Aku berlari kecil menuju ruanganku yang berada di lantai tiga melalui tangga darurat. Sementara jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 7.50 menit. Ternyata aku terlambat banyak, waktuku habis di jalan dan bersama Pak Rangka hampir satu jam lima belas menit.
"Mampus nih, alamat dimarah habis-habisan sama Kak Tari," keluhku dalam hati. Wajahku yang klimis kinyis-kinyis saat keluar rumah kini kusut semrawut gara-gara telat masuk dan memikirkan Kak Tari yang akan marah. Kudu menyiapkan mental baja nih demi menghadapi kebawelan Kak Tari.
Tiba di ruangan, Kak Tari sudah mencak- mencak kesal saat melihatku. Dia berdiri didekat mejaku sambil menyimpan tumpukan map yang sudah pasti harus segera aku selesaikan. Betapa sialnya aku hari ini.
"Sensi, kamu datang seenaknya, ya. Sudah saya suruh datang lebih awal, ini malah datang seperti jam biasa. Apa kamu tidak mendengar perintah saya kemarin? Atau kamu sengaja ingin membantah saya?" sentak Kak Tari sambil berkacak pinggang dengan mata yang sedikit keluar. Aku langsung gentar dan ciut melihat perubahan muka Kak Tari saat itu.
"I-iya, Kak, maaf!" ucapku gugup.
"Nih, pekerjaan kamu sudah numpuk, kerjakan sekarang! Jangan ada yang keliru! Baru jadi pegawai biasa saja sudah tidak disiplin, apalagi jadi atasan!" omelnya dongkol.
"Baik, Kak!" sahutku menunduk. Aku segera menuju mejaku dan duduk di kursi kerjaku. "Kuatkan, ya Allah," ucapku sambil mengusap wajah, yang sejak kedatanganku ke meja sudah sangat tegang.
Setelah menenangkan diri dan hati dari omelan Kak Tari, aku baru bisa memulai pekerjaanku. Perlahan namun pasti, map pertama segera aku garap dan segera aku kerjakan. Kemudian map kedua mulai aku kerjakan setelah map pertama benar-benar kelar.
Setengah jam kemudian, saat aku mau mengerjakan map ketiga, tiba-tiba Kak Tari datang. Mukanya masih tegang dan masam seperti tadi. Aku sudah wanti-wanti, Kak Tari pasti ngomel lagi, sebab di matanya, aku tidak pernah ada baiknya.
"Sensi, saya bingung dengan kamu. Udah kerjaan nggak benar, lelet pula. Kalau begini caranya, saya malu punya anak buah kayak kamu. Nih, masih banyak kerjaan buat kamu. Cepat kerjakan!" ketusnya sambil menaruh lagi tiga map di tumpukan map yang pertama tadi. Aku mendesah kesal, bilangnya lelet dan nggak benar, tapi masih ditambah lagi tumpukan map. Lagi-lagi aku hanya bisa menggerutu dalam hati sambil mengelus dadaku yang lumayan berisi.
"Kenapa mengelus dada begitu? Kamu kesal dengan saya?" tebak Kak Tari menatap tajam ke arahku.
"Ti-tidak Kak, saya-saya," ucapku terbata, padahal aku ingin mengatakan alasan kenapa aku terlambat tadi, tapi karena keburu ciut dimarahi terus Kak Tari akhirnya omonganku malah gugup tidak jelas. Menyebalkan.
"Saya, saya, apa?" sentaknya lagi dengan mendilakan mata pipitnya.
"Maaf, Kak, tadi pagi saya telat karena menolong seseorang di jalan," ucapku akhirnya memberi alasan.
"Kewajiban kantor kamu lebih penting daripada menolong seseorang, di jalan banyak orang, tidak perlu kamu sok jadi pahlawan kepagian dengan membantu orang lain. Kamu, kan di bawah perintah saya, harusnya kamu dengarkan perintah saya!" protesnya sinis.
"Tapi, saya .... " ucapanku tercekat saat Pak Rangka tiba-tiba datang dan menimpali.
"Sensi terlambat karena menolong saya, menolong membelikan obat sesak nafas untuk saya, saat sesak nafas saya kambuh di perjalanan. Saya menyetop seseorang dan seseorang itu kebetulan Sensi, pegawai di kantor saya. Saat itu di jalan sepi dan tidak ramai seperti yang kamu bilang tadi. Beruntung saya ketemu dia dan dia mau menolong saya," potong Pak Rangka menjelaskan siapa orang yang sebenarnya aku tolong.
Kak Tari tiba-tiba terlihat panik dan terkejut dengan kedatangan Pak Rangka yang tiba-tiba dan menjelaskan siapa orang yang aku tolong, dengan perasaan bersalah dan malu Kak Tari kemudian minta maaf.
"Ohhh, ka-kalau begitu saya minta maaf, Pak. Sekali lagi saya minta maaf karena sudah menyalahkan Sensi. Tahu begitu ceritanya saya tidak masalah jika Sensi datang terlambat karena menolong Bapak," ujar Kak Tari akhirnya beralasan walaupun diawal sempat gugup.
"Jadi, kalau yang Sensi tolong bukan saya, berarti kamu tetap marah sama dia?" Pak Rangka balik bertanya pada Kak Tari. Suasana sejenak nampak tegang.
"Ti-tidak, Pak, bukan begitu maksud saya," sangkal Kak Tari bingung.
"Jadi apa maksud kamu?" Kak Tari menggeleng salah tingkah.
"Bagi saya, jika ada karyawan saya datang terlambat karena menolong seseorang orang atau orang di rumahnya mengalami musibah, saya tidak akan menyalahkannya, justru saya akan biarkan dia tidak masuk masuk kerja saja untuk mengurus dulu keluarganya. Bukankah tanpa keluarga hidup kita akan terasa hampa?" tutur Pak Rangka bijaksana, balik menyerang Kak Tari. Kak Tari diam tidak mampu menjawab.
"Tinggalkan dia, biarkan dia menyelesaikan pekerjaannya. Dan kamu, kembali ke ruangan kamu, kerjakan tugas kamu!" titah Pak Rangka sengit mengusir Kak Tari. Kak Tari pergi dengan membungkuk hormat pada Pak Rangka.
Aku sedikit lega setelah kedatangan Pak Rangka dan mengusir Kak Tari dari mejaku.
"Kamu, setelah jam istirahat langsung ke ruangan saya. Selesaikan pekerjaanmu!" tegasnya seraya beranjak dan meninggalkan meja kerjaku.
Jam istirahat tiba, sejenak aku meregangkan otot-ototku yang kaku akibat lelah karena pekerjaanku yang tadi menumpuk. "Ohhhh, nikmatnya ... setelah berkutat dengan map-map yang numpuk tadi," gumanku menikmati peregangan ototku. Padahal sih masih ada sisa tumpukan map yang harus aku kerjakan. Berhubung perutku sudah keroncongan minta diisi, jadi sebaiknya aku segera beranjak untuk beristirahat.
"Sensi, kamu tidak istirahat?" tegur Kak Tari tiba-tiba dan menatap tajam ke arahku.
"Mau, Kak, saya sedang melakukan peregangan otot dulu," selorohku kaget.
"Cepatlah istirahat, setelah itu kamu segera ke ruangan Pak Rangka," titahnya mengingatkanku sambil tersenyum sinis. Padahal tidak diingatkan saja aku sudah tahu.
"Rasain kamu Sensi, kamu akan berhadapan dengan Bos killer, duda penyakitan. Selamat bersenang-senang deh," cibir Kak Tari di telingaku berbisik. Kemudian dia pergi dengan langkah yang sombong.
Aku segera meraih tas jinjingku, dan bergegas ke taman samping mushola karyawan. Di sana sudah ada Rima sohibku satu ruangan, juga yang lainnya. Pemandangan ini sudah biasa bagi kami para karyawan yang tidak makan di kantin. Terutama bagi kami, khususnya aku yang membawa bekal makan siang dari rumah. Taman ini akhirnya seakan menjadi tempat buat kami makan siang saat istirahat tiba.
Sebetulnya taman ini bukan diperuntukkan untuk tempat makan, tapi karena jiwa kepepet kami, terpaksa dengan tidak tahu malunya taman ini beralih fungsi otomatis menjadi tempat makan karyawan yang gajinya pas-pasan seperti aku. Hematku jika harus ke kantin tiap hari, kan boros. Juga malu kalau hanya numpang makan doang. Kami tahu diri dan gengsi.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
mom mimu
dua bab dulu kak, dua iklan mendarat juga, semangat terus 💪🏻💪🏻💪🏻
2023-10-30
1
mom mimu
si tari belom tau aja kalo rangka berprilaku baik sama sensi... dia kira rangka dingin sama semua orng kali ya 😁😁😁
2023-10-30
1
auliasiamatir
tari kayak punya dendan pribadi aja sama sensi
2023-02-20
1