Seorang gadis cantik menyetir dijalan raya dengan satu tangan, dengan mata fokus pada spion depan sembari memulaskan lipstik dibibirnya, tindakannya itu benar-benar berbahaya, tidak hanya membahayakan dirinya, tapi juga untuk pengendara lainnya, gadis cantik itu adalah Veronica Salim, Putri tunggal dari pengusaha kaya raya bernama Amar Salim, gadis cantik itu saat ini tengah terburu-buru karna tidak ingin terlambat dimata kuliah salah satu dosennya yang terkena kiler dan hobi banget memberi nilai D, karna fokus pandangannya pada spion, sehingga gadis yang dua hari yang lalu merayakan ulang tahunnya yang ke 20 tahun itu tidak melihat motor yang berhenti didepannya, alhasil, dia menabrak motor yang saat ini berada didepannya yang membuat motor terjatuh bersama dengan pengendaranya.
"Ya Tuhan, mobil gue." paniknya saat menabrak, bukan orang yang dia tabrak yang dia khawatirkan, tapi takut mobil barunya yang merupakan hadiah ulang tahun dari papanya yang saat ini dia kendarai lecet atau tergores.
Sedangkan sik pengendara berusaha untuk bangun.
Vero keluar dari mobilnya, melihat bagian depan body mobilnya, dan mulus gak lecet sama sekali, dan bukannya meminta maaf, ehh dia malah menyalahkan orang yang dia tabrak.
"Heh, kalau berhenti jangan sembarangan donk, untung mobil gue tidak kenapa-napa, kalau lecet sedikit saja saya bisa tuntut lo ya."
Sumpah, panas rasanya telinga sik pengendara motor, pasalnya, dalam hal ini dia yang dirugikan, ehh malah dia yang disalahkan habis-habisan.
Sik pengendara melepas helmnya dan berbalik menghadap Vero.
Vero sempat terpana untuk 5 detik melihat pengendara motor yang ditabraknya, pasalnya pengendara itu sangatlah tampan, berbanding terbalik dengan motornya yang butut dan menurut Vero sieh tidak layak pakai.
"Heh, gue yang lo rugikan dalam hal ini, kenapa malah lo yang ngamuk-ngamuk kayak gini, seharusnya gue yang meminta pertanggung jawaban dari lo." sik pengendara menyerang balik.
Vero sadar dari keterpanaannya mendengar laki-laki itu menyerangnya balik, "Ini salahnya lo ya, siapa suruh lo berhentinya sembarangan ditengah jalan kayak gini."
"Gue tidak berhenti sembarangan ya, saya membiarkan kucing lewat barusan, lonya saja yang bawa mobil tidak lihat-lihat." sik pengendara tidak terima disalahkan begitu saja.
"Meskipun begitu, lo tetap salah, kalau berhenti kasih peringatan dulu kek atau gimana." duhh Vero malah nyolot.
"Lo apa susahnya sieh minta maaf dan bertanggung jawab, jelas-jelas dalam hal ini lo yang salah, bukannya malah memutarbalikkan fakta kayak gini, lo lihat tuh motor gue rusak gara-gara lo." sik pengendara itu menunjuk motornya yang masih tergeletak tidak berdaya diaspal.
"Oke, lo mau berapa hah." Vero mengeluarkan dompet dari tasnya, dan dari dompet tersebut Vero mengeluarkan sejumlah uang dengan nominal seratus ribuan, dan menekannya didada cowok yang dia tabrak.
"Tuhhh ambil, gue rasa uang itu lebih dari cukup untuk memperbaiki motor butut lo yang rusak."
Uang tersebut jatuh berhamburan ke bawah begitu Vero menarik tangannya, dan setelah melukai harga diri orang, Veroberlalu begitu saja tanpa merasa bersalah sedikitpun.
Wajah sik pengendara merah padam karna menahan amarah, dia begitu sangat terhina dengan kelakuan gadis kaya dan sombong yang hanya bisa mengandalkan uang orang tuanya tersebut.
Sik pengendara memungut uang-uang yang jatuh berserakan diaspal itu, dia mengejar Vero dan menarik lengannya yang membuat tubuh Vero sampai berbalik ke belakang, dan dengan kasar laki-laki yang ditabrak oleh Vero melemparkan uang itu kembali ke wajah Vero.
Vero hanya bisa menganga, rasanya suaranya susah untuk keluar untuk mengumpat cowok yang dengan sangat kurang ajarnya melemparkan uang yang dia kasih ke mukanya.
"Ambil uang lo, gue gak butuh uang dari gadis sombong dan angkuh kayak lo."
Puas rasanya hati sik cowok setelah berhasil membalas perlakuan Vero, dia kembali berjalan ke motornya dan melajukannnya menjauhi tempat tersebut.
Begitu sik pengendara tersebut sudah menjauh, barulah Vero sadar dari keterkejutannya.
"Hehh brengsek, berani-beraninya lo ngelakuin hal itu ke gue,sialan, awas lo ya kalau kita ketemu, dasar bajingan." Vero mengumpat mengeluarkan kekesalannya, dia benar-benar merasa terhina sumpah.
*****
Dan yahh, karna insiden tabrakan tadi, plus adu mulut dengan sik pengendara yang dia tabrak, alhasil Vero terlambat, dia tidak diizinkan masuk oleh pak Suterja, dosen pengampu mata kuliahnya, sebagai gantinya, Vero diminta secara khusus ke ruangan pak Suterja.
10 menit kemudian, barulah Vero keluar, dan begitu keluar dari ruangan pak Suterja, dua sahabatnya, yaitu Tiar dan Rara yang memang sengaja menunggunya langsung mencecarnya dengan pertanyaan.
"Gimana-gimana, apa pak Suterja marah-marah gak sama lo." kepo Tiar
"Apa dia ngasih lo kuliah khusus." tanya Rara.
