VERONICA
Seorang gadis cantik menyetir dijalan raya dengan satu tangan, dengan mata fokus pada spion depan sembari memulaskan lipstik dibibirnya, tindakannya itu benar-benar berbahaya, tidak hanya membahayakan dirinya, tapi juga untuk pengendara lainnya, gadis cantik itu adalah Veronica Salim, Putri tunggal dari pengusaha kaya raya bernama Amar Salim, gadis cantik itu saat ini tengah terburu-buru karna tidak ingin terlambat dimata kuliah salah satu dosennya yang terkena kiler dan hobi banget memberi nilai D, karna fokus pandangannya pada spion, sehingga gadis yang dua hari yang lalu merayakan ulang tahunnya yang ke 20 tahun itu tidak melihat motor yang berhenti didepannya, alhasil, dia menabrak motor yang saat ini berada didepannya yang membuat motor terjatuh bersama dengan pengendaranya.
"Ya Tuhan, mobil gue." paniknya saat menabrak, bukan orang yang dia tabrak yang dia khawatirkan, tapi takut mobil barunya yang merupakan hadiah ulang tahun dari papanya yang saat ini dia kendarai lecet atau tergores.
Sedangkan sik pengendara berusaha untuk bangun.
Vero keluar dari mobilnya, melihat bagian depan body mobilnya, dan mulus gak lecet sama sekali, dan bukannya meminta maaf, ehh dia malah menyalahkan orang yang dia tabrak.
"Heh, kalau berhenti jangan sembarangan donk, untung mobil gue tidak kenapa-napa, kalau lecet sedikit saja saya bisa tuntut lo ya."
Sumpah, panas rasanya telinga sik pengendara motor, pasalnya, dalam hal ini dia yang dirugikan, ehh malah dia yang disalahkan habis-habisan.
Sik pengendara melepas helmnya dan berbalik menghadap Vero.
Vero sempat terpana untuk 5 detik melihat pengendara motor yang ditabraknya, pasalnya pengendara itu sangatlah tampan, berbanding terbalik dengan motornya yang butut dan menurut Vero sieh tidak layak pakai.
"Heh, gue yang lo rugikan dalam hal ini, kenapa malah lo yang ngamuk-ngamuk kayak gini, seharusnya gue yang meminta pertanggung jawaban dari lo." sik pengendara menyerang balik.
Vero sadar dari keterpanaannya mendengar laki-laki itu menyerangnya balik, "Ini salahnya lo ya, siapa suruh lo berhentinya sembarangan ditengah jalan kayak gini."
"Gue tidak berhenti sembarangan ya, saya membiarkan kucing lewat barusan, lonya saja yang bawa mobil tidak lihat-lihat." sik pengendara tidak terima disalahkan begitu saja.
"Meskipun begitu, lo tetap salah, kalau berhenti kasih peringatan dulu kek atau gimana." duhh Vero malah nyolot.
"Lo apa susahnya sieh minta maaf dan bertanggung jawab, jelas-jelas dalam hal ini lo yang salah, bukannya malah memutarbalikkan fakta kayak gini, lo lihat tuh motor gue rusak gara-gara lo." sik pengendara itu menunjuk motornya yang masih tergeletak tidak berdaya diaspal.
"Oke, lo mau berapa hah." Vero mengeluarkan dompet dari tasnya, dan dari dompet tersebut Vero mengeluarkan sejumlah uang dengan nominal seratus ribuan, dan menekannya didada cowok yang dia tabrak.
"Tuhhh ambil, gue rasa uang itu lebih dari cukup untuk memperbaiki motor butut lo yang rusak."
Uang tersebut jatuh berhamburan ke bawah begitu Vero menarik tangannya, dan setelah melukai harga diri orang, Veroberlalu begitu saja tanpa merasa bersalah sedikitpun.
Wajah sik pengendara merah padam karna menahan amarah, dia begitu sangat terhina dengan kelakuan gadis kaya dan sombong yang hanya bisa mengandalkan uang orang tuanya tersebut.
Sik pengendara memungut uang-uang yang jatuh berserakan diaspal itu, dia mengejar Vero dan menarik lengannya yang membuat tubuh Vero sampai berbalik ke belakang, dan dengan kasar laki-laki yang ditabrak oleh Vero melemparkan uang itu kembali ke wajah Vero.
Vero hanya bisa menganga, rasanya suaranya susah untuk keluar untuk mengumpat cowok yang dengan sangat kurang ajarnya melemparkan uang yang dia kasih ke mukanya.
"Ambil uang lo, gue gak butuh uang dari gadis sombong dan angkuh kayak lo."
Puas rasanya hati sik cowok setelah berhasil membalas perlakuan Vero, dia kembali berjalan ke motornya dan melajukannnya menjauhi tempat tersebut.
