitu dekat, sehingga wangi parfum itu langsung menyuruk lubang hidungku.
"Srot, srot." Bunyi inhaler disemprotkan ke dalam mulut Pak Rangka. Rupanya ini jenis inhaler semprot, bukan isap.
Dengan keadaan kami yang sedekat ini, jantungku sungguh tidak bisa diajak kompromi, dia malah berdetak sangat kencang. Otomatis suara detak jantungku terdengar oleh Pak Rangka. Duhhhh malunya. Belum lagi pemandangan yang tepat di depan mata, wajah Pak Rangka rupanya dari jarak dekat sungguh luar biasa tampannya tanpa cacat dan komedo atau pori-pori besar. Aku sungguh menikmati wajah tampan mulus yang tidak kalah dengan Le Min Jo artis Korea itu. Sehingga tanpa sadar aku memejamkan mata saking terpesona akan ketampanan wajah Pak Rangka.
"Kamu kenapa?"
Tiba-tiba suara ngebass ciri khas Pak Rangka terdengar begitu jelas dan tegas. Sepertinya Pak Rangka telah kembali pulih dari sakit sesak nafasnya tadi. Seketika aku kaget dan terperanjat saat Pak Rangka menyadarkan aku dari imajinasi liar akan keterpesonaanku atas ketampanan wajah Pak Rangka.
"Eh, oh ... i-ini Pak, saya sedang menikmati udara segar di pagi ini. Selain masih segar, rupanya sangat mempesona alamnya. Karena masih pagi dan belum banyak pencemarannya," jawabku asal dan gugup.
Bersamaan dengan itu Pak Rangka mencoba memindai tubuhku dari atas ke bawah, seakan mencoba mengingat-ingat sesuatu yang ada dalam diriku.
"Apakah kamu kerja di PT. Kertassindo Gemilang?" Pak Rangka tiba-tiba bertanya dengan raut wajah kaget.
"I-iya, Pak!" jawabku pendek juga terbata.
"Nama kamu siapa?" tanyanya lagi dengan nada yang tegas, tidak seperti tadi sebelum menyemprotkan inhaler.
Tokoh-tokoh:
Rangka Baja (35)\= Pemilik Perusahaan Kertassindo Gemilang
Sensi Vera (24) \= Gadis cantik, muda, baperan, jomblo, dan sedikit kocak.
Cakar Besi (34) \= Asisten si jomblo akut
Koral (28) \= Sekretaris Pak Rangka
Catly Baja \= Gadis kecil anak Pak Rangka
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Pa Muhsid
seperti di toko matrial
2024-02-21
1
Erny Kurniawati
tokohnya dari bangunan semua
2024-02-21
2
Juragan Jengqol
kirain baja ringan
2024-01-15
1