"Gue disuruh buat 3 makalah sekaligus kalau gue ingin nilai gue selamat, dan gue disuruh ngumpulin besok paling lambat jam 07.30, menyebalkan gak tuh, gue aja jam segitu belum bangun." desah Vero kesel.
"Wahh masih mendinglah itu, cuma tiga makalah doank mah kecil." Tiar menjentikkan jarinya.
"Kecil-keci, lo fikir dosen lo yang kepalanya kayak landasan pesawat terbang itu ngasih materi yang mudah, busett, lihat judul makalah yang harus gue kerjakan saja yang semuanya pakai bahasa inggris bikin kepala gue mumet, apalagi kalau harus ngerjain." keluh Vero.
"Udah sieh Ver dibawa santai aja, tumben banget lo pakai berfikir kayak gini, biasanya juga hal-hal beginian langsung lo serahin ke ekhem-ekhem lo tuh."
"Hmmm, iya juga sieh lo benar juga, gue baru ingat kalau gue punya pacar pinter." lisannya, "Dan yah, sebentar lagi akan berstatus sebagai mantan gue." sambungnya dalam hati.
"Lo mahh beruntung ya Ver, pacar lo kak Saga sudah tampan, baik, perhatian, kaya, bisa diandalkan lagi dalam hal begini, sumpah deh lo bikin iri saja." sahut Tiar.
"Makanya lo cari pacar kayak gue donk yang serba segala-segalanya, kan lumayan bisa diandalkan dan pastinya dimanfaatkan."
"Ya masalahnya kita tidak seberuntung lo ya Ver ditaksir oleh cowok sekelas kak Saga, kita mah asal ada yang mau aja gitu."
"Dihhh lo aja ya Ra, gue mah gak gitu." Tiar membantah kata-kata Rara.
"Ihhh, iyain kenapa sieh, gak setia kawan banget lo."
"Dihh ogah."
"Ehh kantin yuk, lapar neih gue, karna terburu-buru gue gak sempat sarapan, ehh malah gue berurusan dengan pengendara motor butut itu lagi."
"Hehh, pengendara motor butut siapa."
"Gue kasih tahu juga lo gak bakalan tahulah, pokoknya pengendara motor butut sialan, intinya gue malas deh mengingat wajahnya." kesalnya saat mengingat insiden dijalan raya tadi pagi, "Yuk ahh mending kita cabut." ajaknya yang diangguki oleh kedua sahabatnya.
****
"Hai sayang." sapa Saga, laki-laki yang selama dua minggu ini telah menjadi pacar Vero yang kini nyamperin Vero saat melihat Vero dikantin.
"Hmmm." jawab Vero tidak antusias, kayaknya dia sudah mulai bosan deh dengan Saga.
"Hai kak Saga." sapa Rara dan Tiar barengan.
"Hai Ra, Tiar." sapa Saga balik.
"Gue ada tugas tuh dari pak Suterja, lo bantuin gue ngerjain donk, besok gue disuruh ngumpulin soalnya." suruh Vero seenak udelnyanya kayak nyuruh kacungnya saja.
"Oke sayang, akan kukerjakan untuk kamu, apa sieh yang gak buat kamu." jawab Saga patuh, patuh karna cinta.
"Sayang, kamu masih ada mata kuliah gak hari ini, gimana kalau setelah ini kita pergi jalan, kita nonton atau apalah gitu." saran Saga.
"Gak deh, gue lagi malas, gue ingin langsung pulang soalnya." tolak Vero.
"Hmmm gitu ya, bagaimana kalau nanti malam, aku jemput kamu ya." Saga masih belum menyerah.
"Gak bisa, nanti malam gue ada acara keluarga." bohongnya.
Rara dan Tiar hanya saling melempar pandangan satu sama lain, mereka merasa berada ditempat yang salah saat ini.
"Kamu kenapa sieh sayang, beberapa hari ini kalau diajak jalan selalu ada saja alasannya." Saga mulai kesal.
"Ya gue lagi malas aja, gue lagi PMS, ngerti gak sieh lo." suara Vero agak meninggi.
Rara dan Tiar kembali saling lirik satu sama lain, dalam benak masing-masing berkata, "PMS, bukankah mingu kemarin juga Vero PMS ya, masak sekarang PMS lagi, emang seberapa banyak stok darah yang dimiliki oleh Vero."
Tapi tentu saja mereka tidak menyuarakan apa yang ada dalam fikiran mereka.
"Oke, ya udah deh, mungkin kapan-kapan saja kalau begitu." Saga akhirnya menyerah, tidak lagi berusaha membujuk Vero untuk keluar bersamanya.
"Gak ada kapan-kapan ya, kalau lo sudah ngelarin tugas gue, lo bakalan gue campakin." batin Vero jahat.
"Terus, lo ngapain masih betah duduk disini, pergi gieh." usir Vero.
"Lho, kok kamu ngusir sieh sayang, akukan ingin bersama kamu, habisnya kamu diajakin jalan gak mau."
"Lo mending pergi deh, guekan sama teman-teman gue ada hal yang perlu gue bahas yang gak boleh lo denger, ini masalah wanita." ini alasan doank seih, Vero hanya sangat malas dekat-dekat dengan Saga.
Baik Rara dan Tiar merasa kasihan dengan Saga, tapi begitulah Vero, kalau sudah bosan dia dengan gampangnya mencampakkan orang tanpa memikirkan perasaan orang, ya maklumlah ya, orang cantik, suka seenak udelnya.
"Oke baiklah aku pergi kalau gitu." Saga mengelus kepala Vero sebelum pergi, itu sebagai bukti kalau dia memang benar-benar mencintai Vero, tapi sayangnya, cinta Saga disia-siakan oleh Vero, sama seperti cowok-cowok Vero sebelumnya, Vero memang tidak pernah betah pacaran, rekor terlama dia pacaran adalah satu bulan.
"Inget ya Saga, besok tugas gue sudah harus selesai, soalnya jam 07.30 sudah harus gue serahkan sama pak Suterja." Vero mengingatkan.
Saga mengacungkan jempolnya yang berarti kalau semuanya akan beres, "Tenang saja sayang, semua urusan akan beres ditanganku."
"Ver, kok lo jahat banget sieh sama kak Saga, padahal kak Saga bener-bener cinta sama lo." ucap Rara begitu Saga sudah pergi.
"Habisnya gimana, gue sudah bosan sama dia."
"Lo itu ya Ver, awas lo nanti kena karma."
"Idihhh ini zaman modern woee, percaya lo dengan yang namanya karma-karmaan."
"Gak peduli ini zaman purba kek, zaman es kek, zaman batu kek, zaman modern sekaligus, karma itu memang ada Ver." Rara memperingatkan.
"Ishhh, kok lo jadi ustadzah gini sieh Ra."
"Bukannya gue bermaksud menggurui lo ya Ver, guekan hanya mengingatkan doank, ya sebagai sahabat lo, gue gak ingin lo kenapa-napa nantinya atau menyesal."
"Hmmm iya iya, gue akan berubah, tapi nanti saat gue nemuin orang yang tepat oke, saat ini gue hanya mau bersenang-senang dulu menghabiskan masa muda gue."
Rara hanya mendesah mendengar jawaban Vero, sahabatnya itu memang agak susah dibilangin.
****
"Duhhh panas." Tiar mengipas-ngipaskan tangannya didepan wajahnya, dia menoleh sekelilingnya untuk mencari keberadaan bengkel karna motornya tiba-tiba mogok di siang bolong disaat matahari tengah terik-teriknya begini yang bisa berpotensi membuat kulitnya gosong, dan sepertinya memang di daerah sekitar tempat motornya mogok tidak ada tanda-tanda adanya bengkel.
"Dasar motor sialan, bikin susah hidup gue saja, mogok gak pilih-pilih tempat lagi." umpatnya.
Tiar mengeluarkan ponselnya untuk menelpon bengkel langganannya, sayangnya saat dia akan melakukan panggilan, ponselnya mendadak mati karna kehabisan bateri.
"Ihh, dasar menyebalkan, pakai mati segal lagi." desahnya frustasi, "Terus gimana nieh, masak gue dorong sieh sampai nemuin bengkel, pasti capeklah gue."
Saat tengah dilanda keputusaasan begitu, tiba-tiba sebuah motor tepat berhenti didekatnya, setelah melepas helm dan memarkir motornya, sik pengendara motor itu bertanya sama Tiar.
"Motornya kenapa mbak."
"Bara." gumam Tiar karna kebetulan dia mengenali cowok yang bertanya padanya itu, mereka satu kampus tapi beda fakultas, sebenarnya itu bukan alasan Tiar kenal dengan Bara, Tiar kenal Bara karna Bara memang terkenal dikalangan mahasiswi dikampus, terkenal karna ketampanannya, tampan yang bukan sembarang tampan, kalau kebanyakan cowok tampan pada suka tebar pesona dan menggunakan ketampanannya untuk menggaet cewek dan merayu cewek, Bara itu jelas berbeda, dia cuek dan dingin kepada setiap cewek yang mendekatinya, sampai detik ini, tidak ada tuh satupun cewek yang berhasil meluluhkan hati seorang Bara, tapi meskipun begitu, Bara itu baik banget lho, dia tidak akan segan-segan membantu orang yang tengah kesusahan tanpa pamrih, bahkan sama orang yang tidak dikenalnya, seperti yang saat ini dia lakukan sama Tiar, Tiar memang mengenal Bara, tapi Bara jelas tidak mengenal Tiar meskipun mereka kuliah ditempat yang sama.
Sejak tadi, diantara puluhan pengendara yang berlalu lalang, tidak ada satupun yang repot-repot berhenti dan menawarkan bantuan pada Tiar, dan tahu-tahunya Bara dengan kebaikan hatinya mendekatinya dan menanyakan kondisi motornya.
"Mbak, motornya kenapa." cowok bernama Bara itu mengulangi pertanyaannya karna bukannya menjawab pertanyaannya, gadis yang dia tanyai hanya memandangnya.
"Ehmm, ehh, hehe." Tiar terlihat bodoh, malulah dia karna ketahuan menatap Bara sampai-sampai air liurnya mau netes segala, "Itu...anu Baraa." Tiar jadi gugup dibawah sorot tajam pandangan Bara yang bak elang yang akan memangsa, "Aku gak tahu kenapa, tiba-tiba saja mogok."
"Apa boleh aku memeriksanya." Bara menawarkan bantuan.
"Ohh, tentu saja boleh." Tiar bergeser membiarkan Bara untuk memeriksa motornya.
Tapi sebelumnya, Bara membuka jok motornya dan dari sana dia mengeluarkan perkakas peralatan bengkel.
Dan untuk beberapa waktu, Bara terlihat mengutak-atik motor Tiar dengan lihai seolah-olah dia sudah terbiasa melakukannya.
"Coba hidupkan motornya." pinta Bara setelah beberapa saat.
Tiar melakukan apa yang diminta oleh Bara, dia menstater motornya dan hidup, Tiar begitu senang.
"Akhhh, hidup." lengkingnya.
"Terimakasih ya Bara."
"Hmmm." gumam Bara datar tanpa kepo sedikitpun kenapa gadis yang baru ditemuinya itu tahu namanya.
"Ohh ya Bar, aku Tiar, kita satu kampus lho, aku sering lihat kamu dikampus." ujar Tiar memperkenalkan diri dan berharap Bara sedikit ramah padanya.
"Ohhh." hanya itu respon Bara, dia tidak terlihat antusias saat mengetahui kalau gadis yang baru saja ditolongnya ternyata satu kampus dengannya.
"Astaga, Bara benar-benar es batu, dia benar-benar lempeng tanpa ekpresi, bikin gemes." Tiar membatin.
"Oke, karna motor mbak sudah hidup, saya pergi dulu kalau begitu." Bara berbalik dan bersiap mendekati motornya, namun Tiar menahannya.
"Tunggu dulu Bar."
Bara kembali berbalik ke arah Tiar, Tiar membuka tasnya dan mengeluarkan dompetnya, dari sana dia mengeluarkan dua lembar uang berwarna merah dan menyodorkannya pada Bara.
"Terimakasih ya Bara karna telah nolongin aku."
"Sama-sama, tapi maaf, aku tidak bisa menerima pemberian mbak."
"Kok gak mau, ini sebagai balas jasa karna kamu telah nolongin aku, ayok diambil." Tiar memaksa.
"Sekali lagi terimakasih, aku ikhkas kok nolongin mbak." Bara menolak halus.
Setelah mengatakan hal tersebut, Bara kembali berjalan ke arah motornya, "Saya duluan." pamitnya sebelum menjalankan motornya.
Tiar hanya menatap kepergian Bara yang semakin jauh, "Ahhh Bara, kenapa dia baik begitu sieh, bikin hati aku agak gimana gitu." Tiar jadi senyum-senyum sendiri.
****
"Nieh makalah yang kamu minta sayang, makalah itu aku buat dengan penuh cinta dan perasaan." Saga menyerahkan tiga makalan yang sudah dijilid rapi dan sempurna kepada Vero.
"Dasar lebay." desis Vero dalam hati.
Vero mengambil makalah yang diberikan oleh Saga dengan wajah lempeng, jangankan berterimakasih, senyum saja gak sebagai pertanda kalau dia menghargai usaha kekasihnya, yang sebentar lagi bakalan berstatus sebagai mantannya.
"Saga, mulai hari ini kita putus." ucap Vero kejam tanpa peringatan, dan setelah mengatakan hal tersebut, dengan tanpa rasa bersalahnya dia langsung berbalik dan berniat pergi meninggalkakan Saga.
Saga yang tadi terkejut mendengar pemutusan secara sepihak yang dilakukan oleh Vero tersadar dari keterkejutannya, dia meraih lengan Vero yang menyebabkan tubuh Vero kembali berbalik menghadap Saga.
"Apa maksud kamu sayang, kamu tidak benar-benar memutuskan akukan, kamu tidak seriuskan dengan kata-kata kamu barusan, kamu bercandakan sayang."
Vero menepis tangan Saga dengan kasar dari lengannya, "Tentu saja aku tidak bercanda, aku serius, sangat sangat serius malah, mulai sekarang Saga, kita tidak punya hubungan apa-apalagi, jadi stop hubungan aku dan menggrecoki aku." Vero kembali berbalik, dengan langkah lebar dia berjalan menjauh, saat ini dia ingin jauh-jauh dari Saga.
Saga tidak tinggal diam, dia langsung berlari menyusul Vero, intinya dia tidak terima diputuskan begitu saja oleh Vero, "Vero, tunggu Ver, apa salahku Ver, kenapa kamu tiba-tiba mutusin aku begini, kamu tidak bisa seenaknya gini mutusin aku, Ver, ayokalah kita omongin ini baik-baik." Saga berusaha membujuk Vero.
Dan kini Saga telah memblokir jalan Vero yang membuat Vero terpaksa menghentikan langkahnya.
"Minggir lo, gue mau lewat." bentak Vero kesal.
"Jelasin dulu apa salahku Ver, aku tidak terima kamu putusin kayak gini." Saga terlihat menghiba, sumpah dia benar-benar tidak terima diputuskan oleh Vero, dia sangat mencintai gadis itu dengan sepenuh hati dan jiwa raganya.
Beberapa mahasiswa yang berlalu lalang mulai menghentikan langkah mereka untuk menyaksikan adegan drama live yang ada didepan mata, kapan lagi coba menonton hiburan gratis kayak gini.
"Lo gak punya salah Saga, hanya saja, gue sudah bosan dengan lo, lo posesif, lebay, alay, bikin gue ilfil tahu gak." Vero dengan santainya mengatakan hal tersebut seolah-olah menjelaskan kalau dua tambah dua adalah empat, dia tidak sadar kata-katnya itu menyakiti hati Saga.
"Pliss Ver, jangan putusin aku, aku begitu sangat mencintai kamu, aku rela melakukan apapun untuk kamu." Saga Menghiba dan memohon tanpa mempedulikan orang-orang yang ada disekelilingnya yang menatapnya dengan rasa kasihan, dan sekaligus juga sebal sama Vero yang suka seenaknya memutuskan orang hanya gara-gara bosan.
"Lo budek ya, gue bilang gue sudah bosan sama lo, mana bisa perasaan dipaksa begitu." suara Vero meninggi saking keselnya karna Saga menolak putus dengannya, sesuatu hal yang sering terjadi sama pacar-pacar Vero yang sebelumnya yang juga menolak diputuskan seperti Saga.
"Ver, aku mohon, jangan putusin aku sayang, aku mencintaimu, kamu adalah duniaku." Saga meraih tangan Vero, berharap gadis itu luluh, namun Vero langsung menepis tangan Saga dan mendorong tubuh Saga yang membuat tubuh tegap Saga oleng ke samping.
"Minggir lo." sadisnya dan berjalan tanpa menghiraukan tatapan menghujat dari orang-orang di sekelilingnya.
"Dasar gadis sombong, semoga saja suatu saat nanti dia bakalan kena karmanya." komen salah satu mahasiswi yang menjadi saksi adegan drama tersebut.
"Mentang-mentang cantik, seenakya saja menyakiti hati laki-laki." yang lain turut menimpali.
Beberapa mahasiswa lainnya mendekati Saga dan berusaha menghibur cowok yang saat ini tengah patah hati hati tersebut.
Salah satunya menepuk punggung Saga hanya sekedar untuk memberi penguatan, "Lo yang sabar men, wanita tidak hanya Vero saja, masih banyak wanita cantik dikampus kita yang kelakuannya jauh lebih baik dari Vero."
"Vero akan menyesal telah mencampakkan elo kayak gini men." sahut yang lainnya.
Namun, apapun yang dikatakan untuk menghiburnya, tidak sedikitpun membuat suasana hatu Saga membaik, intinya saat ini dia benar-benar sedih karna wanita yang sangat dia cintai dan telah dia pacari selama 2 minggu ini memutuskannya secara sepihak, jadi wajar saja saat ini dia tidak dalam keadaan baik-baik saja.
****
Tapi bagi cowok-cowok bodoh yang merupakan pengagum Vero, putusnya Vero dan Saga tentu saja menjadi berita bahagia yang disambut dengan suka cita, bahkan tumpengan kalau perlu, termasuk salah satu yang paling bahagia dengan putusnya Vero adalah Rama yang menyaksikan acara pemutusan tersebut secara live barusan didepan matanya, Rama bersiul-siul sambil berjalan menuju kelasnya.
Rama langsung tersenyum saat melihat Bara yang sudah duduk dibangku barisan ketiga, Rama langsung menghampiri Bara yang sedikitpun tidak mengalihkan perhatiannya dari buku tebal yang saat ini dia baca, bahkan saat Rama duduk disampingnya, Bara tetap tidak menoleh.
"Lo tahu gak, ada berita bahagia yang mau gue sampaikan kepada elo." ocehnya saat duduk nyaman didekat Bara.
Bara seperti tidak peduli, buktinya dia mengabaikan kata-kata Rama dan tetap fokus dengan tulisan-tulisan yang tertera dilembar putih yang saat ini ada didepanya.
"Heh Bara, lo denger gak sieh, gue mau nyampaiin berita bahagia." Rama mulai kesal karna dicuekin.
"Gue gak peduli." tandasnya karna merasa terganggu dengan kehadiran Rama.
"Elahh sik kunyuk, sok-sok'an tidak peduli." sergah Rama, tapi meskipun Bara bilang tidak peduli, Rama tetap mengatakan berita bahagia yang ingin dia bagikan, "Tahu gak Bar."
"Gak."
Rama mendengus, tapi sekali lagi dia tidak mempedulikan apakah Bara peduli atau tidak, dia tetap ingin membagikan hal yang membuatnya bahagia itu kepada Bara, "Lo tahu Verokan, gadis tercantik dikampus kita, dia sekarang jomblo men, jomblo." Rama benar-benar menekankan kata-kata jomblo yang dia ucapkan.
Jelas saja Bara tidak peduli dengan hal itu, emang apa pedulinya, mau gadis itu jomblo kek atau punya pacar seribu kek, itu tidak akan berpengaruh sama sekali pada hidupnya.
Dan Bara yang dikasih tahu, ehhh malah teman-teman kelasnya yang lain yang pada antusias, itu terbukti saat Rama mengatakan kalau saat ini Vero jomblo, beberapa teman-temanya mendekat untuk memastikan kebenaran berita yang disampaikan oleh Rama barusan.
"Serius demi apa lo Ram, beneran Vero jomblo sekarang." tanya Agil penuh harap.
"Ini lo tahu darimana Ram, jangan-jangan itu berita hoaks lagi, masak sieh Vero sudah putus dengan Saga, sangat sulit dipercaya mengingat hubungan mereka baru seumur jagung." Ramon sepertinya tidak percaya dengan apa yang didengernya.
"Vero benaran putus dengan Saga, gue sebagai salah satu saksi yang menyaksikan berakhirnya hubungan mereka dikoridor kampus barusan."
"Wahh, berarti gue ada kesempatan nieh buat ngedekatin pujaan hati gue." mata Agil berbinar.
"Lihat kondisi dan keadaan donk lo Gil, cowok dengan tampang pas-pasan dan kere kayak lo mana mungkin disukai oleh Vero, orang yang setajir dan setampan Saga saja dihempas sama dia." tandas Ramon mengingatkan Agil tentang fakta.
"Ahh lo Mon, melemahkan harapan gue saja, tidak bisakah lo berbohong untuk membuat gue senang."
Ramon dan Rama terkekeh melihat Agil yang terlihat nelangsa.
Kalau dibilang kenal sama Vero, tentu saja Bara kenal dengan Vero, sangat kenal malahan, sebenarnya dia tidak tahu dan tidak mau tahu yang mana gadis yang bernama Veronica Salim, tapi sahabatnya Rama, tiap ada kesempatan selalu saja ngoceh tentang gadis tersebut, Vero itu kayak gini, Vero itu kayak gitu, sumpah sampai overdosis dah Bara mendengar tentang gadis yang bernama Vero itu, belum lagi saat melihat gadis itu berada dikantin saat bersama teman-temannya, Rama dengan heboh menunjuk-nunjuk Vero dan mengatakan betapa cantiknya Vero, Bara memang mengakui kalau gadis yang dikagumi oleh Rama itu memang sangatlah cantik, tapi fikir Rama, buat apa cantik kalau hatinya kayak iblis, Bara mengatakan hal itu mengingat insiden yang pernah terjadi antara dirinya dengan Vero waktu kejadian tabrakan dijalan raya waktu itu, gadis itu benar-benar angkuh dan sombong, intinya, Bara menekankan pada dirinya sendiri kalau dia tidak ingin berurusan dengan wanita itu dalam hal apapun.