Begitu sik pengendara tersebut sudah menjauh, barulah Vero sadar dari keterkejutannya.
"Hehh brengsek, berani-beraninya lo ngelakuin hal itu ke gue,sialan, awas lo ya kalau kita ketemu, dasar bajingan." Vero mengumpat mengeluarkan kekesalannya, dia benar-benar merasa terhina sumpah.
*****
Dan yahh, karna insiden tabrakan tadi, plus adu mulut dengan sik pengendara yang dia tabrak, alhasil Vero terlambat, dia tidak diizinkan masuk oleh pak Suterja, dosen pengampu mata kuliahnya, sebagai gantinya, Vero diminta secara khusus ke ruangan pak Suterja.
10 menit kemudian, barulah Vero keluar, dan begitu keluar dari ruangan pak Suterja, dua sahabatnya, yaitu Tiar dan Rara yang memang sengaja menunggunya langsung mencecarnya dengan pertanyaan.
"Gimana-gimana, apa pak Suterja marah-marah gak sama lo." kepo Tiar
"Apa dia ngasih lo kuliah khusus." tanya Rara.
"Gue disuruh buat 3 makalah sekaligus kalau gue ingin nilai gue selamat, dan gue disuruh ngumpulin besok paling lambat jam 07.30, menyebalkan gak tuh, gue aja jam segitu belum bangun." desah Vero kesel.
"Wahh masih mendinglah itu, cuma tiga makalah doank mah kecil." Tiar menjentikkan jarinya.
"Kecil-keci, lo fikir dosen lo yang kepalanya kayak landasan pesawat terbang itu ngasih materi yang mudah, busett, lihat judul makalah yang harus gue kerjakan saja yang semuanya pakai bahasa inggris bikin kepala gue mumet, apalagi kalau harus ngerjain." keluh Vero.
"Udah sieh Ver dibawa santai aja, tumben banget lo pakai berfikir kayak gini, biasanya juga hal-hal beginian langsung lo serahin ke ekhem-ekhem lo tuh."
"Hmmm, iya juga sieh lo benar juga, gue baru ingat kalau gue punya pacar pinter." lisannya, "Dan yah, sebentar lagi akan berstatus sebagai mantan gue." sambungnya dalam hati.
"Lo mahh beruntung ya Ver, pacar lo kak Saga sudah tampan, baik, perhatian, kaya, bisa diandalkan lagi dalam hal begini, sumpah deh lo bikin iri saja." sahut Tiar.
"Makanya lo cari pacar kayak gue donk yang serba segala-segalanya, kan lumayan bisa diandalkan dan pastinya dimanfaatkan."
"Ya masalahnya kita tidak seberuntung lo ya Ver ditaksir oleh cowok sekelas kak Saga, kita mah asal ada yang mau aja gitu."
"Dihhh lo aja ya Ra, gue mah gak gitu." Tiar membantah kata-kata Rara.
"Ihhh, iyain kenapa sieh, gak setia kawan banget lo."
"Dihh ogah."
"Ehh kantin yuk, lapar neih gue, karna terburu-buru gue gak sempat sarapan, ehh malah gue berurusan dengan pengendara motor butut itu lagi."
"Hehh, pengendara motor butut siapa."
"Gue kasih tahu juga lo gak bakalan tahulah, pokoknya pengendara motor butut sialan, intinya gue malas deh mengingat wajahnya." kesalnya saat mengingat insiden dijalan raya tadi pagi, "Yuk ahh mending kita cabut." ajaknya yang diangguki oleh kedua sahabatnya.
****
"Hai sayang." sapa Saga, laki-laki yang selama dua minggu ini telah menjadi pacar Vero yang kini nyamperin Vero saat melihat Vero dikantin.
"Hmmm." jawab Vero tidak antusias, kayaknya dia sudah mulai bosan deh dengan Saga.
"Hai kak Saga." sapa Rara dan Tiar barengan.
"Hai Ra, Tiar." sapa Saga balik.
"Gue ada tugas tuh dari pak Suterja, lo bantuin gue ngerjain donk, besok gue disuruh ngumpulin soalnya." suruh Vero seenak udelnyanya kayak nyuruh kacungnya saja.
"Oke sayang, akan kukerjakan untuk kamu, apa sieh yang gak buat kamu." jawab Saga patuh, patuh karna cinta.
"Sayang, kamu masih ada mata kuliah gak hari ini, gimana kalau setelah ini kita pergi jalan, kita nonton atau apalah gitu." saran Saga.
"Gak deh, gue lagi malas, gue ingin langsung pulang soalnya." tolak Vero.
"Hmmm gitu ya, bagaimana kalau nanti malam, aku jemput kamu ya." Saga masih belum menyerah.
