NovelToon NovelToon

Menikahi Bocil Tengil

Chapter 1

Di sebuah gedung yang menjulang tinggi, acara pernikahan di gelar dengan mewah. Desain ruangan itu sangat glamor dengan nuansa gold rose, banyak tamu undangan serta wartawan yang hadir disana. Hanya untuk menyaksikan pernikahan dari seorang miliader terkenal dengan anak pengusaha ternama, Bagus dengan Jessica.

Pernikahan di selenggarakan dengan mewah dengan berbagai sesi acara, keluarga Bagus maupun Jessica terlihat bahagia dengan pernikahan anak mereka.

Gadis berumur 23 tahun berjalan anggun menuruni tangga, dia terlihat sangat cantik menggunakan gaun putih gold yang sangat mewah, riasan di wajahnya pun membuatnya terlihat seperti bidadari. Sebuah bucket bunga besar bertengger di jari lentiknya, sangat anggun dan manis.

Walaupun Jessica terlihat bagai bidadari, namun hatinya terasa gelisah. Karena bagaimanapun pernikahan itu bukanlah kemauan dirinya sendiri, alhasil senyum paksa pun Jessica berikan pada seluruh tamu undangan. Bagaimana tidak? selain terpaksa, Jessica juga harus menikah dengan pria berumur 19 tahun. Mungkin pria itu terlalu muda bagi Jessica, namun bagaimana lagi? Menolak pun tidak bisa.

Jessica pun tidak tau pasti apa alasan ayahnya menikahkan dirinya dengan pria 19 tahun, yang bisa di katakan masih bocil.

Saat berada di gedung pusat acara, semua orang memandangku dari awal aku berjalan hingga sampai di atas panggung. Tatapan mereka menyiratkan kekaguman dan kebahagiaan, namun sang pengantin saja tidak bahagia dengan pernikahannya sendiri. Justru Jessica merasa malu menjadi pusat perhatian, helaan napas berkali kali terdengar dari Jessica.

Tak perlu menunggu lebih lama lagi, terlihat seseorang dengan jas hitam elegan dengan dasi melilit rapi di lehernya. Terlihat gagah dan menawan, bahkan ketampanannya tidak bisa di ragukan lagi. Hidung mancung dengan kulit putih menambah aura pria itu. Siapa lagi jika bukan Bagus yang merupakan calon suami Jessica, dia berjalan masuk gedung dengan di dampingi beberapa orang di sisinya. Bagus di arahkan untuk duduk di samping Jessica, mata elangnya melirik kearah Jessica begitu pula sebaliknya.

'Apa dia calon suamiku?' batin Jessica masih melirik ke arah Bagus yang ada di sampingnya.

Seolah terpaku dengan ketampanan calon suaminya, Jessica terdiam sejenak. Sampai dia tersadar dan menggelengkan kepala pelan.

'Tidak! Dia emang ganteng, tapi umurnya? Ahh apa aku harus menikahi berondong?' Jessica hanya bisa bicara dalam hatinya sambil memalingkan wajahnya. Pasrah, itu yang bisa Jessica lakukan saat ini.

"Cek.. 123." Penghulu mulai menyalakan mic yang ada di depannya.

Setalah dirasa siap, penghulu itu menatap Bagus sambil tersenyum lalu berkata, "Mas Bagus, apa kamu sudah siap untuk menikah dengan Mbak Jessica?"

Bagus terlebih dulu menghela napas panjang sebelum menjawab, bagaimanapun dia juga terlihat gugup. "Insyaallah saya siap," jawabnya yakin.

Penghulu itu mengangguk lalu menyahut, "Akadnya mau pakai bahasa Indonesia atau Arab?"

"Bahasa Arab saja." Bagus mengatakan itu dengan mantap. Jessica yang di sampingnya pun tampak bertanya tanya dalam hatinya.

'Siapa dia sebenarnya? Jarang di kota ini mau menggunakan akad berbahasa Arab,' batin Jessica.

"Maharnya berapa?" Suara penghulu lagi lagi terdengar.

"Satu juta."

"Baiklah mari kita mulai ijab qobulnya."

