"Nama kamu siapa?" ulangnya lagi seraya menatapku dari atas sampai bawah seakan meneliti. Aku menjadi gugup saat Pak Rangka menatapku dari atas ke bawah.
"Memangnya ada yang salah, ya?" tanyaku dalam hati insecure.
"Kenapa bengong, saya dari tadi bertanya, nama kamu siapa? Apakah kamu tidak punya nama?" gertaknya lagi menyadarkan lamunanku.
"Eh, i-iya, Pak, nama saya Sensi Vera. Saya biasa dipanggil Sensi," jawabku sedikit terbata diawal sebab merasa terkejut. Seketika Pak Rangka malah tertawa setelah mendengar aku menyebutkan nama.
"Sensi Vera? Bukan janda bolong?" Pak Rangka balik bertanya disertai tawa kecil yang sedikit bikin aku menjadi geli.
"Bukan, Pak, saya belum bolong?" jawabku spontan dengan wajah datar. Seketika Pak Rangka tertawa terbahak-bahak, kali ini dia begitu happy seakan sedang melihat tontonan doger monyet.
"Hahahahah, kamu ini sangat lucu dan membuat saya terpingkal-pingkal. Kamu cantik tapi kocak, hahahaha," ceplosnya sambil memegangi perutnya yang sakit karena tertawa. Ucapan Pak Rangka barusan sontak membuat aku berubah jadi merasa malu sekaligus tersanjung, dipuji cantik sama pria tampan dan wangi, siapa yang tidak senang. Spontan aku mesem-mesem bahagia.
"Kamu tidak sedang kesambet, kan?" tanyanya menyadarkan aku yang tersanjung.
"Tidak, Pak!" sahutku cepat, sambil menunduk tersipu malu.
"Sudahlah, perihal nama kamu yang unik jangan dibahas lagi, sekarang saya ingin bertanya di bagian mana kamu bekerja?"
"Bagian administrasi, Pak!" jawabku menatap balik Pak Rangka penuh pesona.
"Kenapa kamu menatap saya, kamu terpesona dengan ketampanan saya?" tanyanya percaya diri. Sontak aku menunduk karena merasa ketahuan menatap.
"Iya, Pak, ehh tidak, Pak, saya hanya memastikan kalau Bapak sudah baik-baik saja," alasanku membelot, malunya tidak ketulungan saat sadar sudah keceplosan lagi.
Pak Rangka mesem, sepertinya dia percaya diri dengan apa yang aku katakan barusan. Aku jadi benar-benar malu setengah mati.
"Baiklah kalau begitu, Pak. Saya permisi duluan, sebab Leader saya memerintahkan saya untuk datang lebih awal, ini hampir mau jam tujuh, saya takut telat," kataku segera beranjak, sebab jam di tangan sudah menunjukkan pukul 6.45 menit, sedangkan Kak Tari menyuruhku datang jam 6.30, kalau aku telat alamat aku dimarahi Kak Tari yang bawel itu.
"Tunggu dulu!" tahannya, seketika aku menoleh heran.
"Kamu bareng saya saja, temani saya sarapan dulu!" ujarnya seperti sebuah perintah. Aku tidak menjawab karena merasa bingung harus pilih yang mana, menolak atau menerima ajakannya. Kalau aku terima ajakannya maka jika dilihat sama orang kantor, niscaya akan jadi gosip besar dan heboh. Sebab Pak Rangka merupakan seorang duda tampan dan mapan beranak satu, yang ditinggal selingkuh oleh mantan istrinya.
Terus kalau aku ikut Pak Rangka, bagaimana dengan motorku, siapa yang akan membawanya? Bagai si malakama, pilih bapak mati ibu, pilih ibu malah mati bapak, dua-duanya membingungkan.
"Kenapa, kamu bingung?" tanyanya mengejutkan.
"Anu, Pak, kalau saya bareng sama Bapak, bagaimana dengan motor saya? Dan kalau saya naik mobil Bapak, terus yang nyetir siapa? Bapak kan tadi sakit?" sahutku khawatir.
"Saya sudah baik-baik saja. Dengan minum obat tadi, sesak nafas saya langsung sembuh," akunya terlihat lega. "Bagaimana, mau?"
"Tapi, kalau saya ikut Bapak saya tidak enak, Pak. Saya takut muncul gosip yang tidak-tidak tentang saya dan Bapak," ujarku menolak secara halus.
"Tidak usah takut, saya tidak masalah dengan gosip. Apabila ada yang bergosip, maka akan saya singkirkan," ucapnya dengan nada mengancam.
"Tapi, Pak, kalau saya naik mobil Bapak, saya takut telat, sebab Kak Tari bisa marah kalau saya telat," alasanku.