"Gak bisa, nanti malam gue ada acara keluarga." bohongnya.
Rara dan Tiar hanya saling melempar pandangan satu sama lain, mereka merasa berada ditempat yang salah saat ini.
"Kamu kenapa sieh sayang, beberapa hari ini kalau diajak jalan selalu ada saja alasannya." Saga mulai kesal.
"Ya gue lagi malas aja, gue lagi PMS, ngerti gak sieh lo." suara Vero agak meninggi.
Rara dan Tiar kembali saling lirik satu sama lain, dalam benak masing-masing berkata, "PMS, bukankah mingu kemarin juga Vero PMS ya, masak sekarang PMS lagi, emang seberapa banyak stok darah yang dimiliki oleh Vero."
Tapi tentu saja mereka tidak menyuarakan apa yang ada dalam fikiran mereka.
"Oke, ya udah deh, mungkin kapan-kapan saja kalau begitu." Saga akhirnya menyerah, tidak lagi berusaha membujuk Vero untuk keluar bersamanya.
"Gak ada kapan-kapan ya, kalau lo sudah ngelarin tugas gue, lo bakalan gue campakin." batin Vero jahat.
"Terus, lo ngapain masih betah duduk disini, pergi gieh." usir Vero.
"Lho, kok kamu ngusir sieh sayang, akukan ingin bersama kamu, habisnya kamu diajakin jalan gak mau."
"Lo mending pergi deh, guekan sama teman-teman gue ada hal yang perlu gue bahas yang gak boleh lo denger, ini masalah wanita." ini alasan doank seih, Vero hanya sangat malas dekat-dekat dengan Saga.
Baik Rara dan Tiar merasa kasihan dengan Saga, tapi begitulah Vero, kalau sudah bosan dia dengan gampangnya mencampakkan orang tanpa memikirkan perasaan orang, ya maklumlah ya, orang cantik, suka seenak udelnya.
"Oke baiklah aku pergi kalau gitu." Saga mengelus kepala Vero sebelum pergi, itu sebagai bukti kalau dia memang benar-benar mencintai Vero, tapi sayangnya, cinta Saga disia-siakan oleh Vero, sama seperti cowok-cowok Vero sebelumnya, Vero memang tidak pernah betah pacaran, rekor terlama dia pacaran adalah satu bulan.
"Inget ya Saga, besok tugas gue sudah harus selesai, soalnya jam 07.30 sudah harus gue serahkan sama pak Suterja." Vero mengingatkan.
Saga mengacungkan jempolnya yang berarti kalau semuanya akan beres, "Tenang saja sayang, semua urusan akan beres ditanganku."
"Ver, kok lo jahat banget sieh sama kak Saga, padahal kak Saga bener-bener cinta sama lo." ucap Rara begitu Saga sudah pergi.
"Habisnya gimana, gue sudah bosan sama dia."
"Lo itu ya Ver, awas lo nanti kena karma."
"Idihhh ini zaman modern woee, percaya lo dengan yang namanya karma-karmaan."
"Gak peduli ini zaman purba kek, zaman es kek, zaman batu kek, zaman modern sekaligus, karma itu memang ada Ver." Rara memperingatkan.
"Ishhh, kok lo jadi ustadzah gini sieh Ra."
"Bukannya gue bermaksud menggurui lo ya Ver, guekan hanya mengingatkan doank, ya sebagai sahabat lo, gue gak ingin lo kenapa-napa nantinya atau menyesal."
"Hmmm iya iya, gue akan berubah, tapi nanti saat gue nemuin orang yang tepat oke, saat ini gue hanya mau bersenang-senang dulu menghabiskan masa muda gue."
Rara hanya mendesah mendengar jawaban Vero, sahabatnya itu memang agak susah dibilangin.
****
"Duhhh panas." Tiar mengipas-ngipaskan tangannya didepan wajahnya, dia menoleh sekelilingnya untuk mencari keberadaan bengkel karna motornya tiba-tiba mogok di siang bolong disaat matahari tengah terik-teriknya begini yang bisa berpotensi membuat kulitnya gosong, dan sepertinya memang di daerah sekitar tempat motornya mogok tidak ada tanda-tanda adanya bengkel.
"Dasar motor sialan, bikin susah hidup gue saja, mogok gak pilih-pilih tempat lagi." umpatnya.
Tiar mengeluarkan ponselnya untuk menelpon bengkel langganannya, sayangnya saat dia akan melakukan panggilan, ponselnya mendadak mati karna kehabisan bateri.
"Ihh, dasar menyebalkan, pakai mati segal lagi." desahnya frustasi, "Terus gimana nieh, masak gue dorong sieh sampai nemuin bengkel, pasti capeklah gue."