Penghulu menjulurkan tangannya, yang di sambut oleh Bagus. Akad nikah pun di laksanakan dengan lancar tanpa kendala, sampai suara kompak semua orang mengatakan "Sah!" terdengar menggema di ruangan itu. Sekarang Jessica resmi menjadi istri Bagus.

Kedua mempelai berdiri, Bagus menjulurkan tangannya di depan Jessica sesuai arahan dari orang tuanya. Sementara Jessica gugup, hatinya berdetak lebih cepat. Rasa bingung, sedih, senang maupun kesal bercampur menjadi satu.

'Aku harus mencium tangannya?'

Setelah beberapa detik termenung, akhirnya Jessica mencium tangan Bagus dengan kaku. Seumur hidup dia tidak pernah mencium tangan orang yang lebih muda darinya, namun sekarang? Ahh sudahlah Jessica mau tidak mau harus menerima takdirnya menjadi istri seorang bocil.

Terlepas dari umurnya yang masih belasan tahun, Bagus terlihat sangat berwibawa dan berkharisma. Jessica berharap jika jalan yang di pilih ayahnya adalah yang terbaik, dan bisa membuatnya bahagia di masa depan.

'Dia tampan dan berkharisma, aku harap dia bisa membuatku bahagia suatu saat nanti,' batin Jessica dengan mata masih terfokus pada Bagus.

Namun beberapa detik kemudian Jessica kembali menggelengkan kepalanya. 'No! Apa aku harus mencintainya? Tapi dia suamiku. Oh tuhan apa aku bisa hidup bersamanya nanti? Huhh,' eluh Jessica dalam hati tentunya.

Setelah ijab qobul selesai, Jessica melilitkan tangannya di lengan Bagus seperti instruksi dari ayahnya. Mereka berdua berjalan perlahan melewati karpet merah menuju panggung utama yang di hiasi banyak bunga-bunga indah dan wangi.

Jessica dan Bagus seketika jadi pusat perhatian para tamu undangan, mereka semua ikut bahagia dengan pernikahan kedua mempelai. Namun bagaimana dengan kedua mempelai? Apa mereka bahagia? Tentu saja tidak. Jessica bahkan masih berusaha berdamai dengan keadaan dan takdir, senyuman paksa dia tampilkan agar terlihat bahagia seperti yang mereka harapkan. Jessica sangat menyayangi ayahnya, dia tidak mau jika ayahnya sedih ketika mengetahui dia tidak pernah bahagia dengan pernikahan ini.

Walaupun berat, Jessica berusaha ikhlas menerimanya. Jessica yakin ada hikmah di balik semua ini.

Beberapa jam acara berjalan dengan khidmat dan lancar, kini seluruh tamu undangan satu persatu meninggalkan lokasi pernikahan karena acara telah usai. Hanya tersisa kedua mempelai dan orang tua masing-masing saja yang masih berada di gedung itu.

"Jessica! Ayah sangat bahagia kali ini!" pekik Hendrik memeluk Jessica erat, menyalurkan rasa bahagianya.

Jessica hanya tersenyum paksa sambil menganggukkan kepala, jujur dia tidak tau harus berekspresi seperti apa.

Tak lama kemudian kedua orang tua Bagus datang dan mengucapkan selamat pada Bagus dan juga Jessica, keduanya pun hanya tersenyum dan mengangguk.

"Bagus, Jessica. Sebaiknya kalian cepat pulang dan istirahat ya," ucap Ibu Bagus sambil tersenyum cerah.

"Baiklah," jawab Bagus singkat lalu berpamitan pada orang tuanya dan mertuanya secara bergantian.

Kemudian menggandeng tangan Jessica keluar dari gedung itu, menuju sebuah mobil yang sudah terparkir di depan pintu masuk.

Jessica sempat melirik ke arah Bagus yang tersenyum sepanjang acara, tampaknya dia terlihat sangat bahagia. Sementara Jessica hanya bisa menghela napas dan melangkah mengikuti Bagus tanpa tersenyum sedikit saja.

Setelah sampai di dekat mobil, Bagus sontak melepaskan cengkraman tangan Jessica dan melenggang masuk kedalam mobil sendiri.

Hal itu membuat Jessica mengerutkan keningnya, lalu berkata, "What! Dia masuk duluan? Seharusnya dia membuka pintu untukku dulu dan mempersilahkan aku masuk, lah ini? Main nyelonong masuk gila! Dasar bocil, huh!"

Jessica memanyunkan bibirnya kesal lalu memilih langsung masuk ke dalam mobil, dengan pipi yang mengembung menahan emosi.

Setelah Jessica masuk, mobil pun melaju membelah jalanan meninggalkan gedung megah itu. Hening, sepanjang jalan tidak ada komunikasi diantara mereka berdua. Padahal baru beberapa jam tadi mereka resmi menjadi suami istri.

Jessica terus menatap jalanan sambil menggerutu. "Dasar bocil! Ajak ngobrol kek, ngapain kek. Malah diem kayak patung, sebenernya aku ini dianggap istri ngga sih?" gumamnya lirih mencibir tanpa henti kepada suaminya.

"Udah makan belum?" Setelah sekian lama hening, akhirnya Bagus membuka suara.

Jessica sontak menoleh sambil berkata, "Udah kok." Dia tersenyum berusaha mencairkan suasana, dia memutuskan untuk berdamai dan mencoba menerima suaminya itu.

"Gitu dong, ngajak ngobrol. Kan kalo gitu..."

"Bukan kamu, aku nanya ke pak sopir kok," sahut Bagus memotong perkataan Jessica.

Mata Jessica melotot tak terima, ingin sekali membuang laki laki di sampingnya itu. Namun Jessica mencoba sabar dan memilih memalingkan wajahnya ke arah jendela, niatnya yang semula ingin berdamai kini lenyap. Jessica tidak ingin bicara pada bocil itu!

"Dasar bocil menyebalkan! Bicara saja pada sopirmu itu, jangan bicara padaku!" pekik Jessica tanpa menatap Bagus.

Sedangkan Bagus menahan tawanya mati matian, melihat istrinya kesal membuatnya gemas sendiri.

Jessica menatap langit dari jendela lalu bergumam, "Tuhan! Jika memang takdirku seperti ini, tolong kuatkan hati hamba menghadapi bocil itu!"

Chapter 2

Mobil yang mereka tumpangi pun terus berjalan membelah jalanan, namun pandangan Jessica masih kosong melamun menatap jalanan dari jendela. Hening, itulah yang bisa mendeskripsikan suasana kali ini.

Beruntung lokasi yang mereka tuju tidaklah jauh, tak perlu menunggu lama lagi mobil pun berhenti tepat di depan rumah yang besar nan mewah.

"Lah, kok tiba tiba berhenti?" Jessica terhenyak saat mobil tiba tiba berhenti, lamunannya pun buyar karena itu. Netranya menatap sekitar sambil mengerenyitkan kening. Asing, itu yang Jessica rasakan.

Sementara Bagus sama sekali tidak peduli dengan raut muka Jessica yang terlihat bingung, dia membuka pintu mobil. Sebelum benar benar keluar dari mobil, Bagus menoleh menatap Jessica lalu berkata, "Kamu mau keluar, apa mau tetap disini?"

Jessica tak langsung menjawab, ingatannya kembali pada kejadian beberapa menit yang lalu. Yap, kejadian menyebalkan saat Bagus menanyakan makan kepada supir, yang membuat Jessica harus menahan malu serta kesal secara bersamaan.

Karena masih kesal Jessica pun menatap Bagus sinis. "Kamu tanya ke aku?" tanyanya sambil menunjuk dirinya sendiri, mukanya masam dengan mata setajam elang.

Bagus menghela napas kasar, lalu tersenyum tipis. "Ya kamu lah, sayang," ucapnya lembut.

Damn it! Perkataan Bagus barusan bisa saja membuat gadis manapun melayang, suara deep yang lembut disertai senyuman manis mampu membuat Jessica terdiam seribu bahasa. Seketika dia lupa jika sedang kesal dengan pria yang sudah resmi menjadi suaminya itu. Lagipula ini kali pertama ada seseorang yang memanggil Jessica dengan sebutan 'sayang', maklum saja Jessica adalah jomblo karatan. Tidak pernah menjalin hubungan dengan lelaki manapun sebelumnya, bukannya tidak laku, hanya saja Jessica tidak berminat.

