"Sensi, kamu tidak malu jalan dengan saya yang penyakitan?" tanyanya membuka obrolan yang bagiku sangat mengejutkan.
"Oh, eh, apa Pak, bagaimana, Pak?" tanyaku gelagapan minta diulang. Aku merasa tidak fokus sampai tidak mendengar jelas apa yang dikatakan Pak Rangka.
"Kamu itu rupanya tidak fokus dengan pertanyaan saya. Saya barusan bertanya apakah kamu tidak malu jalan dengan saya yang penyakitan ini?" ulang Pak Rangka memperjelas.
"Oh itu Pak, nggak kok Pak, saya tidak malu jalan sama Bapak, apalagi Bapak keren dan tampan seperti ini, wangi lagi, uppsss .... " Aku menutup mulut lagi yang kali ini benar-benar kurang ajar sebab sudah sangat keterlaluan keceplosannya. Pak Rangka seketika tersenyum penuh makna, mungkin menertawakan kebodohanku yang ceplas-ceplos.
"Kamu ini, apakah setiap bertemu lelaki seperti saya ini kamu akan kaku dan ceplas-ceplos seperti itu?"
"Eh, ti-tidak, Pak. Itu hanya pada Bapak saja. Ini pertama kali." Aduhhh kali ini aku nyeplos lagi dengan segala kejujuranku, malu aku benar-benar malu sama Pak Rangka, mulut ini harusnya tetap disumpal saja.
"Kenapa mulut kamu ditutup, bukankah itu gunanya untuk bicara?" Pak Rangka menatapku sembari tersenyum.
"Tidak Pak, tadi saya hanya akan bilang bahwa saya tidak malu jalan sama Bapak, apalagi Bapak ini atasan saya. Saya justru bukan malu karena jalan dengan Bapak yang penyakit--, eh yang sedang sakit. Tapi saya hanya panik saja," kelitku, hampir saja keceplosan lagi bilang bahwa Pak Rangka penyakitan.
"Kok panik, panik kenapa? Terus tadi kata-katanya kenapa tidak kamu lanjutkan saja toh saya memang penyakitan?" ujarnya membuat aku serasa masuk jurang, saat Pak Rangka membahas kata-kataku yang bilang penyakitan yang tidak dilanjutkan.
"Itu, Pak, saya panik, eu, eu, jika tiba-tiba sakit sesak nafas Bapak kambuh lagi," ujarku gelagapan.
"Kenapa harus panik? Tidak usah panik! Jika obat ini masih ada, Insya Allah sakit sesak nafas saya bisa segera diatasi," timpalnya membuatku sedikit lega karena gelagapan tadi.
"Kamu sudah sarapan?" tanya Pak Rangka mengalihkan kekagetanku.
"Belum sempat Pak, sebab tadi saya dari rumah pagi banget perginya, saya hanya bawa bekal dari rumah yang sudah disiapkan Ibu saya tadi," sahutku jujur.
"Oh ya, kamu selalu bawa bekal? Apakah nanti tidak dingin saat dimakan?" heran Pak Rangka.
"Oh tidak, Pak, saya sudah biasa makan yang dingin-dingin. Kata Ibu saya, makan nasi dingin justru akan kuat," jawabku seadanya.
"Benarkah?"
"Iya, Pak, setidaknya itu yang Ibu saya bilang ke saya," jawabku lagi yang sontak disenyumin Pak Rangka. Dikiranya lucu mungkin, padahal aku benar-benar mendapatkan info itu dari Ibu aku.
"Ya, sudah, kalau begitu kita sarapan dulu!" ajaknya dengan nada perintah.
"Tidak usah, Pak. Saya tidak akan sarapan!" ucapku langsung menolak.
"Ini perintah, kamu ikuti saja!" ucapnya tegas membuat aku sedikit ngeri. Akhirnya aku mengikuti apa kemauan Pak Rangka, padahal sebetulnya aku malu bukan tidak mau.
Mobil berhenti di pelataran parkir sebuah restoran mewah. Kami sama-sama turun dari mobil. Langkahku menjadi ragu untuk memasuki restoran mewah itu, mungkin karena tidak biasa. Tiba-tiba Pak Rangka meraih lenganku dan menuntunnya, menarik langkahku ke restoran mewah itu. Aku terkejut dibuatnya, tapi dalam hati merasa senang. Kami berjalan ke dalam restoran berdampingan layaknya seorang kekasih. Padahal itu kemauan aku.
Pak Rangka memilih tempat duduk di ujung dekat jendela. Suasana restoran nampak mewah dengan sentuhan romantis. Entah kebetulan atau bagaimana, Pak Rangka memilih tempat ini seolah ingin membangun keromantisan sepasang kekasih. Suasananya mendukung untuk sepasang kekasih padahal ini hanya sarapan pagi biasa, dan aku bukan kekasihnya.
"Kamu pernah ke tempat ini?" tanya Pak Rangka menyadarkan lamunanku.
"Eh, emm, belum pernah, Pak," jawabku jujur. Pak Rangka tidak merespon jawabanku, dia hanya tersenyum sekilas. Kemudian Pak Rangka melambaikan tangannya ke arah Pelayan restoran. Pelayan restoran yang kebetulan laki-laki itu dengan segera menghampiri dan memberikan sebuah buku menu.
"Nasi goreng spesial jangan lupa kasih sayuran dan teh hangat pahit." Pak Rangka segera memesan pesanannya. "Kamu pesan apa, Sen?" tanyanya padaku. Aku malah bingung mau pesan apa ditanya sama Pak Rangka dengan wajah menatap lurus ke wajahku.
"Sama saja, Pak. Teh hangat pahitnya juga sama."
"Kok, sama? Apa kamu tidak mau mencoba sensasi yang lain gitu, misalnya nasi goreng spesial pete?" Ditanya seperti itu aku jadi tersipu malu. Pak Rangka seperti tahu saja kalau aku suka nasi goreng campur pete.
"Tidak, Pak, kali ini tidak pakai pete. Saya takut bau karena lagi bekerja," jawabku memberi alasan.
"Ohhh, berarti kalau tidak bekerja kamu suka makan pete, ya?" tanyanya sulit dibantah.
"I-iya sih,Pak, kalau kebetulan ada petenya. Kalau tidak saya tidak makan," jawabku membuat Pak Rangka terkekeh.
"Kamu benar-benar unik ya, saya suka," ujarnya membuat hatiku berbunga saat Pak Rangka mengatakan 'suka'. Aku senyum malu-malu.
"Sudah berapa lama kamu bekerja di bagian administrasi?" tanya Pak Rangka penasaran.
"Mau dua tahun, Pak," jawabku.
"Kamu itu Sensi yang sering diomeli oleh Tari, Leader kamu, kan?" tanyanya mencoba meyakinkan. Rupanya berita aku sering diomel Kak Tari sampai juga di telinga Pak Rangka, rasanya aku jadi malu. Ketahuan deh aku pegawai yang tidak pintar.
Belum sampai kujawab, pesanan kami akhirnya datang juga, seakan menyelamatkan aku dari rasa malu dan gugup atas pertanyaan Pak Rangka tadi.
"Silahkan Mas, Mbak, hidangannya dinikmati!" sapa Pelayan itu ramah sembari menyodorkan piring yang sudah berisi nasi goreng pesanan kami ke hadapan kami masing-masing. Aku mengangguk, Pak Rangkapun demikian seraya mengucapkan terimakasih.
"Terimakasih, Mas!" ucap Pak Rangka berterimakasih.
Selama sarapan hampir tidak ada yang kami obrolkan. Pak Rangka fokus dengan sarapannya. Aku juga fokus dengan nasi goreng spesial yang super nikmat ini. Namanya juga restoran mewah, jadi makanan sekelas nasi goreng saja mewah dan enak, apalagi kalau ditambah pete, tambah nikmat.
Selesai sarapan, Pak Rangka segera mengajakku pergi dan memasuki mobilnya yang tadi diparkir. Tumben Pak Rangka tiba-tiba membukakan pintu untukku, membuat aku merasa tersanjung sekaligus malu.
"Ayo masuk!" perintahnya yang melihat aku bengong. Aku buru-buru masuk dengan perasaan yang tidak menentu.
"Terimakasih, Pak!" ucapku setelah berada di dalam mobil.
"Untuk apa?"
"Untuk sarapan pagi dan dibukakan pintu mobilnya," ujarku malu-malu.
"Tidak masalah," jawabnya seraya mulai menghidupkan mesin mobil dan memundurkan mobil keluar dari area parkir.
Mobilpun melaju menuju kantor Pak Rangka. Tiba di depan kantor, aku segera turun dari mobil dan langsung menghambur ke arah kantor tanpa mengucapkan terimakasih pada Pak Rangka. Aku benar-benar lupa saat itu saking buru-buru dan gugupnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
mom mimu
cieee yang di bukain pintu... kayanya Pak rangka naksir kamu deh Sen 😁😁😁
2023-10-30
1
auliasiamatir
hati hati kamu kena omel tari.. yah sensi..
2023-02-18
1
Lee
Sensi ini kayaknya teledor, jdi bahaya klo curhat sma Sensi yg ada kceplosan mulu..🤭
2023-02-16
1