"Kamu ini, dari tadi tapi-tapi. Bos kamu ini saya bukan Tari, dia cuma Leader kamu, kan?" tanya Pak Rangka sedikit menyentak membuat aku menjadi takut. Akhirnya dengan perasaan yang bercabang aku ikut naik mobil Pak Rangka, urusan dimarah Kak Tari itu belakangan, toh telat tidak telat Kak Tari tetap marah juga.
"Tapi, motor saya bagaimana, Pak?" tanyaku khawatir pada motor cantik kesayanganku satu-satunya.
"Jangan khawatir, saya akan hubungi Asisten saya untuk membawanya ke kantor," jawab Pak Rangka cukup menenangkanku. "Ayo masuk, jangan planga plongo dan bingung begitu," selanya lagi. Akhirnya aku mengikuti kemauan Pak Rangka dan kami menaiki mobil Pajiranya yang nyaman dan wangi persis pemiliknya. Aku terkagum-kagum dibuatnya.
"Pakai sabuknya!" perintahnya sambil menatap ke arah sabuk. Duhh, tadinya aku pikir. Pak Rangka akan menatap ke arahku, tapi nyatanya malah sabuk yang jadi pusat perhatiannya. Cepat-cepat aku gunakan sabuk itu, akan tetapi susahnya minta ampun. Itu karena aku belum pernah naik mobil mewah milik siapapun. Malunya takut dikatain kuno atau primitif. Kan tahu sendiri peradaban jaman primitif tidak mengenal kendaraan, jadi wajar jaman itu tidak tidak ada mobil. Pikirku.
Saat susah payah memasang sabuk pengaman, Pak Rangka tiba-tiba nyosor menghampiriku. Wajahnya hampir menyentuh dadaku, seketika jantungku yang sejak tadi ku tahan untuk tidak berdetak kencang, kini detakannya malah sengaja ingin mempermalukanku, begitu kencang dan cepat. "Ya Robbi," gumanku dalam hati.
Pak Rangka mendongak lalu menatapku sejenak. "Sudah," ujarnya. Aku tersenyum dan kikuk dan salah tingkah.
"Terimakasih, Pak!" Pak Rangka tidak menjawab dia hanya tersenyum simpul seraya mulai menghidupkan mesin mobil, dan mobil pun bergerak meninggalkan tempat itu.
"Apakah setiap berdekatan dengan cowok, jantung kamu selalu deg-degan kencang seperti tadi?" Tiba-tiba Pak Rangka memulai obrolan, yang obrolannya itu malah mengungkit detakan jantungku saat membenarkan sabuk pengaman tadi. Aku seketika kikuk dan fiks aku salah tingkah.
"Ti-tidak, Pak. Itu hanya sama Bapak saja, uppsss .... " merasa keceplosan aku langsung menutup mulutku rapat. Pak Rangka menyadari kelakuanku dan dia tersenyum tipis terlihat dari sudut bibirnya yang sedikit terangkat.
Sampai di sini aku merasa sudah sangat gerah duduk berada di dalam mobil mewah milik Pak Rangka, bagaimana tidak? Sejak tadi tingkah konyolku selalu ketahuan Pak Rangka, tengsin sudah pasti. Sebab aku kelihatan banget mengagumi sosok tampan pemilik perusahaan Kertassindo Gemilang ini.
Aku mulai mengatur nafasku dalam-dalam, kemudian melepaskan semua hantaman sesak ini perlahan-lahan.
"Nama kamu tadi siapa?" tanyanya sambil menatapku sejenak dan kembali fokus ke kemudi. Sepertinya Pak Rangka lupa akan namaku tadi. Aku jadi ragu menyebutkan namaku kembali, merasa trauma apabila Pak Rangka mengatakan janda bolong lagi.
"Sensi Vera, Pak, umur 24 tahun," sahutku lengkap dengan usia.
"Nama kamu unik ya, mirip tumbuhan yang sedang naik daun itu dikalangan pecinta bunga," ujarnya sembari terus menyetir.
"I-iya, Pak. Tapi, nama saya diberikan oleh orang tua saya jauh hari sebelum tumbuhan itu naik daun, umur saya saja sudah 24 tahun." Aku memberi alasan.
"Bagus dan unik dan tidak banyak orang lain memakainya," ujarnya memberi penilaian. Aku diam dan tidak menimpali lagi sebab merasa sangat malu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
mom mimu
dua bab dulu kak, semangat 💪🏻💪🏻💪🏻 dua iklan mendarat...
2023-10-28
1
mom mimu
cieeee yg di pasangin sabuk pengaman 😙😙😙
2023-10-28
1
mom mimu
tidak tidak ✌🏻
2023-10-28
1