Sinamotku

Sinamotku

Konglomerat

Keluarga konglomerat di kalangan batak kebanyakan sebagai tuan takur di desa. Beberapa diantaranya juga memiliki bisnis dengan penghasilan melimpah.

Sama halnya seperti dua keluarga konglomerat. Keluarga Alexander Sidabutar dengan keluarga Jesika Pandiangan, memiliki kekayaan melimpah bahkan takkan habis 7 turunan.

Mereka dikenal sebagai keluarga terpandang di desa. Sangat dihormati dan disegani oleh masyarakat sekitar.

Alexander Sidabutar, lelaki tampan, tinggi, memiliki tubuh yang gagah, dengan rahang yang tegas sudah berusia 30 tahun. Lelaki itu hidup diperantauan Jakarta, bekerja sebagai seorang dokter ternama.

Lain hal dengan Jesika Pandingan, ia hidup bergelimangan harta. Hidupnya lebih suka berhura-hura, menikmati uang hasil pemberian sang ayah. Menghabiskan harta yang melimpah tak akan pernah habis sampai tujuh turunan.

Jesika yang berusia 25 tahun, hidup pengangguran dengan lulusan Sarjana dari universitas negeri ternama di Kota Medan. Semenjak lulus kuliah, ia kembali ke kampung, di mana orang tuanya berada.

Karena orangtuanya tak memaksa untuk bekerja, akhirnya Jesika memilih hidup tenang di desa dengan gaya seperti orang kota. Fashion dan penampilannya sangatlah berbeda dengan gadis-gadis yang hidup di desa.

Kecantikannya juga mampu menarik para pria yang berkunjung ke tempat mereka. Bahkan, Jesika sangat suka menggoda para lelaki yang kerap berkujung ke tempat bisnis sang ayah, meski hanya untuk iseng-iseng semata.

Hari ini, Alexander baru saja tiba di desa. Sesuai dengan permintaan kedua orangtuanya, Alexander harus pulang ke desa, menemui calon mertua serta calon istrinya yang juga merupakan keluarga yang statusnya sama seperti keluarga mereka.

"Mak ... aku pulang," teriak Alexander, saat berada di ambang batas pintu rumah berdesain klasik tetapi terlihat mewah.

Rumah yang berdiri diatas lahan satu hektar itu sangat unik. Berkesan klasik tapi untuk interiornya sangat modern.

"Anakku! Alexander! Sudah pulang kau?" Seorang perempuan tua, dengan gumpalan daun sirih memerah di dalam mulut mendekati.

Alexander memeluk wanita yang tak lain adalah perempuan yang telah melahirkannya.

"Udah siap kau menikah sama, Jesika?" tanya Mama Alexander—Ima, menepuk punggung Alexander dalam pelukan, sebagai penyambutan.

"Kayak mana mau kutolak lagi, itu permintaan mamak. Jadi hanya bisa kuturuti. Perempuan yang nggak kukenal itu akan menjadi istriku," lirih Alex, melonggarkan pelukan bersama sang mama.

"Yaudahlah, istirahat dulu kau! Nanti malam kita bertemu sama keluarga Jesika!"

Ima dan Alex berjalan memasuki rumah, di dalam rumah sudah disambut oleh sepuluh pelayan yang menggunakan seragam khas para maid.

Mereka semua menunduk menyambut kedatangan tuan muda di desa itu. Sudah 2 tahun lamanya, Alexander tak berpulang ke kampung.

Setelah beberapa jam berlalu, keluarga Alexander bersiap-siap mendatangi kediaman Jesika Pandiangan. Berbekal banyak makanan yang dihidangkan di nampan, ditutup dengan plastik wrap, dibawa oleh borongan keluarga Alexander.

Beberapa makanan diantaranya, arsik ikan mas, BP, saksang, dan lainnya. Alexander mengenakan pakaian kasual sama seperti kedua orangtuanya.

****

Di kediaman Jesika, semua orang sudah repot menyambut kedatangan keluarga Alexander. Sebenarnya, Jesika tak suka dijodohkan. Namun, untuk mempertahankan kekayaan mereka, kedua keluarga sepakat untuk menikahkan dengan sesama anak konglomerat di desa.

Keluarga Alexander adalah keluarga yang tepat untuk bersanding dengan keluarga Jesika. Jesika penasaran dengan tampang seorang dokter, digadang-gadang sebagai dokter tampan diperantauan.

Bahkan, Jesika kerap mendengar nama Alexander menjadi buah bibir diantara gadis-gadis yang ada di desa. Oleh karena itu, ketampanan hal utama untuk memberikan persetujuan darinya agar bisa dipersunting oleh Alexander.