Saat tengah dilanda keputusaasan begitu, tiba-tiba sebuah motor tepat berhenti didekatnya, setelah melepas helm dan memarkir motornya, sik pengendara motor itu bertanya sama Tiar.
"Motornya kenapa mbak."
"Bara." gumam Tiar karna kebetulan dia mengenali cowok yang bertanya padanya itu, mereka satu kampus tapi beda fakultas, sebenarnya itu bukan alasan Tiar kenal dengan Bara, Tiar kenal Bara karna Bara memang terkenal dikalangan mahasiswi dikampus, terkenal karna ketampanannya, tampan yang bukan sembarang tampan, kalau kebanyakan cowok tampan pada suka tebar pesona dan menggunakan ketampanannya untuk menggaet cewek dan merayu cewek, Bara itu jelas berbeda, dia cuek dan dingin kepada setiap cewek yang mendekatinya, sampai detik ini, tidak ada tuh satupun cewek yang berhasil meluluhkan hati seorang Bara, tapi meskipun begitu, Bara itu baik banget lho, dia tidak akan segan-segan membantu orang yang tengah kesusahan tanpa pamrih, bahkan sama orang yang tidak dikenalnya, seperti yang saat ini dia lakukan sama Tiar, Tiar memang mengenal Bara, tapi Bara jelas tidak mengenal Tiar meskipun mereka kuliah ditempat yang sama.
Sejak tadi, diantara puluhan pengendara yang berlalu lalang, tidak ada satupun yang repot-repot berhenti dan menawarkan bantuan pada Tiar, dan tahu-tahunya Bara dengan kebaikan hatinya mendekatinya dan menanyakan kondisi motornya.
"Mbak, motornya kenapa." cowok bernama Bara itu mengulangi pertanyaannya karna bukannya menjawab pertanyaannya, gadis yang dia tanyai hanya memandangnya.
"Ehmm, ehh, hehe." Tiar terlihat bodoh, malulah dia karna ketahuan menatap Bara sampai-sampai air liurnya mau netes segala, "Itu...anu Baraa." Tiar jadi gugup dibawah sorot tajam pandangan Bara yang bak elang yang akan memangsa, "Aku gak tahu kenapa, tiba-tiba saja mogok."
"Apa boleh aku memeriksanya." Bara menawarkan bantuan.
"Ohh, tentu saja boleh." Tiar bergeser membiarkan Bara untuk memeriksa motornya.
Tapi sebelumnya, Bara membuka jok motornya dan dari sana dia mengeluarkan perkakas peralatan bengkel.
Dan untuk beberapa waktu, Bara terlihat mengutak-atik motor Tiar dengan lihai seolah-olah dia sudah terbiasa melakukannya.
"Coba hidupkan motornya." pinta Bara setelah beberapa saat.
Tiar melakukan apa yang diminta oleh Bara, dia menstater motornya dan hidup, Tiar begitu senang.
"Akhhh, hidup." lengkingnya.
"Terimakasih ya Bara."
"Hmmm." gumam Bara datar tanpa kepo sedikitpun kenapa gadis yang baru ditemuinya itu tahu namanya.
"Ohh ya Bar, aku Tiar, kita satu kampus lho, aku sering lihat kamu dikampus." ujar Tiar memperkenalkan diri dan berharap Bara sedikit ramah padanya.
"Ohhh." hanya itu respon Bara, dia tidak terlihat antusias saat mengetahui kalau gadis yang baru saja ditolongnya ternyata satu kampus dengannya.
"Astaga, Bara benar-benar es batu, dia benar-benar lempeng tanpa ekpresi, bikin gemes." Tiar membatin.
"Oke, karna motor mbak sudah hidup, saya pergi dulu kalau begitu." Bara berbalik dan bersiap mendekati motornya, namun Tiar menahannya.
"Tunggu dulu Bar."
Bara kembali berbalik ke arah Tiar, Tiar membuka tasnya dan mengeluarkan dompetnya, dari sana dia mengeluarkan dua lembar uang berwarna merah dan menyodorkannya pada Bara.
"Terimakasih ya Bara karna telah nolongin aku."
"Sama-sama, tapi maaf, aku tidak bisa menerima pemberian mbak."
"Kok gak mau, ini sebagai balas jasa karna kamu telah nolongin aku, ayok diambil." Tiar memaksa.
"Sekali lagi terimakasih, aku ikhkas kok nolongin mbak." Bara menolak halus.
Setelah mengatakan hal tersebut, Bara kembali berjalan ke arah motornya, "Saya duluan." pamitnya sebelum menjalankan motornya.
Tiar hanya menatap kepergian Bara yang semakin jauh, "Ahhh Bara, kenapa dia baik begitu sieh, bikin hati aku agak gimana gitu." Tiar jadi senyum-senyum sendiri.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments