NovelToon NovelToon

Sinamotku

Konglomerat

Keluarga konglomerat di kalangan batak kebanyakan sebagai tuan takur di desa. Beberapa diantaranya juga memiliki bisnis dengan penghasilan melimpah.

Sama halnya seperti dua keluarga konglomerat. Keluarga Alexander Sidabutar dengan keluarga Jesika Pandiangan, memiliki kekayaan melimpah bahkan takkan habis 7 turunan.

Mereka dikenal sebagai keluarga terpandang di desa. Sangat dihormati dan disegani oleh masyarakat sekitar.

Alexander Sidabutar, lelaki tampan, tinggi, memiliki tubuh yang gagah, dengan rahang yang tegas sudah berusia 30 tahun. Lelaki itu hidup diperantauan Jakarta, bekerja sebagai seorang dokter ternama.

Lain hal dengan Jesika Pandingan, ia hidup bergelimangan harta. Hidupnya lebih suka berhura-hura, menikmati uang hasil pemberian sang ayah. Menghabiskan harta yang melimpah tak akan pernah habis sampai tujuh turunan.

Jesika yang berusia 25 tahun, hidup pengangguran dengan lulusan Sarjana dari universitas negeri ternama di Kota Medan. Semenjak lulus kuliah, ia kembali ke kampung, di mana orang tuanya berada.

Karena orangtuanya tak memaksa untuk bekerja, akhirnya Jesika memilih hidup tenang di desa dengan gaya seperti orang kota. Fashion dan penampilannya sangatlah berbeda dengan gadis-gadis yang hidup di desa.

Kecantikannya juga mampu menarik para pria yang berkunjung ke tempat mereka. Bahkan, Jesika sangat suka menggoda para lelaki yang kerap berkujung ke tempat bisnis sang ayah, meski hanya untuk iseng-iseng semata.

Hari ini, Alexander baru saja tiba di desa. Sesuai dengan permintaan kedua orangtuanya, Alexander harus pulang ke desa, menemui calon mertua serta calon istrinya yang juga merupakan keluarga yang statusnya sama seperti keluarga mereka.

"Mak ... aku pulang," teriak Alexander, saat berada di ambang batas pintu rumah berdesain klasik tetapi terlihat mewah.

Rumah yang berdiri diatas lahan satu hektar itu sangat unik. Berkesan klasik tapi untuk interiornya sangat modern.

"Anakku! Alexander! Sudah pulang kau?" Seorang perempuan tua, dengan gumpalan daun sirih memerah di dalam mulut mendekati.

Alexander memeluk wanita yang tak lain adalah perempuan yang telah melahirkannya.

"Udah siap kau menikah sama, Jesika?" tanya Mama Alexander—Ima, menepuk punggung Alexander dalam pelukan, sebagai penyambutan.

"Kayak mana mau kutolak lagi, itu permintaan mamak. Jadi hanya bisa kuturuti. Perempuan yang nggak kukenal itu akan menjadi istriku," lirih Alex, melonggarkan pelukan bersama sang mama.

"Yaudahlah, istirahat dulu kau! Nanti malam kita bertemu sama keluarga Jesika!"

Ima dan Alex berjalan memasuki rumah, di dalam rumah sudah disambut oleh sepuluh pelayan yang menggunakan seragam khas para maid.

Mereka semua menunduk menyambut kedatangan tuan muda di desa itu. Sudah 2 tahun lamanya, Alexander tak berpulang ke kampung.

Setelah beberapa jam berlalu, keluarga Alexander bersiap-siap mendatangi kediaman Jesika Pandiangan. Berbekal banyak makanan yang dihidangkan di nampan, ditutup dengan plastik wrap, dibawa oleh borongan keluarga Alexander.

Beberapa makanan diantaranya, arsik ikan mas, BP, saksang, dan lainnya. Alexander mengenakan pakaian kasual sama seperti kedua orangtuanya.

****

Di kediaman Jesika, semua orang sudah repot menyambut kedatangan keluarga Alexander. Sebenarnya, Jesika tak suka dijodohkan. Namun, untuk mempertahankan kekayaan mereka, kedua keluarga sepakat untuk menikahkan dengan sesama anak konglomerat di desa.

Keluarga Alexander adalah keluarga yang tepat untuk bersanding dengan keluarga Jesika. Jesika penasaran dengan tampang seorang dokter, digadang-gadang sebagai dokter tampan diperantauan.

Bahkan, Jesika kerap mendengar nama Alexander menjadi buah bibir diantara gadis-gadis yang ada di desa. Oleh karena itu, ketampanan hal utama untuk memberikan persetujuan darinya agar bisa dipersunting oleh Alexander.

"Jes, buruan ganti bajumu! Sebentar lagi keluarga dan calon suamimu akan datang," teriak Irma—Mama Jesika.

"Iya, mam," jawab gadis itu dengan nada manja.

Jesika sudah terbiasa manja pada kedua orangtuanya. Ia juga tak diperbolehkan mengerjakan hal-hal berat. Satu-satunya anak kedua orangtuanya membuat ia semakin berkuasa untuk mendapatkan warisan harta dari kedua orangtuanya.

Namun, sesuai dengan adat batak, harta itu tak bisa dilimpahkan kepada seorang anak perempuan. Bila nanti kedua orangtuanya tiada, harta peninggalan itu akan dibagikan pada sanak keluarga yang ditinggalkan. Khususnya keluarga kandung dari sang ayah.

Dan persoalan adat itu belum diketahui oleh Jesika. Ia sering tak peduli tentang adat istiadat batak.

*****

Alenxader dan rombongan keluarga baru tiba di rumah Jesika. Jesika yang melihat pria tampan dan muda ikut dalam rombongan itu langsung heboh seketika.

Ia mengintip dari balik jendela kamar, melihat kerumunan orang yang baru memasuki halaman rumah.

Wajah Jesika berseri-seri melihat kedatangan dokter tampan anak perantauan. Ia melompat-lompat kegirangan, kalau benar dugaannya, pria itu adalag calon suaminya, maka ia akan menyetujui perjodohan malam itu.

"Horas!" teriak rombongan keluarga Alexander langsung disambut oleh Bernard—Ayah Jesika.

Ia menghampiri rombongan keluarga Alexander yang membawa hantaran makanan.

"Horas!" sahut Bernard, langsung menjabat tangan calon besan, Maruli—Ayah Alexander.

"Horas!" balas Maruli, melemparkan senyuman lebar pada teman lamanya.

"Masuk-masuk!" titah Irma, para pelayan di rumah Jesika mengambil semua hantaran yang dibawa oleh keluarga Alexander.

"Panggil Jesika, suruh keluar kamar," bisik Irma pada salah satu pelayan.

Alexander mengedarkan pandangan, mencari sosok perempuan yang akan menjadi calon istrinya. Keluarga dipersilahkan duduk pada tikar yang digelar. Hari itu, perkenalan dua keluarga konglomerat mulai berlangsung.

Jesika yang dipakaikan sarung oleh salah satu pelayan, berjalan gontai mendekati perkumpulan keluarga. Kecantikan Jesika langsung dilirik oleh Alexander, calon suaminya.

Tak heran, Jesika dijuluki sebagai kembang desa di kampung lantaran kecantikannya tak manusiawi. Gadis berkulit putih, tinggi semampai, rambut yang panjang dan bergelombang, mata yang bulat berwarna kecoklatan, tak mampu ditandingi oleh gadis kota sekalipun.

Alexander tersenyum, saat terpana melihat calon istrinya. Ia tak sabar mendengar pengenalan perempuan tersebut.

Begitu pula Jesika, saat pertama kali melihat Alexander, ia sudah jatuh cinta. Sesuai dengan rumor yang beredar di desa, Alexander memang benar-benar dokter tampan.

Jesika dengan sopan menjabat kedua calon mertuanya. Lalu, berjabat tangan juga dengan Alexander. Kemudian, ia duduk disamping mamanya.

"Kita mulailah perkenalan hari ini! Walaupun aku dan bapaknya Alexander adalah kawan lama. Tapi kita sebagai calon besan tetap harus mengenalkan anak-anak kita," kata Bernard, memulai acara penyambutan.

Para maid, berbodong-bodong menata makanan di depan para tamu dan keluarga Jesika. Setelah semua dihidangkan, mereka langsung ke belakang agar tak mengganggu acara hari itu.

"Inilah boru sasada kami, namanya Jesika Pandingan. Seperti yang kalian lihat ini, umurnya 25 tahun. Berdirilah kau Jesika!" ucap Bernard memperkenalkan.

Jesika berdiri, menyematkan lengkungan lebar di bibir. Ia menunduk ke arah para tamu yang datang hari itu, lalu duduk kembali.

"Sekarang, kukenalkanlah anak siapudan dikeluarga kami. Cuma dialah yang belum kawin, karena umuranya sudah tua, menginjak usia 30 Tahun, makanya kami jodohkan sama Jesika. Inilah dia Alexander Sidabutar, berdiri kau Alex!" kata Maruli, melanjutkan sambutan dari Bernard.

Perkenalan keluarga konglo

Alexander langsung berdiri. Ia juga melakukan apa yang dilakukan oleh Jesika. Kedua keluarga konglomerat itu saling memperkenalkan satu sama lain.

"Lanjutlah perkenalan antar keluarga, ya! Di sini, kami membawa keluarga yang lengkap, ada ito pertama Alex, namanya Juli, ito keduanya namanya Beta Riana, dan Alex anak ketiga kami alias siapudan," ungkap Maruli panjang lebar.

Maruli melanjutkan perkataannya, menjelaskan satu-persatu yang ikut datang menemani, mulai dari tulang, namboru dan uda Alex, maktua, semua lengkap ikut hadir terkecuali opung Alex yang memang sudah tiada sejak lama.

Secara bergantian, Bernard juga mengenalkan keluarganya yang hanya beranggotakan tiga orang termasuk dirinya.

"Seperti yang kalian lihatlah di sini, aku dan istriku hanya memiliki satu anak yaitu Jesika. Tapi untuk yang ikut mendampingi ada adik-adikku serta dari keluarga istriku."

"Sama seperti keluarga yang lae bawa, kami pun lengkap. Ada tulang, namboru, tante, dan udanya Jesika," tambahnya kemudian.

Perkenalan keluarga berlangsung cukup lama. Antar keluarga saling bercakap-cakap, membicarakatan tentang kebiasaan yang kerap dilakukan oleh keluarga masing-masing.

Tak hanya itu, persoalan bisnis juga disampaikan secara terbuka. Dari keluarga Alex, mulai membeberkan tentang berbagai bisnis yang dimiliki.

Keluarga Alex memegang bisnis lahan pertanian, pemilik tanah terbesar bahkan orangtuanya dijuluki sebagai tuan takur, serta pemilik usaha franchise minimarket yang berkembang di penjuru negara mereka.

Sementara keluarga Jesika, ayahnya seorang pebisnis handal dibidang entertaiment khusus perekrutan penyanyi lagu batak, pemilik bisnis karaoke yang tersebar di seluruh di kota-kota besar, serta pemegang saham utama mall terbesar di kota medan.

Meski tinggal di desa, keluarga Jesika sangat terkenal dengan handalnya mengatur usaha yang dimiliki. Mereka bahkan bisa mengontrol segalanya dari kampung. Tak perlu repot mendatangi ke tempat berdirinya usaha yang dimiliki.

"Jadi gitulah, lae! Usaha kita berbeda, penghasilan kita berbeda tapi kami nggak bisa mengungkapkan berapa penghasilan kami selama setahun," tandas Maruli, malu-malu.

"Itu juga termasuk rahasia perusahaan, lae!" timpal Bernard terkekeh, sebab ia juga tak bisa menyampaikan berapa penghasilan keluarganya.

Hal itu sangat sensitif apalagi banyak keluarganya yang menyaksikan, memburu harta yang ia hasilkan, kala dirinya telah tiada. Sebab, adat istiadat keluarga Bernard sangat kental, selama tidak memiliki penerus yang merupakan anak lelaki, harta tidak bisa semuanya jatuh ke tangan anak perempuan semata.

Setidaknya, penghasilan keluarga Bernard, saat ini masih bisa memenuhi semua kebutuhan boru sasadanya, tak perlu bekerja keras banting tulang hanya untuk menafkahi diri sendiri.

Disisi lain, ketika para keluarga sedang asik berbincang, Alex mencuri-curi pandang, menyaksikan kecantikan calon istrinya. Ia ingin sekali berbincang langsung dengan perempuan itu.

Sangat menarik baginya, perempuan itu nampak polos sekaligus liar. Tampilannya bahkan tak biasa. Wajar, seorang anak konglomerat yang tinggal di kampung pasti mengikuti gaya fashion terkini ala anak kota.

Tak heran bagi Alex, karena ia sendiri juga sangat menyukai tipe-tipe wanita seperti Jesika. Cantik, polos, tapi terlihat liar walau hanya sekali pandang.

Ia tahu kalau Jesika bukan sekedar tipikal wanita polos dan lemah lembut. Wanita itu sepertinya memahami tahap berpacaran bahkan tentang tipe lelaki yang disukainya. Meski sebenarnya, Jesika wanita baik-baik hanya sedikit nakal dan iseng.

"Makanlah dulu kita," ucap Bernard, mempersilahkan tamu dan seluruh anggota keluarga untuk bersantap malam.

Saat itu, sudah jam 8 malam, kedua keluarga menikmati makan malam yang dihidangkan sekaligus makanan yang dibawa oleh keluarga Alexander. Mereka menikmati jamuan besar dari keluarga Jesika.

*Hening

Tak ada suara, suasana seketika hening, semua orang sibuk menghabiskan jamuan mewah malam itu.

Makanan khas yang orang batak, tersaji lengkap pada pertemuan persiapan pertunangan dua insan yang belum saling mengenal.

Setelah setengah jam berlalu, semua orang selesai menyantap makanan. Hampir seluruh makanan tandas, telah berpindah ke perut orang-orang yang berada di sana.

Para pelayan dengan sigap membersihkan piring, gelas, dan prasmanan sebagai wadah lauk malam itu.

Tak membutuhkan waktu lama, 10 maid langsung turun tangan membersihkan semuanya. Keluarga Jesika dan Alex melanjutkan topik pembicaraan mengenai persiapan pertunangan hingga pernikahan yang akan digelar dalam waktu dekat.

"Jadi gimana lae, udah siap anak kita ini dinikahkan?" tanya Maruli pada Bernard, kembali melanjutkan topik hangat tentang maksud kedatangan keluarga malam itu.

"Kalau kami, sebagai keluarga pihak perempuan, kami harus menanyakan langsung pada boru kami. Semua harus berdasarkan persetujuannya, dia yang menjalani pernikahan ini, bukan saya," ucap Bernard sembari memberi gurauan.

"Masa Lae menikah sama anak kami—Alex," kekeh Maruli.

Semua keluarga yang ada di sana, ikut menyambut gelak tawa dari candaan kedua pria paruh baya tersebut.

"Langsunglah tanya, Lae!" tandas Maruli, menatap Bernard dengan tajam.

"Gimana, boru? Kau mau menikah sama Alex? Kalau mau kau, berarti jadi hela bapak sama mamak si Alex," papar Bernard, menatap dalam putrinya serta menunggu jawaban.

Jesika tertunduk malu-malu. Namun, ia tak mau memberikan jawaban terang-terangan, bisa besar kepala nantinya Alexander Sidabutar jika ia langsung mengiyakan pertanyaan sang ayah.

"Kalau aku, gimana bang Alex ajalah, pak!" sahutnya seraya tertunduk malu-malu.

"Loh, kok malah balik kau tanya si Alex? Kalau si Alex mau-mau ajanya itu, dikasih perempuan secantik kau, laki-laki mana yang nolak, iya nggak?" canda Bernard terkikik geli.

"Iya, boru, harus kaulah yang jawab. Kalau kau siap dipinang, tinggal kita tunggu jawaban Alex. Mau tidak dia meminang kau?" timpal Irma, menatap dalam manik indah Jesika, yang langsung menatapnya saat ia mulai berbicara.

"Hmm ... mau!" lirihnya sehingga para keluarga tidak mendengar ucapan samar-samar dari mulut Jesika.

"A–apanya kau bilang boru? Macam kumur-kumur. Kau dengar nggak Alex?" Bernard mengalihkan pandangan, menatap Alex yang tengah bergeleng, lalu mengerjapkan mata.

"Tuhkan, calonmu aja nggak dengar!" sesal Bernard.

"Pelankan suaramu, Lae! Takut nanti calon parmaen kita itu," kelit Maruli, membela sang calon menantu.

Entah mengapa, dua pria paruh baya yang bersahabat dekat itu suka berdebat. Saat membicarakan hal sepenting dan seserius ini, mereka malah asik bergurau.

"Iya, aku mau, pak!" kata Jesika dengan suara parau.

Pipinya seketika memerah, lalu menoleh ke wajah Alexander Sidabutar dengan malu-malu. Sekali lihat, Jesika langsung jatuh cinta pandangan pertama pada dokter tampan itu.

"Tuh, kau dengar kan, Lex? Udah mau boruku, kau sendiri siap meminang dia?" cecar Bernard, beralih menangkap iris mata elang calon helanya.

Tanpa ragu-ragu, Alexander menjawab dengan jelas dan tegas. "Saya siap, Tulang!"

Bernard dan Maruli berseru penuh kemenangan, senyum simpul tersemat dibibir keduanya. Mereka merasa bangga saling menjodohkan anak masing-masing.

Bahkan, kedua calon itu saling menatap malu-malu setelah menyetujui pertunangan hingga berlanjut ke prosesi pernikahan.

Meski keduanya sepakat dengan perjodohan, tak lantas membuat keduanya langsung saling mendekat. Pria dan wanita itu masih menjaga jarak, belum melanjutkan pengenalan ke tahap yang lebih pribadi.

"Jadilah kita yang berbesan itu!" teriak Maruli semangat.

"Syukurlah, pak! Tidak ada yang menolak perjodohan ini," sambung Ima, tersenyum bangga, menatap calon menantunya yang sangat cantik tetapi bersikap pemalu.

sinamot

"Jadi, kita mulailah pembicaraan ini ke tahap serius!" seloroh Bernard, situasi menegangkan mulai menghampiri.

"Iyalah, Lae! Langsung aja ke intinya, berapa sinamot yang kalian minta!" hardik Maruli, menatap dalam calon besannya.

Tawar-menawar sinamot pun mulai dilaksanakan. Keluarga memasang raut wajah yang sangat serius. Percakapn inti mengenai permintaan sinamot harus mencapai kesepakatan yang mufakat.

Tak ada yang ingin pembicaraan sinamot berakhir tanpa permintaan angka yang jelas. Suasana tiba-tiba semakin menegang, Bernard yang hendak membuka mulutnya, masih terpaku menatap putrinya.

Sebelumnya, mereka tak pernah memikirkan angka yang pantas untuk memberikan boru sasada pada suaminya kelak.

"Tunggu dulu, Lae!" kata Bernard sembari memikirkan angka sinamot tersebut.

Maruli mengangguk, jantungnya berdegub kencang, kala besannya mengucapkan angka tertinggi dalam prosesi marhata sinamot tersebut.

Meski keluarga Bernard memiliki putri yang cantik, tak ayal membuat keluarga Bernard lupa diri hingga mengucapkan angka yang fantastis untuk permintaan jumlah sinamot tersebut.

Tawar-menawar sinamot pun dimulai. Bernard mulai mengucapkan angka yang menurutnya sesuai dengan harga diri anak perempunnya.

"Saya ingin 5 milyar, Lae! Nantinya digunakan sesuai prosesi adat, diberikan untuk kerabat dan saudara, terutama bagian untuk tulang-tulangnya," jelas Bernard, memberi penekanan pada harga mahar tersebut.

Maruli berpikir sejenak, angka segitu sebenarnya bisa saja ia keluarkan. Jumlah itu, hanya secuil dari kekayaan yang ia miliki.

Namun, setelah anaknya menikah, dirinya juga masih memiliki tanggungjawab, memberikan rumah yang layak, serta kebutuhan lainnya. Terutama untuk pengeluaran acara tetap akan dipersiapkan oleh pihak keluarga laki-laki, pengeluarannya berbeda dari uang pemberian sinamot itu.

"Terlalu mahal itu, Lae! Turunkan lagilah!" tegas Maruli, mulai menego.

"Kalau menurutmu gimana, boru?" cecar Bernard, menatap lekat boru sasadanya.

Jesika menunduk malu, sesekali ia melirik pada Alex. Namun, Alex hanya tersenyum tipis saat calon istrinya menatap.

"Terserah bapak ajalah!" sahut Jesika, memberikan kesempatan negosiasi pada sang ayah.

"Gimana kalo 4 milyar, Lae! Tahu sendirikan, boru kami ini adalah boru sasada, pendidikannya tidak kaleng-kaleng! Predikat sarjana sudah diraih, penampilannya? Lihat sendiri, tidak diragukan lagi," imbuh Bernard, menegosiasi seolah-olah Jesika adalah sebuah barang yang hendak dibeli.

"Masih keberatan itu, Lae! Anak kami juga sudah menjadi seorang dokter! Tinggal di perantauan, tidak kalah hebatnya!" ucap Maruli, memberi pembelaan.

"Menurutmu gimana, Lex? Apa pantas harga 4 milyar untuk calon istrimu?" tampik Bernard, melayangkan pertanyaan untuk calon menantunya.

Alex terdiam lalu menggulum senyum diantara tetua yang ada di rumah itu. Tak lama, ia malah bertanya langsung pada Jesika.

"Kalau menurut adek bagaimana? Pantaskan harga yang dituturkan tulang untuk nilai pernikahan kita?" ucapnya penuh lemah lembut.

Jesika cukup terpaku, saat mendengar suara berat dari calon suaminya. Wajahnya sudah memikat hati Jesika sejak awal, apalagi dengan suaranya semakin meleleh hati Jesika, kala mendengar suara itu.

"Ehm ... kalau aku bagaimana keluarga saja. Intinya yang tidak memberatkan abang dan keluarga tetapi nominalnya tetap memuliakan keluarga kami," jawabnya dengan bijak.

Bernard yang ikut mendengarkan penjelasan Jesika pun mulai menurunkan gengsinya. Ia juga tidak mau memberatkan orang tua calon pengantin. Sebab, harta bukanlah yang terpenting baginya, selama anak satu-satunya yang mereka miliki bahagia.

"Ginilah, Lae, saya memutuskan untuk minta sinamot sebesar 2 milyar saja! Harga itu tidak terlalu murah dan tidak terlalu tinggi bagi pengusaha seperti kita. Ini harga terakhir yang kami minta, kalau Lae dan keluarga menolak, lebih baik kita batalkan perjodohan ini," ungkap Bernard, saling menatap dengan Maruli.

Ayah Alex langsung menelisik Jesika yang masih malu-malu. Namun, kemudian ia meneguhkan hati untuk mengiyakan permintaan nilai sinamot yang dilontarkan oleh keluarga Jesika.

"Baiklah! Sepakat kita, ya!" Maruli mengulurkan tangan, menjabat tangan Bernad dengan semangat.

Marhata sinamot terus berlanjut, sinamot itu kapan akan diserahkan pihak laki-laki pun menjadi pembahasan serius. Secara simbolis, sinamot akan diserahkan sebagian saja atau disebut sebagai bohi ni sinamot.

Oleh karena itu, pihak keluarga Alex akan mempersiapkan dua juta sebagai pemberian secara simbolis keesokannya.

"Besok, kami akan datang lagi ke sini, Lae. Mengantarkan sinamot yang kalian minta. Pemberian sesuai adat batak, kita serahkan hanya sebatas simbolis, untuk nominal lengkapnya akan kita kirimkan melaui tranfer," ucap Maruli, melanjutkan obrolan mengenai kesepakatan sinamot.

Bernard mengangguk patuh, itu hanyalah sebagai simbolis semata. Yang terpenting, anaknya akan sah menikah dengan calon pilihannya sendiri. Ia mengharapkan, Alex akan menjadi suami yang baik bagi Jesika.

"Kalau begitu, kami pamit dululah, Lae! Sudah sangat malam ternyata, esok kami akan kembali lagi. Siap-siaplah kalian menyambut kami."

Maruli beranjak dari duduknya, lalu menghampiri Bernard yang ada di hadapan. Ia menjabat tangan itu, kemudian bergantian ke istri Bernard—Irma.

Tak hanya Maruli, semua keluarga mengekori pria tua itu. Sang istri, Ima juga beranjak, mencium pipi kanan dan kiri mamanya Jesika, hal yang sama juga ia lakukan saat berpamitan pada calon menantunya.

Sementara, Alex juga ikut berjabat tangan pada kedua calon mertuanya. Tak ketinggalan, ia menyempatkan waktu untuk bersalaman dengan Jesika. Keduanya masih sangat malu-malu, bahkan tak ada kata yang terucap sedikitpun.

****

Setelah keluarga Alexander Sidabutar meninggalkan kediaman Jesika, perempuan itu buru-buru berlari masuk ke dalam kamar. Ia melompat-lompat kegirangan di dalam kamar.

Tak menyangka, suami yang ia idamkan sudah ada di pelupuk mata. Tinggal selangkah lagi, ia akan menyandang status sebagai nyonya sidabutar.

"Asikk!! Kenapa nggak dari dulu bapak jodohkan aku sama laki-laki itu. Kalau calonnya begitu sih, aku suka kali!" kekeh Jesika, seraya melompat-lompat kegirangan.

***

Di kediaman Alexander, calon suami Jesika juga merasakan hal yang sama. Harga sinamot bukanlah hal yang sulit untuk dituntaskan. Ia menyerahkan sepenuhnya kuasa pada kedua orangtuanya yang akan menyiapkan sinamot sebesar 2 milyar tersebut.

"Kok ada wanita secantik itu! Tidak manusiawi! Hahh!" desah Alex, menghempaskan tubuhnya dengan keras ke atas ranjang, matanya menatap langit-langit sembari membayangkan wajah cantik Jesika.

Bahkan, Alex tak sabar untuk mengenal Jesika lebih dalam. Meski nantinya pengenalan itu harus dilakukan saat mereka sudah menikah nanti.

Sebab, pengenalan lanjutan sebelum pernikahan masih tabu. Apalagi, mencegah terjadinya pembatalan perjodohan, dikhawatirkan justru akan mempermalukan pihak masing-masing keluarga.

****

Jesika masih mengingat jelas, wajah tampan Alexander, bertubuh tegap dan gagah. Ia sampai menggelengkan kepala demi membuyarkan pikiran kotor yang masuk ke dalam otak.

Aneh tapi nyata, Jesika tengah membayangkan tidur berdua dengan Alex setelah sah menjadi pasangan suami istri.

"Ah! Aku jadi nggak sabar, semoga saja dia orang yang romantis! Sama seperti karakter wajahnya, yang menunjukkan kehangatan dan kelembutan. Sekilas sih, tampak baik dan santun," batin Jesika, membaringkan tubuhnya ke atas ranjang.

Ia semakin tak sabar menunggu esok hari agar bisa melihat wajah tampan milik Alexander.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!