"Jes, buruan ganti bajumu! Sebentar lagi keluarga dan calon suamimu akan datang," teriak Irma—Mama Jesika.

"Iya, mam," jawab gadis itu dengan nada manja.

Jesika sudah terbiasa manja pada kedua orangtuanya. Ia juga tak diperbolehkan mengerjakan hal-hal berat. Satu-satunya anak kedua orangtuanya membuat ia semakin berkuasa untuk mendapatkan warisan harta dari kedua orangtuanya.

Namun, sesuai dengan adat batak, harta itu tak bisa dilimpahkan kepada seorang anak perempuan. Bila nanti kedua orangtuanya tiada, harta peninggalan itu akan dibagikan pada sanak keluarga yang ditinggalkan. Khususnya keluarga kandung dari sang ayah.

Dan persoalan adat itu belum diketahui oleh Jesika. Ia sering tak peduli tentang adat istiadat batak.

*****

Alenxader dan rombongan keluarga baru tiba di rumah Jesika. Jesika yang melihat pria tampan dan muda ikut dalam rombongan itu langsung heboh seketika.

Ia mengintip dari balik jendela kamar, melihat kerumunan orang yang baru memasuki halaman rumah.

Wajah Jesika berseri-seri melihat kedatangan dokter tampan anak perantauan. Ia melompat-lompat kegirangan, kalau benar dugaannya, pria itu adalag calon suaminya, maka ia akan menyetujui perjodohan malam itu.

"Horas!" teriak rombongan keluarga Alexander langsung disambut oleh Bernard—Ayah Jesika.

Ia menghampiri rombongan keluarga Alexander yang membawa hantaran makanan.

"Horas!" sahut Bernard, langsung menjabat tangan calon besan, Maruli—Ayah Alexander.

"Horas!" balas Maruli, melemparkan senyuman lebar pada teman lamanya.

"Masuk-masuk!" titah Irma, para pelayan di rumah Jesika mengambil semua hantaran yang dibawa oleh keluarga Alexander.

"Panggil Jesika, suruh keluar kamar," bisik Irma pada salah satu pelayan.

Alexander mengedarkan pandangan, mencari sosok perempuan yang akan menjadi calon istrinya. Keluarga dipersilahkan duduk pada tikar yang digelar. Hari itu, perkenalan dua keluarga konglomerat mulai berlangsung.

Jesika yang dipakaikan sarung oleh salah satu pelayan, berjalan gontai mendekati perkumpulan keluarga. Kecantikan Jesika langsung dilirik oleh Alexander, calon suaminya.

Tak heran, Jesika dijuluki sebagai kembang desa di kampung lantaran kecantikannya tak manusiawi. Gadis berkulit putih, tinggi semampai, rambut yang panjang dan bergelombang, mata yang bulat berwarna kecoklatan, tak mampu ditandingi oleh gadis kota sekalipun.

Alexander tersenyum, saat terpana melihat calon istrinya. Ia tak sabar mendengar pengenalan perempuan tersebut.

Begitu pula Jesika, saat pertama kali melihat Alexander, ia sudah jatuh cinta. Sesuai dengan rumor yang beredar di desa, Alexander memang benar-benar dokter tampan.

Jesika dengan sopan menjabat kedua calon mertuanya. Lalu, berjabat tangan juga dengan Alexander. Kemudian, ia duduk disamping mamanya.

"Kita mulailah perkenalan hari ini! Walaupun aku dan bapaknya Alexander adalah kawan lama. Tapi kita sebagai calon besan tetap harus mengenalkan anak-anak kita," kata Bernard, memulai acara penyambutan.

Para maid, berbodong-bodong menata makanan di depan para tamu dan keluarga Jesika. Setelah semua dihidangkan, mereka langsung ke belakang agar tak mengganggu acara hari itu.

"Inilah boru sasada kami, namanya Jesika Pandingan. Seperti yang kalian lihat ini, umurnya 25 tahun. Berdirilah kau Jesika!" ucap Bernard memperkenalkan.

Jesika berdiri, menyematkan lengkungan lebar di bibir. Ia menunduk ke arah para tamu yang datang hari itu, lalu duduk kembali.

"Sekarang, kukenalkanlah anak siapudan dikeluarga kami. Cuma dialah yang belum kawin, karena umuranya sudah tua, menginjak usia 30 Tahun, makanya kami jodohkan sama Jesika. Inilah dia Alexander Sidabutar, berdiri kau Alex!" kata Maruli, melanjutkan sambutan dari Bernard.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!