"Senyum yang manis Vero, agar sik batu bara yang di depan lo ini kleper-kleper sama lo, karna senyum lo merupakan salah satu pemikat paling ampuh membuat laki-laki bertekuku lutut." begitu sudah berada didepan Bara, Vero kembali memperingatkan dirinya sebelum dia memulai aksinya untuk menaklukkan hati Bara, dan kalau berhasil, maka bahagia dunia akhiratlah hidupnya karna tidak perlu lagi dipusingkan dengan tugas-tugas kuliah karna akan diambil alih oleh kedua sahabatnya.
"Ekhemmm." Vero berdehem manja lengkap dengan senyum cantiknya yang menghiasi bibir seksinya untuk menarik perhatian Bara.
Tapi kayaknya Bara tidak ada tanda-tandanya akan mengalihkan perhatiannya dari buku yang saat ini dia baca.
"Ekhemm." Vero kembali berdehem.
Bara mendongak kurang dari sedetik kemudian kembali mengarahkan pandangannya pada buku tebal didepannya, dia menganggap Vero seolah-olah serangga pengganggu yang tidak penting.
"Apa, heii, berani-beraninya dia mengacuhkan gue bahkan saat gue bersikap sangat manis kayak gini sama dia, sialan, sok cakep banget sieh jadi cowok." Vero ngedumel dalam hati, "Oke oke, lo tenang Vero, lo jangan terpancing oleh sikap acuhnya sik brengsek ini, ingat misi lo untuk membuat dia jatuh cinta, intinya nieh cowok pasti bisa lo buat bertekuk lutut karna tidak cowok yang tidak bisa lo taklukkan, sik brengsek ini hanya sok jual malal saja." Vero memperingatkan dirinya untuk berusaha untuk sabar.
Meskipun kesal, tapi Vero tetap berusaha menyunggingkan senyumnya, "Mmm, Bara, gue boleh dudukkan." tanyanya hanya sebagai formalitas belaka mengingat dia tidak menunggu Bara untuk menjawab karna dia langsung mendudukkan bokongnya dikursi yang berhadapan langsung dengan Bara.
Sik Bara tetap fokus dengan buku yang dibacanya, dia benar-benar menganggap Vero mahluk tidak kasat mata.
"Gilaaa, noleh aja gak, bener-bener bikin kesel deh ihhh."
"Bara, mungkin awal pertemuan kita bukanlah pertemuan yang bisa dibilang mengesankan." Vero mengingat pertemuan pertama mereka dalam sebuah insiden kecelakaan yang membuat mereka sampai adu mulut, dan pertemuan kedua juga mereka cekcok hebat, "Tapi sebagai manusia kita tidak boleh donk ya musuhan dan cekcok terus, kan dosa."
"Maksud lo, lo mau minta maaf gitu sama gue." tandas Bara kini menatap Vero dengan mata tajamnya yang bak elang yang siap memangsa.
"Anjirrr, kok gue jadi grogi gini sieh melihat sik batu bara itu menatap gue, pandangannya itu lho, tajam dan dalam lagi, rasanya gue ingin meleleh saja." batinnya, "Ehhh, apa-apaan ini, gue tadi tidak terpesonakan sama dia, gue hanya...apa ya namanya, terpana sesaat, ya itulah, gue gak terpesona apalagi tertarik." Vero berusaha membantah perasaannya.
"Buruan kalau gitu, dan setelah itu cabut lo dari hadapan gue, keberadaan lo mengganggu tahu gak." jutek Bara.
"Apa katanya, keberadaan gue mengganggu, e eh, sok penting banget sieh dia, belum apa-apa sik brengsek ini bikin gue kesel aja, kayaknya kalau ada fakultas ilmu kesabaran, gue kudu ngedaftar dan masuk sana." Vero bercloteh dalam hati.
"Mmm, iya, gue mau minta maaf sama lo Bara, maafkan gue ya." lisannya untuk mempermulus rencananya, padahal mah dia ogah banget minta maaf karna menurut Vero dia tidak salah sama sekali, fikir Vero, seharusnya Bara yang harusnya meminta maaf padanya.
"Jadi, sekarang kita damaikan, kita bisa bertemankan." lisannya, "Oke, gak mungkinkan blak-blakan dan mengatakan kalau gue saat ini dalam misi untuk menaklukkan dia, ya pertama-tama, gue mulai dengan pertemanan dululah." batinnya.
"Gak."
"Lho, kok gak sieh, guekan udah minta maaf, masak lo gak mau berteman sieh dengan gue."
"Gue udah punya banyak teman, dan semuanya tidak berguna sama sekali."
"Ya Tuhan, benar-benar minta digampar cowok ini."
"Apalagi yang lo tunggu, pergi sana." usir Bara sadis.
"Gak mau, gue gak mau pergi sebelum lo mau jadi teman gue."
Bara mendesah berat, keberadaan gadis ini didekatnya benar-benar sangat mengganggunya dan tidak bisa membuatnya konsentrasi dengan apa yang saat ini dibacanya, dia tidak ingin berteman dengan gadis sombong ini, dan Bara yakin kalau gadis ini benar-benar tidak murni ingin berteman dengannya, karna kurang 10 menit yang lalu mereka terlibat cekcok hebat, entah alasan apa yang menyebabkannya bersikap manis begini dan menawarkan untuk berteman, Bara tidak mau tahu dan tidak peduli apa alasan dibalik kenapa Vero tiba-tiba ngotot ingin berteman dengannya karna Bara sama sekali tidak tertarik deket-deket apalagi berteman dengan gadis angkuh yang saat ini ada dihadapannya, tapi kalau dia tidak mengiyakan keinginan gadis tersebut, gadis itu tidak akan mau pergi dari hadapannya, akhirnya dengan terpaksa Bara mengiyakan agar sik gadis segera pergi dan meninggalkan dirinya sendiri, "Mmm, oke, gue mau berteman dengan lo." ucapnya terpaksa.
"Seriusan lo mau berteman dengan gue Bara, aihhh senangnya gue punya teman baru kayak lo." antusiasnya reflek, padahal hanya berteman doank, dia kok kayak senang banget ya, mungkin karna dia terbiasa didekatin dan dikejar-kejar oleh cowok-cowok, sehingga saat dia benar-benar berjuang untuk menaklukkan Bara, dia jadi bahagia kayak gini.
"Gak usah lebay deh lo."
Namun Vero mengabaikan kata-kata Bara dan kembali bicara, "Ohh ya, gue belum memperkenalkan diri gue." Vero menjulurkan tangannya, ini sudah menjadi tradisi kalau mau berkenalan dengan seseorang, "Gue Veronica Salim, gadis tercantik di kampus ini, anak tunggal dari Amar Salim, dan gue saat ini jomblo." penting gitu Vero memperkenalkan dirinya sampai seditail itu, kayak Bara peduli saja.
"Gue udah tahu."
"Ehhh, lo udah tahu ya, gue seterkenal itu ya ternyata." bangganya.
"Siapa yang tidak tahu sama lo, gadis angkuh, sombong, kejam, sok cantik, tapi bodoh, bukan sesuatu hal yang pantas untuk dibanggakan." sadis Bara.
"Heii, apa dia bilang, gue gadis sombong, sok cantik dan bodoh." sumpah rasanya seperti ada yang menyalakan tungku didalam hati Vero mendengar hinaan yang dilontarkan oleh Bara barusan, Vero heran, dengan sikap Bara yang seperti ini kok banyak yang suka sama dia, "Gue butuh frezer, gue butuh frezer untuk mendinginkan hati gue, dasar cowok sialan, gak gue sangka akan sesulit ini untuk menaklukkanya, tapi lo pasti bisa Vero, pasti bisa."
Ditengah suasana hatinya yang dipenuhi oleh Bara api yang masih menyala, Vero sangat berusaha untuk tersenyum, meskipun bukan senyum manis yang tercipta, tapi lebih kepada senyum masam, "Akhhh Bara, lo denger dari mana sieh cerita tentang gue itu, yang mengatakan hal itu asli tuh orang syirik sama gue, aslinyakan gue baik hati, ramah tamah, dan rajin menabung."
"Gue lihat sendiri bagaimana kekejaman lo yang selalu mencampakkan laki-laki yang pernah menjadi pacar lo."
Glek, Vero menelan ludahnya sendiri, gak punya kata-kata dia untuk membalas fakta yang dilontarkan oleh Bara, namun dia masih berusaha untuk membuat citranya membaik didepan Bara kalau mau misinya berjalan dengan lancar, "Itukan dulu Bara, sekarang gue sudah berubah."
"Terserah lo mau berubah atau gak gue gak peduli." jawab Bara dalam hati.
"Ohh iya Bara, karna kita sudah berteman, bolehkan gue minta nomer lo." Vero mengulurkan ponselnya dengan harapan Bara mengambilnya dan menuliskan nomernya.
"Buat apa lo minta nomer gue."
"Iya karna kita teman, teman memang seharusnya saling bertukar nomer ponselkan."
Bara hanya menatap HP yang disodorkan padanya oleh Vero.
"Bolehkan Bara." bujuk Vero.
"Gak.".
"Ayok donk Bara, kasih nomer lo kenapa sieh, ya Bara ya, kitakan teman, masak nomer aja lo gak mau ngasih gue." Vero memaksa.
"Hmmm." Bara terlihat mempertimbangkan baik buruknya dan untung ruginya kalau dia memberikan nomer ponselnya sama Vero.
"Baraaaa." rengek Vero manja.
Kalau cowok-cowok lain suka melihat Vero merengek manja, tapi tidak dengan Bara, dia malah ilfil.
Setelah berfikir beberapa saat, Bara mengambil ponsel tersebut dan mencatat sederat angka dan kemudian dia menyerahkannya kembali pada Vero.
Mata Vero berbinar setelah mendapatkan apa yang dia inginkan, ini untuk pertama kalinya dia meminta nomer cowok dan untuk mendapatkannyapun dia harus memaksa dan merengek-rengek, selama inikan cowok-cowoklah yang dengan berbagai macam cara dan upaya untuk mendapatkan nomernya.
"Terimakasih Barathayudha Arkana, nanti gue akan menghubungi elo." janjinya.
Sedangkan Bara tidak peduli tuh mau dihubungi atau tidak.
"Elo gak minta nomer gue juga gitu."
"Buat apa, gue gak butuh."
"Ya siapa tahu gitu lo kangen duluan, dan ingin denger suara gue." pede Vero.
Bara menatap Vero seolah-olah Vero adalah mahluk dari planet lain, "Sampai kapanpun gue tidak akan pernah kangen dan ingin mendengar suara lo." tandasnya.
"Isshh, awas saja ya nanti, lo pasti bakalan ngejar-ngejar gue."
****
"Sial, untuk dapat nomer yang tidak penting gini aja gue harus memohon-mohon, benar-benar merendahkan harga diri gue saja." sebal Vero, saat ini dia tengah berada dikantin menunggu kedatangan kedua sahabatnya.
Beberapa cowok yang ada dikantin tidak melepaskan pandangan mereka pada sang primadona kampus yang saat ini menyandang status jomblo, beberapa ingin mendekati, tapi ragu karna sadar diri akan keterbatasan tampang dan materi, mengingat Saga yang tampan dan kaya saja Vero campakkan, jadi tidak mungkin banget Vero mau sama cowok yang pas-pasan dalam hal apapun.
Setelah 10 menit duduk sendirian, Tiar dan Rara akhirnya datang juga, mereka berdua duduk dikursi kosong yang tersisa.
"Dihhh sik dodol, asyik-asyikkan ngaso disini, nieh tas lo." Rara menyerahkan tas Vero yang dibawanya.
"Habisnya gue malas ngikutin perkuliahan sik Agus itu, bawaannya kayak gue dininabobokan tahu gak mendengar suaranya."
"Dosen lo tuh, gak sopan amet lo manggil nama doank."
"Elahh, gak apa-apa kalau dibelakang ini."
"Ehh, gimana dengan taruhan kita, lo udah mulai beraksikan." tanya Tiar kembali membahas tentang taruhan yang mereka bicarakan lewat chat.
"Ya belumlah." bohong Vero, dia tidak mau kalau sahabat-sahabatnya tahu kalau tadi dia sempat mendekati Bara, dan ternyata usahanya gagal total untuk membuat Bara bertekuk lutut dalam sekejap seperti apa yang dia katakan lewat chat, "Tapi yang penting gue udah dapat nomernya, gue yakin deh besok gue pasti bisa menaklukkannya." batinnya percaya diri.
"Gue sieh sebenarnya suka sama Bara." gumam Tiar tiba-tiba.
"Lo seriusan suka sama dia."
"Ya awalnya, habisnya gak hanya tampan, tapi juga baik meskipun cuek gitu, disaat satupun tidak ada yang mau nolongin gue, dia malah berhenti dan menawarkan pertolongan untuk gue, siapa yang gak meleleh coba sama cowok kayak gitu."
"Terus kalau lo suka, kenapa lo jadiin dia bahan taruhan dan nantang-nantang gue untuk menaklukkan dia, aneh deh."
"Setelah mendengar cerita Vita, gue meyakinkan diri gue sendiri untuk menghilangkan rasa suka gue sama Bara, gila, gue belum siap mental untuk mendapatkan penolakan, dan karna berhubung elo itu mendapatkan julukan sebagai penakluk hati cowok, makanya gue tantang saja lo untuk mencairkan gunung es itu."
"Dan gue berdoa supaya lo gak berhasil Ver." sahut Rara
"Aminnn." Tiar mengaminkan.
Ya iyalah dua orang itu tidak ingin Vero berhasil menaklukkan Bara, kalau itu sampai terjadi, mereka harus siap-siap untuk menyelsaikan tugas-tugas Vero selama satu semester penuh, mereka saja sangat malas mengerjakan tugas sendiri, apalagi tugas orang lain.
"Gue yakinkan sama lo berdua ya, gue pasti berhasil membuat batu bara itu jatuh cinta sama gue, dan saat itu berhasil, lo berdua harus dengan tulus dan ikhlas mengerjakan tugas-tugas gue, duhh senengnya kalau ada yang mengerjakan tugas-tugas kuliah gue yang membosankan."
Tiar dan Rara sieh sangat-sangat berharap supaya hal itu tidak sampai terjadi.
"Habis ini kita jalan yuk." ajak Tiar disela menyantap makanan yang dia pesan.
"Gue setuju." sahut Rara, "Kita sudah lama gak jalan bareng, gimana Ver."
"Lo berdua saja deh, gue mau ke kantor papa gue."
"Yahh gak asyik lo."
*****
Vero kini berdiri didepan kantor papanya yang menjulang tinggi, Vero menatap bangunan yang menjadi sumber mata pencaharian papanya yang membuatnya bisa hidup enak dan mewah seperti sekarang ini.
Vero berjalan, namun dia kemudian berhenti dan melihat tampilan dirinya dikaca salah satu mobil yang terparkir.
"Ehhh busett, lipstik gue luntur." komennya.
Dia merogoh tasnya dan mencari benda yang tidak pernah absen dibawanya saat kemana-mana, apalagi kalau bukan lipstik, bagi Vero, pounch make up sama pentingnya dengan HP, itu adalah hal wajib hukumnya untuk Vero bawa kemana-mana karna make up bisa menunjang kecantikannya setiap saat.
Vero memoleskan lipstik berwarna merah dibibir seksinya, setelah itu dia memonyong-monyongkan bibirnya, bibirnya merupakan salah satu hal yang paling Vero banggakan.
"Cantik banget sieh gue, pantas saja banyak cowok klepek-klepek sama gue."
Selain sombong dan angkuh, Vero adalah tipe gadis narsis yang selalu membanggakan kecantikan fisiknya.
****
Kafka membalas pesan yang dikirim oleh adik kesayangannya, bukan adik kandung sieh, hanya adik tiri, tapi Kafka begitu sangat menyayanginya seperti adik kandungnya sendiri, adiknya meminta dirinya untuk membelikan novel dan seperti biasa Kafka akan menuruti permintaan sang adik.
Setelah membalas pesan dari adiknya,
Kafka akan membuka pintu mobil, tapi dia hentikan saat melihat seorang gadis cantik berdiri didepan mobil dan tengah memonyong-monyongkan bibirnya, Kafka bahkan bisa mendengar apa yang dikatakan oleh gadis tersebut dari dalam mobilnya.
Kafka bisa melihat keluar, tapi orang yang berada diluar tidak bisa melihat apa yang ada didalam mobil.
Melihat hal tersebut, Kafka jadi tersenyum sendiri, "Cantik sekali." pujinya.
Untuk sesaat dia terpaku melihat keindahan yang terpampang nyata didepan matanya itu sebelum kemudian memutuskan untuk membuka pintu mobilnya yang membuat Vero kaget dan pastinya malu.
"Astagaaa." Vero bahkan sampai memegang dadanya saking kagetnya saat melihat pintu mobil itu terbuka, sumpah dia sangat malu, tadi dia fikir tidak ada orang di dalam.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments