Menikahi Bocil Tengil

Menikahi Bocil Tengil

Chapter 1

Di sebuah gedung yang menjulang tinggi, acara pernikahan di gelar dengan mewah. Desain ruangan itu sangat glamor dengan nuansa gold rose, banyak tamu undangan serta wartawan yang hadir disana. Hanya untuk menyaksikan pernikahan dari seorang miliader terkenal dengan anak pengusaha ternama, Bagus dengan Jessica.

Pernikahan di selenggarakan dengan mewah dengan berbagai sesi acara, keluarga Bagus maupun Jessica terlihat bahagia dengan pernikahan anak mereka.

Gadis berumur 23 tahun berjalan anggun menuruni tangga, dia terlihat sangat cantik menggunakan gaun putih gold yang sangat mewah, riasan di wajahnya pun membuatnya terlihat seperti bidadari. Sebuah bucket bunga besar bertengger di jari lentiknya, sangat anggun dan manis.

Walaupun Jessica terlihat bagai bidadari, namun hatinya terasa gelisah. Karena bagaimanapun pernikahan itu bukanlah kemauan dirinya sendiri, alhasil senyum paksa pun Jessica berikan pada seluruh tamu undangan. Bagaimana tidak? selain terpaksa, Jessica juga harus menikah dengan pria berumur 19 tahun. Mungkin pria itu terlalu muda bagi Jessica, namun bagaimana lagi? Menolak pun tidak bisa.

Jessica pun tidak tau pasti apa alasan ayahnya menikahkan dirinya dengan pria 19 tahun, yang bisa di katakan masih bocil.

Saat berada di gedung pusat acara, semua orang memandangku dari awal aku berjalan hingga sampai di atas panggung. Tatapan mereka menyiratkan kekaguman dan kebahagiaan, namun sang pengantin saja tidak bahagia dengan pernikahannya sendiri. Justru Jessica merasa malu menjadi pusat perhatian, helaan napas berkali kali terdengar dari Jessica.

Tak perlu menunggu lebih lama lagi, terlihat seseorang dengan jas hitam elegan dengan dasi melilit rapi di lehernya. Terlihat gagah dan menawan, bahkan ketampanannya tidak bisa di ragukan lagi. Hidung mancung dengan kulit putih menambah aura pria itu. Siapa lagi jika bukan Bagus yang merupakan calon suami Jessica, dia berjalan masuk gedung dengan di dampingi beberapa orang di sisinya. Bagus di arahkan untuk duduk di samping Jessica, mata elangnya melirik kearah Jessica begitu pula sebaliknya.

'Apa dia calon suamiku?' batin Jessica masih melirik ke arah Bagus yang ada di sampingnya.

Seolah terpaku dengan ketampanan calon suaminya, Jessica terdiam sejenak. Sampai dia tersadar dan menggelengkan kepala pelan.

'Tidak! Dia emang ganteng, tapi umurnya? Ahh apa aku harus menikahi berondong?' Jessica hanya bisa bicara dalam hatinya sambil memalingkan wajahnya. Pasrah, itu yang bisa Jessica lakukan saat ini.

"Cek.. 123." Penghulu mulai menyalakan mic yang ada di depannya.

Setalah dirasa siap, penghulu itu menatap Bagus sambil tersenyum lalu berkata, "Mas Bagus, apa kamu sudah siap untuk menikah dengan Mbak Jessica?"

Bagus terlebih dulu menghela napas panjang sebelum menjawab, bagaimanapun dia juga terlihat gugup. "Insyaallah saya siap," jawabnya yakin.

Penghulu itu mengangguk lalu menyahut, "Akadnya mau pakai bahasa Indonesia atau Arab?"

"Bahasa Arab saja." Bagus mengatakan itu dengan mantap. Jessica yang di sampingnya pun tampak bertanya tanya dalam hatinya.

'Siapa dia sebenarnya? Jarang di kota ini mau menggunakan akad berbahasa Arab,' batin Jessica.

"Maharnya berapa?" Suara penghulu lagi lagi terdengar.

"Satu juta."

"Baiklah mari kita mulai ijab qobulnya."

Penghulu menjulurkan tangannya, yang di sambut oleh Bagus. Akad nikah pun di laksanakan dengan lancar tanpa kendala, sampai suara kompak semua orang mengatakan "Sah!" terdengar menggema di ruangan itu. Sekarang Jessica resmi menjadi istri Bagus.

Kedua mempelai berdiri, Bagus menjulurkan tangannya di depan Jessica sesuai arahan dari orang tuanya. Sementara Jessica gugup, hatinya berdetak lebih cepat. Rasa bingung, sedih, senang maupun kesal bercampur menjadi satu.

'Aku harus mencium tangannya?'

Setelah beberapa detik termenung, akhirnya Jessica mencium tangan Bagus dengan kaku. Seumur hidup dia tidak pernah mencium tangan orang yang lebih muda darinya, namun sekarang? Ahh sudahlah Jessica mau tidak mau harus menerima takdirnya menjadi istri seorang bocil.

Terlepas dari umurnya yang masih belasan tahun, Bagus terlihat sangat berwibawa dan berkharisma. Jessica berharap jika jalan yang di pilih ayahnya adalah yang terbaik, dan bisa membuatnya bahagia di masa depan.

'Dia tampan dan berkharisma, aku harap dia bisa membuatku bahagia suatu saat nanti,' batin Jessica dengan mata masih terfokus pada Bagus.

Namun beberapa detik kemudian Jessica kembali menggelengkan kepalanya. 'No! Apa aku harus mencintainya? Tapi dia suamiku. Oh tuhan apa aku bisa hidup bersamanya nanti? Huhh,' eluh Jessica dalam hati tentunya.

Setelah ijab qobul selesai, Jessica melilitkan tangannya di lengan Bagus seperti instruksi dari ayahnya. Mereka berdua berjalan perlahan melewati karpet merah menuju panggung utama yang di hiasi banyak bunga-bunga indah dan wangi.

Jessica dan Bagus seketika jadi pusat perhatian para tamu undangan, mereka semua ikut bahagia dengan pernikahan kedua mempelai. Namun bagaimana dengan kedua mempelai? Apa mereka bahagia? Tentu saja tidak. Jessica bahkan masih berusaha berdamai dengan keadaan dan takdir, senyuman paksa dia tampilkan agar terlihat bahagia seperti yang mereka harapkan. Jessica sangat menyayangi ayahnya, dia tidak mau jika ayahnya sedih ketika mengetahui dia tidak pernah bahagia dengan pernikahan ini.

Walaupun berat, Jessica berusaha ikhlas menerimanya. Jessica yakin ada hikmah di balik semua ini.

Beberapa jam acara berjalan dengan khidmat dan lancar, kini seluruh tamu undangan satu persatu meninggalkan lokasi pernikahan karena acara telah usai. Hanya tersisa kedua mempelai dan orang tua masing-masing saja yang masih berada di gedung itu.

"Jessica! Ayah sangat bahagia kali ini!" pekik Hendrik memeluk Jessica erat, menyalurkan rasa bahagianya.

Jessica hanya tersenyum paksa sambil menganggukkan kepala, jujur dia tidak tau harus berekspresi seperti apa.

Tak lama kemudian kedua orang tua Bagus datang dan mengucapkan selamat pada Bagus dan juga Jessica, keduanya pun hanya tersenyum dan mengangguk.

"Bagus, Jessica. Sebaiknya kalian cepat pulang dan istirahat ya," ucap Ibu Bagus sambil tersenyum cerah.

"Baiklah," jawab Bagus singkat lalu berpamitan pada orang tuanya dan mertuanya secara bergantian.

Kemudian menggandeng tangan Jessica keluar dari gedung itu, menuju sebuah mobil yang sudah terparkir di depan pintu masuk.

Jessica sempat melirik ke arah Bagus yang tersenyum sepanjang acara, tampaknya dia terlihat sangat bahagia. Sementara Jessica hanya bisa menghela napas dan melangkah mengikuti Bagus tanpa tersenyum sedikit saja.

Setelah sampai di dekat mobil, Bagus sontak melepaskan cengkraman tangan Jessica dan melenggang masuk kedalam mobil sendiri.

Hal itu membuat Jessica mengerutkan keningnya, lalu berkata, "What! Dia masuk duluan? Seharusnya dia membuka pintu untukku dulu dan mempersilahkan aku masuk, lah ini? Main nyelonong masuk gila! Dasar bocil, huh!"

Jessica memanyunkan bibirnya kesal lalu memilih langsung masuk ke dalam mobil, dengan pipi yang mengembung menahan emosi.

Setelah Jessica masuk, mobil pun melaju membelah jalanan meninggalkan gedung megah itu. Hening, sepanjang jalan tidak ada komunikasi diantara mereka berdua. Padahal baru beberapa jam tadi mereka resmi menjadi suami istri.

Jessica terus menatap jalanan sambil menggerutu. "Dasar bocil! Ajak ngobrol kek, ngapain kek. Malah diem kayak patung, sebenernya aku ini dianggap istri ngga sih?" gumamnya lirih mencibir tanpa henti kepada suaminya.

"Udah makan belum?" Setelah sekian lama hening, akhirnya Bagus membuka suara.

Jessica sontak menoleh sambil berkata, "Udah kok." Dia tersenyum berusaha mencairkan suasana, dia memutuskan untuk berdamai dan mencoba menerima suaminya itu.

"Gitu dong, ngajak ngobrol. Kan kalo gitu..."

"Bukan kamu, aku nanya ke pak sopir kok," sahut Bagus memotong perkataan Jessica.

Mata Jessica melotot tak terima, ingin sekali membuang laki laki di sampingnya itu. Namun Jessica mencoba sabar dan memilih memalingkan wajahnya ke arah jendela, niatnya yang semula ingin berdamai kini lenyap. Jessica tidak ingin bicara pada bocil itu!

"Dasar bocil menyebalkan! Bicara saja pada sopirmu itu, jangan bicara padaku!" pekik Jessica tanpa menatap Bagus.

Sedangkan Bagus menahan tawanya mati matian, melihat istrinya kesal membuatnya gemas sendiri.

Jessica menatap langit dari jendela lalu bergumam, "Tuhan! Jika memang takdirku seperti ini, tolong kuatkan hati hamba menghadapi bocil itu!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!