'Jangan baper, Jessica. Apa apaan sih!' batin Jessica menjerit.

Tak ingin terlihat baper, Jessica pun mengubah raut mukanya seperti semula. Lalu berdehem singkat sebagai respon.

Mereka berdua pun keluar dari mobil bersamaan, berjalan beriringan masuk ke rumah mewah itu.

Jessica yang sama sekali tidak tau maksud dan tujuan mereka disana, akhirnya memutuskan untuk bertanya. "Mau kemana kita, mas?" tanyanya menaikkan alisnya sebelah.

"Ya masuk rumah lah," jawab Bagus tanpa menoleh sama sekali, dia melenggang pergi masuk terlebih dulu meninggalkan Jessica begitu saja.

Tak mau tertinggal, Jessica pun berlari kecil mengekor di belakang Bagus. Pandangannya masih mengedar di seluruh penjuru rumah, sangat besar dan mewah bagi Jessica.

"Ini rumah kamu, mas?" Jessica kembali bertanya setelah menjajarkan posisinya dengan Bagus.

"Bukan."

Jessica kembali mengerenyitkan kening, jika bukan rumah Bagus lantas rumah siapa? Pikir Jessica.

Bagus berhenti sejenak, menoleh menatap Jessica dengan raut muka datar nya. Lalu berkata, "Rumah kita." Setelah mengatakan itu Bagus pun berlalu lagi meninggalkan Jessica.

Senyum tipis terbit di wajah Jessica, tak menyangka jika Bagus bisa mengatakan hal romantis itu. "Hmm lumayan romantis sih ni orang, susah ditebak. Kadang ngeselin kadang juga bikin senyum sendiri huh!" gumam Jessica menghela napas panjang.

Setelah mengetahui jika Bagus dan Jessica sudah memasuki rumah, para pelayan menyambut mereka. Terhitung ada empat orang pelayan yang menyambut mereka, Jessica pun berdecak kagum melihat itu. Apalagi melihat seluruh penjuru rumah yang terkesan mewah dan interior yang tidak murah tentunya.

"Silahkan." Salah satu pelayan itu mempersilahkan keduanya untuk menuju ke meja makan, badannya membungkuk memberi hormat.

Jessica pun tersenyum sebagai respon, berbeda dengan Bagus yang tampak biasa saja. Tanpa mengatakan sepatah kata apapun, mereka berdua menuju ke meja makan yang sudah ada banyak makanan tersaji di sana.

"Kamu makan saja dulu, aku mau ke kamar bentar," perintah Bagus.

Jessica pun berfikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk tanda setuju.

Setelah mendapatkan persetujuan Jessica, Bagus pun berlalu menuju kamarnya. Meninggalkan Jessica sendirian di ruang makan, apalagi ke empat pelayan tadi sudah meninggalkan ruang makan sembari tadi. Jadilah Jessica sendirian seperti seorang yang kesepian.

Jessica tetap diam di meja makan, dia hanya melihat makanan yang tersaji di meja makan itu. Tetapi dia tak kunjung memakannya, walaupun cacing di perutnya sudah mulai berdemo minta makan. Entah kenapa Jessica ingin menunggu dan makan bersama Bagus.

"Rasanya gimana ya, makan bersama suami. Pasti lebih nikmat," gumam Jessica sambil tersenyum simpul membayangkan jika keluarganya akan menjadi keluarga bahagia suatu saat nanti.

Jam terus bergulir, dan Jessica pun masih setia menunggu sang suami untuk makan bersama. Namun jam sudah menunjukkan pukul 04.00 sore, dan Bagus belum memunculkan batang hidungnya. Netra Jessica terus menatap ke arah jam sesekali melihat ke arah tangga, berharap Bagus segera muncul dari sana. Tangannya mengetuk meja beberapa kali. Bosan? Tentu saja, terhitung satu jam semenjak Bagus izin untuk ke kamar sebentar. What the hell! Jessica harus tabah menunggu satu jam padahal perutnya sudah lapar, apalagi dirinya belum ganti baju. Yap, baju pernikahan yang sangat berat dan menyiksa dirinya. Terlebih make up yang masih menempel di wajahnya membuatnya risih.

"Huh kenapa lama sekali sih!" gerutu Jessica sudah mulai kesal. Karena geram, Jessica pun berinisiatif untuk menyusul Bagus ke kamar, garpu yang semula dia pegang dia letakkan di meja dengan kasar. Kemudian bangkit dari tempat duduknya dan mulai berjalan menuju kamar Bagus, sebenarnya Jessica tidak tau tempatnya. Namun dia mengikuti saja dimana tadi Bagus pergi.

Setelah berputar putar di seluruh penjuru rumah, akhirnya Jessica menemukan satu kamar yang belum dia cek. Apakah bagus ada disana atau tidak.

"Semoga saja dia ada disini."

Ceklekk...

Jessica membuka knop pintu di depannya, membukanya perlahan tanpa mengetuk ataupun izin dulu. Toh Bagus bilang ini juga rumahnya, jadi tidak perlu meminta izin untuk membuka ruangan itu.

"Aaaaaaaaa!" Saat pintu terbuka lebar, Jessica sontak berteriak lantang sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Bagaimana tidak, tepat di depan matanya. Jessica melihat suaminya sedang tidur terlantang di atas kasur tanpa memakai sehelai baju dan hanya memakai boxer pendek, tangannya sibuk dengan game di ponselnya.

Bukan hanya Jessica yang terkejut, melainkan Bagus pun terkejut dengan suara teriakan Jessica. Sontak Bagus terhenyak dan mengubah posisinya menjadi duduk. Matanya memicing kearah Jessica. "Ada apa?" tanyanya santai tanpa dosa.

Jessica merotasikan kedua bola mata malas, menujuk badan Bagus dengan jari telunjuknya. Matanya masih terpejam erat. "Pakai dulu bajumu!" sentaknya ketus.

Bukannya Jessica lebay, hanya saja dia belum terbiasa dengan pemandangan seperti itu. Karena sebelumnya tidak pernah mengalami momen seperti itu, sangat wajar jika reaksi Jessica berlebihan.

Bagus yang mengerti segera mengambil kaos yang tidak jauh dari jangkauannya, lalu memakainya dengan cepat. "Sudah, buka matamu," ucap Bagus.

"Udah beneran? Jangan bohong kamu!" sarkas Jessica masih menutup matanya.

Bagus jengah, lalu kembali menyahut, "Iyaa sayang, buka saja matamu."

Awalnya dia tidak yakin, namun akhirnya Jessica menurut dan perlahan membuka matanya. Hembusan napas lega terdengar darinya, entahlah Jessica hanya belum terbiasa saja.

"Sudah kan? Sekarang katakan, ada apa?" tanya Bagus lagi.

Jessica kembali kesal karena mengingat dirinya sudah menunggu Bagus cukup lama, sedangkan yang di tunggu enak enakan bermain game dikamar? Sungguh Jessica tidak tau jalan pikiran Bagus.

"Heh! Kamu gimana sih, aku udah nunggu dari tadi di meja makan. Kamu malah asik asikan main game disini?"

Bagus mengerenyitkan kening bingung, tidak mengerti dimana letak kesalahannya. "Loh kalau kamu laper ya makan aja duluan, ngapain nungguin aku?" sahutnya tak berdosa.

Jessica menganga di tempatnya, entah Bagus tidak peka atau memang tidak mau makan dengannya. Intinya Jessica sangat kesal sekarang, bayangkan saja dia sudah rela menunggu dan jawaban Bagus seperti itu? Jika bukan suaminya, sudah bisa dipastikan Jessica akan melemparnya ke amazon.

"Bodo amat lah! Terserah kamu!" Jessica pergi meninggalkan kamar itu dengan rasa kecewa dan kesal.

Chapter 3

Blammm...

Tanpa berfikir, Jessica membanting pintu kamar dengan kasar. Kemudian pergi meninggalkan tempat itu dengan baju pengantin masih melekat di tubuhnya.

Jessica memilih berlari menuju teras rumah, duduk sejenak di kursi panjang yang ada disana. Tubuhnya bergetar menahan tangis, hanya seperti itu saja rasanya dirinya ingin menangis dan kesal. Walaupun begitu tetapi Jessica tetap berusaha tenang dan menguatkan diri, belum ada sehari saja sudah begini. Apalagi bertahun tahun hidup dengan pria itu? Membayangkannya saja mampu membuat Jessica ingin menangis sekarang juga.

"Ihhh ngeselin banget! Dasar suami nggak peka! Ngeselin!" umpatan demi umpatan Jessica ucapkan untuk Bagus, rasa kesalnya harus di salurkan.

"Ada yang bisa saya bantu?" Sedang asik menggerutu dan mengumpat untuk sang suami, justru seorang pelayan datang dan mengejutkannya.

Jessica menghela napas sejenak, berfikir beberapa saat lalu bertanya, "Ada di mana koperku?"

"Ada nyonya, sebentar saya ambilkan," ucap pelayan itu sopan, membungkuk hormat lalu melenggang menuruti permintaan sang nyonya.

Beberapa saat kemudian, pelayan itupun datang dengan menenteng koper milik Jessica. Meletakkan koper itu tepat di depan wanita itu. "Ini koper anda nyonya," ucapnya sopan.

Jessica pun tersenyum simpul sambil mengangguk. "Makasih ya," sahutnya tulus.

Setelah itu Jessica memutuskan untuk kembali masuk membawa koper itu, tidak mungkin juga dia terus memakai baju pengantin itu. Badannya saat ini terasa gerah dan lengket karena belum mandi bahkan belum berganti pakaian. "Males banget sebenernya ngelihat wajah Mas Bagus, tapi mau gimana lagi. Aku harus ganti baju," ujarnya mencoba berdamai dengan keadaan.

Jessica menyeret kopernya masuk kedalam rumah, berjalan santai menuju kamar. Namun saat melewati meja makan, ada satu objek yang membuat langkahnya terhenti. Pandangannya tertuju pada seseorang yang sedang lahap menyantap makanan, siapa lagi jika bukan suaminya.

Bagus pun melihat keberadaan Jessica disana, sontak dia pun menegur istrinya. "Ayo sini makan dulu!" ucapnya tanpa merasa bersalah sedikitpun..

Jessica hanya bisa diam dan memutar bola mata jengah melihat kelakuan suaminya. "Lihatlah, bahkan dia makan dengan tenang setelah membuatku kesal dan hampir menangis!" gumamnya mengeratkan deretan giginya, gemas sekaligus geram pada pria itu.

"Makan aja, aku belum laper," jawab Jessica ketus.

Bagus mengerenyit bingung, pasalnya jelas tadi dia mendengar jika Jessica menunggunya untuk makan, itu berarti wanita itu belum makan bukan?

"Loh katanya tadi kamu laper? Belum makan kan?"

"Nggak, napsu makan aku udah hilang!" Setelah mengatakan itu Jessica segera berlalu pergi dari sana menarik koper itu ke kamar, meninggalkan Bagus begitu saja di ruang makan sendirian.

"Dasar ngeselin!" gerutu Jessica tak ada hentinya memaki Bagus.

Setelah sampai di kamar, Jessica meletakkan koper miliknya di samping almari besar yang ada di pojok kamar.

"Besar juga kamarnya." Jessica masih sibuk mengamati setiap inci dari kamar itu. Matanya terkunci pada kasur king size yang terlihat nyaman, tanpa berlama lagi dia berjalan menuju kasur itu. Kemudian merebahkan tubuhnya disana.

"Huh nyaman sekali, badan ku sakit semua aaa," rengek Jessica merasakan sakit di seluruh badannya. Jessica memejamkan mata sejenak melepas penat, namun tanpa sadar Jessica justru terlelap di atas kasur itu.

***

Matahari memunculkan sinarnya, menghapus bulir embun di dedaunan. Sinar matahari menembus cela jendela, menerobos masuk mengenai mata Jessica yang semula tertidur nyenyak.

Perlahan mata Jessica terbuka, kedua matanya langsung di suguhi wajah Bagus yang ada di sampingnya. Kaget, tentu saja. Wajah dan posisi mereka saat ini terlalu dekat.

"Aaaaaaa!" Teriakan melengking lagi lagi terdengar di seluruh penjuru kamar, membuat pria yang semula tidur tenang di sampingnya terkejut dan sontak langsung terbangun

Seperti orang kebingungan, Bagus mengubah posisinya menjadi duduk dengan muka bantal sesekali mengucek matanya beberapa kali. "Ada apa lagi sih, teriak teriak aja terus," sahut Bagus sewot.

"Hah? Apa kamu bilang!" Jessica tidak terima, matanya melotot menatap Bagus.

"Ngapain kamu tidur disini? Kamu nggak ngapa-ngapain aku kan?" tanya Jessica mengintimidasi, tatapannya tajam tak bersahabat lagi.

Bagus berdecak kesal. "Ini kan kamar kita, aku berhak dong tidur disini. Lagipula kita ini udah sah menjadi suami istri," jawabnya dengan suara serak khas bangun tidur.

Damn! Bahkan Jessica baru ingat jika dia telah menjadi seorang istri dari pria tengil dan menyebalkan di sampingnya itu. "Bodo amat ah!" ucapnya berusaha acuh, mencari kopernya di seluruh penjuru kamar. Namun hasilnya nihil, padahal Jessica yakin jika menaruh koper itu di samping lemari. Tapi sekarang sudah tidak ada wujudnya.

"Kemana koperku?" tanyanya entah pada siapa, menggaruk kepala yang tidak gatal.

Tak ada pilihan lain, Jessica kembali menghadap Bagus yang masih duduk diatas ranjang. "Dimana koperku?" tanyanya berkacak pinggang di depan Bagus.

Dengan malas Bagus menunjuk lemari putih yang ada di pojok ruangan, kemudian kembali tumbang sambil menutupi wajahnya dengan bantal. Mengantisipasi telinganya dari teriakan istrinya.

Jessica tak peduli, dia memilih beranjak menuju lemari itu. Lemari yang sama saat dia meletakkan koper miliknya semalam. Jessica membuka lemari itu, ternyata semua bajunya ada di dalam. Sudah tertata rapi disana.

Jessica kembali menoleh menatap Bagus lalu bertanya, "Siapa yang masukin bajuku ke lemari?"

"Semalam aku menyuruh pelayan buat nata baju kamu disitu," jawab Bagus ogah ogahan, jujur dia masih mengantuk.

Jessica melotot tajam. "Hah! Jadi mereka ngelihat aku tidur?" tanyanya geram.

"Hmm." Yang ditanya hanya berdeham saja menanggapinya.

"Kamu gimana sih, masak kamu biarin pelayan masuk pas aku lagi tidur?" omel Jessica melipat tangannya diatas dada, masih tak terima dengan apa yang terjadi.

"Ya nggak apa apa lah, mereka kan bekerja."

Karena geram, Jessica berjalan menghampiri Bagus kembali. Pria itu masih berbaring dengan ponsel di tangannya. "Eh! Kamu mikir dong, masak istri kamu lagi tidur, kamu bairin orang lain lihat gitu?" Jessica tak berhenti mengomel pada Bagus.

Sementara Bagus menghela napas panjang, mencoba sabar dengan istrinya. "Udah kamu tenang aja, mereka nggak akan berbuat macam macam sama kamu. Lagipula pas mereka masukin baju kamu ke lemari, aku juga ada disini kok," jelasnya panjang kali lebar.

Jessica berdecak kesal, tetap saja dia tidak suka. "Ah terserah deh! Aku capek ribut terus sama kamu!" sarkasnya kesal. Daripada darah tinggi menanggapi suaminya, Jessica pun memilih untuk pergi melenggang ke kemar mandi untuk melakukan ritual mandi agar badannya lebih fresh. Sementara Bagus? Masih tetap di posisi yang sama, tak peduli jika istrinya marah sekalipun.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!