****
Rara : Apa beneran lo putus dengan kak Saga.
Ditengah-tengah mengikuti perkuliahan yang tengah berlangsung, Rara mengechat Vero, padahal saat ini Vero tengah duduk disampingnya, ya gak mungkin bertanya langsung juga sieh mengingat pak Suteja dosen mereka tengah menjelaskan didepan.
Tiar : Heh, seriusan lo udah putus sama kak Saga, ya Tuhan, kasihan sekali kak Saga.
Vero : Iya, tadi pagi gue mutusin dia
Tiar : Tega banget sieh lo Ver, apa kurangnya coba kak Saga
Rara : Gak ada kurangnya Tiar, hanya saja, Vero saja yang bosanan anaknya.
Vero : Binggo, lagian buat apa bertahan kalau sudah tidak ada cinta, gak mungkinkan gue nyiksa diri gue
Rara :Kak Saga buat gue saja ya Ver
Vero : Ambil dah Ra, gue ikhkas
Tiar : Lo ada gebetan baru Ver sampai lo mutusin kak Saga
Vero : Ya gak ada, gue mutusin Saga murni karna gue sudah bosan
Tiar : Enak banget ya jadi cewek cantik kayak lo, kalau sudah bosan tinggalin, besok udah banyak dah yang ngantri ingin jadi pacar elo
Iri Tiar.
Vero : Bukannya lo juga banyak yang mau
Tiar : Kata siapa
Vero : Kata guelah, yang ngirimin lo bunga tiap hari itu, siapa namanya...
Tiar : Sik Boneng, idihh ogahlah gue sama dia
Rara : Awas lho Tiar, ntar lo yang malah ngejar-ngejar
Tiar : Amit-amit dah
Begitu perkuliahan berakhir, Tiar langsung tancap gas.
"Heh Tiar, mau keman lo." teriak Rara.
"Rahasia ilahi, ntar gue susul ke kantin ya."
"Mau kemana sieh anak itu, pakai main rahasia-rahasiaan segala."
"Sudahlah gak usah kepo dengan urusan Tiar, mendingan lebih baik kita ke kantin."
Rara mengangguk menyetujui usul Vero, sepanjang jalan yang mereka lewati, beberapa cowok yang mengetahui kalau Vero sudah jomblo melihat Vero dengan pandangan mesem-mesem.
"Hai Ver, makin cantik saja." salah satu cowok menyapa.
"Hmmm." tanggap Vero.
"Denger-denger, katanya lo jomblo ya."
"Emang kenapa kalau gue jomblo."
"Ya, siapa tahu gue bisa daftar gitu."
"Lo fikir gue sekolahan pakai terima pendaftaran segala, lagian kalau gue mau cari cowok, ya jelas bukan kayak lo lah, gak mungkin banget gue mau sama cowok jelek kayak lo." Vero memang seperti itu, dia tidak pernah bisa menyortir kata-kata yang keluar dari bibir cantiknya, suka seenak udel tanpa memperhatikan perasaan orang lain.
Sik cowok terlihat kesal dan manahan amarahnya mendengar ucapan Vero, dia merasa terhina.
Vero yang menyakiti hati orang, malah Rara yang merasa tidak enak, "Ver, bisa gak sieh lo jangan kasar-kasar amet kalau ngomong sama orang." peringatnya dengan suara yang hanya bisa didengar oleh Vero.
"Apaan yang kasar Ra, kata-kata gue biasa aja tuh."
Biasanya orang kayak gini, gak nyadar dia kalau kata-katanya itu menyakiti hati orang.
Tidak tahu harus menjelaskan bagaimana lagi, Rara menarik lengan Vero supaya cepat-cepat sampai kantin, tapi sebelum itu, dia meminta maaf sama cowok barusan.
"Maaf ya mas, Vero tidak bermaksud nyakitin hati mas tadi."
Sik cowok tidak merespon, dia hanya menatap Vero dengan tatapan tajam.
"Apaan sieh Ra, kenapa pakai minta maaf segala sieh." protes Vero.
"Udah deh diem gak usah protes, ayok jalan." Rara menarik lengan Vero.
****
Tempat yang dituju oleh Tiar ternyata adalah kelasnya Bara, dan kebetulan saat dia sampai, kelas Bara baru saja bubar, dan Tiar langsung melongokkan wajahnya ke dalam untuk mencari keberadaan Bara.
Tiar tersenyum saat dilihatnya Bara tengah membereskan perlengkapanya.
"Ahhh itu Bara." gumamnya dan berjalan dengan percaya diri menghampiri Bara.
"Hai Bara." sapa Tiar begitu sudah berdiri dihadapan Bara.
Mendengar namanya dipanggil, Bara mendongak, tidak hanya dia saja sieh, tapi Rama juga menoleh meskipun bukan dia yang dipanggil.
"Iya." jawab Bara melihat gadis yang berdiri didepannya dengan senyum manisnya.
"Masih ingat aku gak."
"Gak." jawab Bara, Bara memang pintar dan memiliki daya ingat yang kuat dalam hal pelajaran, tapi masalah wanita, jangan harap dia bisa ingat, seperti saat sekarang ini, dia sama sekali tidak mengingat gadis yang menyapanya itu.
Tiar terlihat kecewa saat Bara bilang kalau dia tidak mengingatnya, tapi itu hanya sesaat karna dia ingat memang seperti itulah sifat Bara.
"Aku Tiar Bara, gadis yang kemarin kamu tolongin itu, yang motornya mogok." Tiar berusaha mengingatkan Bara tentang kejadian kemarin.
"Ohhh." bahkan setelah ingatpun, tanggapannya hanya oh doank, benar-benar menyebalkan deh sik Bara ini.
Namun Tiar tidak ambil pusing, dia mengambil sesuatu dari tasnya dan menyerahkannya sama Bara, "Sebagai rasa terimakasihku, aku ingin memberikan ini sama kamu."
Bara hanya menatap kotak kue yang disodorkan oleh Tiar.
Karna Bara tidak kunjung mengambilnya, Tiar menggoyang-goyangkan tangannya, "Ayok ambil Bara."
Rama menyenggol lengan Bara, "Ambil napa Bar, capek tuh tangan anak gadis orang ngegantung diudara."
"Aku ikhlas kok bantuin kamu, kamu gak perlu memberikan apapun padaku sebagai ucapan terimakasih." Bara menolak secara halus.
"Iya aku tahu kok Bara kamu ikhlas, aku hanya ingin ngasih saja." Tiar meraih telapak tangan Bara dan menjejalkan kotak itu ditangan Bara, "Dimakan ya, itu aku beli ditoko kue langganan keluargaku lho."
"Hmmm." gumam Bara.
"Bara, aku boleh minta nomer kamu gak."
"Maaf, untuk apa ya." ini adalah sebuah pertanda kalau Bara tidak akan ngasih.
"Ya hanya buat berteman doank sieh, gak apa-apakan."
"Maafkan aku Tiar, tapi aku tidak memberikan nomerku sama sembarang orang." menolak secara halus sieh ini.
"Ohh gitu ya." Tiar jelas terlihat kecewa.
"Ya udah deh kalau gak boleh, gue permisi kalau gitu."
Tiar berlalu dari kelas Bara diikuti oleh mata-mata teman Bara yang ingin tahu tentang siapa gadis barusan.
"Siapa sieh tuh cewek Bar." Rama bertanya.
"Tiar." Bara menyebut nama gadia itu.
"Iya gue tahu namanya Tiar, guekan juga dengar sendiri barusan."
"Kalau lo sudah denger ngapain lo nanya lagi."
"Ihh sik dodol mah, maksud gue itu, dia siapanya lo."
"Bukan siapa-siapa."
"Elahhh gini amet dah punya teman, ngeselin."
"Lo gak denger dia bilang apa tadi, dia ingin berteman dengan gue, tapi buat apa gue punya teman banyak-banyak kalau gak berguna, lo saja nyusahin gue mulu kerjaannya."
"Sialan lo ahh."
"Ehhh ngomong-ngomong, bagi donk kuenya, enak tuh kayaknya."
"Hmmm." Bara menyodorkan kotak kue brownis itu pada Rama.
Dengan antusias Rama menerimanya, dan membuka penutupnya, dia langsung menelan air liurnya saat melihat kue lezat itu terpampang nyata didepan matanya.
"Enak kayaknya Bar." mengambil potongan kue dan melahapnya, "Hmmm enak banget sumpah, sering-sering saja sik Tiar itu ngasih kue ke elo Bar." Rama menikmati kue itu dengan penuh penghayatan.
"Kenapa lo diem saja sieh Bar, makan napa."
"Berhubung lo gak kenapa-napa, kayaknya tuh kue aman untuk dimakan."
Rama langsung menghentikan kunyahannya, dan melotot kepada Bara, "Sialan, jadi lo menjadikan gue pencicip makanan lo gitu."
"Yoi, siapa tahu gitu ada racunnya, guekan gak mau koit."
"Ahhh, dasar lo sahabat lucnut."
****
"Idihhh lo habis ngapain neng, datang-datang wajah lo senyum-senyum gitu." cecar Rara saat Tiar sudah duduk dikursi yang tersisa.
"Gue habis ketemu Bara."
"Barathayudha Arkana maksud lo." Rara juga ternyata mengenal Bara.
"Hmmm, siapa lagi."
Vero hanya melirik bergiliran antar Tiar dan Rara, sumpah dia sama sekali tidak tahu siapa yang dibicarakan oleh kedua sahabatnya itu.
"Terus terus gimana."
"Kemarinkan dia nolongin gue memperbaiki motor gue saat mogok, dan sebagai tanda terimakasih, gue membawakan kue untuknya."
"Terus terus."
"Ya diterimalah kue pemberian gue sama dia, gue bilang dimakan ya, dia jawab iya, duhh senangnya gue."
"Lo berdua lagi ngomongin siapa sieh sebenarnya, Bara Bara, siapa sieh tuh orang."
"Barathayudha Arkana Ver, cowok tampan dari fakultas tehnik arsitektur."
"Barathayudha Arkana, kok gue gak pernah dengar ya, orangnya kayak gimana sieh."
"Yang jelas tampanlah, pinter lagi, dia salah satu mahasiswa berprestasi dikampus kita."
"Yang mana sieh orangnya, kok gue gak pernah lihat."
"Jelas lo gak pernah lihatlah, Bara itu lebih banyak menghabiskan waktunya diperpus, ya maklum sieh ya anak pinter."
"Mmmm." Vero tidak bertanya lebih lanjut tentang laki-laki yang bernama Barathayudha Arkana yang disebut-sebut oleh sahabatnya tersebut karna memang dia tidak tertarik, gimana mau tertarik, lihat saja gak pernah, ehh pernah ding, waktu insiden tabrakan itu, hanya saja Vero tidak tahu namanya.
****
Hiks
Hiks
Saat memasuki kelas dengan dua sahabatnya, Vero disambut oleh suara isakan Vita salah satu teman kelasnya, kebetulan mereka masih ada jam kuliah berikutnya dan teman-teman mereka belum ada yang pada datang.
Ida yang merupakan teman Vita mengelus punggung gadis yang menangis tersebut, Ida berusaha menenangkan sahabatnya itu, "Sudahlah Vit, gak usah difikirin, lagian masih banyak kok cowok lain yang lebih tampan dari dia, lo bisa mendapatkan yang jauh lebih baik dari dia."
Vero kepo donk penyebab Vita nangis gitu, makanya dia nanya, "Lo kenapa Vit."
Rara dan Tiar juga tentu saja kepo, tapi pertanyaannya sudah diwakilkan oleh Vero barusan.
Karna Vita tengah tenggelam dalam kesedihannya dan rasanya dia tidak sanggup menjawab pertanyaan Vero, maka Idalah yang mewakili Vita untuk menjawab, "Vita ditolak oleh Bara."
"Hah." kaget Vero and the genk saat mendengar informasi tersebut.
Rara dan Tiar duduk dibangku depan Vita dan menghadap ke arah Vita, tiba-tiba saja dua gadis itu ingin mengintrogasi Vita, sedangkan Vero duduk menghadap depan.
"Lo nembak Bara Vit." tanya Tiar.
Lagi-lagi Ida yang menjawab, "Iya."
"Terus."
"Ya ditolak sama Baralah, makanya nangis kayak gini."
"Kok bisa." tanggap Rara, "Padahal Vita cantik lho."
"Ya mana gue tahu." sahut Ida.
"Duhhh, ngeri juga sieh ya kalau mendapat penolakan gitu, kayaknya gue harus memaksa diri deh untuk menghilangkan rasa suka yang mulai tumbuh untuk Bara di hati gue." Tiar yang mulai rada-rada suka sama Bara kini terpaksa harus menghilangkan rasa sukanya.
"Se be narnya." suara Vita terputus-putus karna isakannya, "Ba ra tidak nolak gue."
"Lha terus."
"Di bilang...dia bilang dia mau fokus kuliah dulu, gak ma u pacaran gitu, takut mengganggu kuliahnya dan membuat nilainya turun." Vita menjelaskan.
Rara dan Tiar fokus mendengarkan tanpa menyela.
"Gue bilang, gue akan jadi cewek yang pengertian dan tidak akan menggrecoki dia, tapi dia tetap bilang dia gak mau pacaran dulu, guekan sedih jadinya, hiks hiks."
"Itu namanya nolak begok." timbrung Vero sadis, "Dia itu nolak lo secara halus."
Vero langsung kena sodokan dari Rara, itu sebagai kode supaya Vero yang bermulut pedas menutup bibirnya.
Vero yang awalnya tidak tahu dan tidak mau tahu tentang cowok bernama Bara itu kini penasaran dan ingin tahu mana yang namanya Bara, sok cakep banget gitu orangnnya, fikir Vero.
"Sudahlah Vit, lupain Bara, lo pasti bisa dapat cowok yang lebih baik daripada Bara, lagiankan stok cowok dikampus kita masih banyak yang bisa lo pilih." Ida kembali menghibur.
"Benar itu Vit, hilang satu tumbuh seribu." sahut Tiar.
Vita mengangguk, namun isakannya masih belum berhenti.
"Lebih baik lo udahan deh nangisnya, entar lo malah jadi tontonan lho saat teman-teman masuk kelas."
Vita kembali mengangguk dan menghapus air matanya
****
Ditengah perkuliahan yang tengah berlangsung, Vero izin ke toilet, setelah dia selesai dari toilet, dia bukannya kembali ke kelas, tapi malah nyelonong ke perpustakaan, dia bosan mendengarkan penjelasan dosennya yang membuatnya mengantuk.
Dan begitu tiba diperpustakaan, dia sengaja duduk dipojokan, bukannya membaca dia malah main HP.
Vero : Selamat mati membosankan
Vero terkikik sendiri membayangkan ekpresi sahabatnya yang membaca pesan yang dia kirim tersebut.
Tiar : Ehhh, lo dimana, kenapa gak balik-balik ke kelas, lo dicari tuh sama pak dosen
Vero : Idihhh bodo amet, sebelum gue mati bosan, lebih baikkan gue menyelamatkan diri ke negeri antah berantah yang lebih seru
Rara : Ahhh curang lo ya Ver, cabut gak ngajak-ngajak
Vero : By the way, begitu perkuliahan kelar, bawain tas gue donk
Rara : Idihh ogah
Tiar : Ogah
Vero : Lo bisa pilih deh barang-barang dilemari gue
Tiar : Perintah dilaksanakan buk boss
Rara : Sip kalau begini mah, jangankan tas, sepatu lo juga bakalan gue bawa
Telinganya memang disumpal dengan earphone, tapi entah apa yang saat ini Vero tonton sehingga kadang dia terkikik sendiri, dan Vero tidak sadar, suaranya itu mengganggu pengunjung perpustakaan lainnya yang saat ini tengah fokus membaca, saking fokusnya sampai tuh wajah tersembunyi oleh buku yang tengah dibacanya, orang itu adalah tidak lain dan tidak bukan adalah Bara.
Sumpah Bara merasa terganggu dengan gadis yang duduk berjarak satu meja didepannya, tiap lima detik sekali gadis itu terkikik, suara kikikannya itu menurut Bara sangat mirip dengan kuntilanak. Bara menurunkan buku tebal yang dia baca dan melemparkan polpennya ke arah Vero, dan polpen tersebut tepat mendarat dengan mulus dijidat Vero dan itu berhasil membuat Vero mengaduh.
"Awhhhh." Vero memegang jidat mulusnya yang kini agak memerah.
Pandangan Vero langsung tertuju pada cowok yang duduk sendirian berjarak sekitar satu meter didepannya, Vero yakin cowok itulah yang melempar polpen sehingga mengenai jidatnya, dan cowok itu malah pura-pura fokus membaca lagi.
Vero menggebrak meja dan berdiri untuk menghampiri cowok yang menurutnya sok fokus itu.
"Heh lo, lo yang melempar polpen ini ke guekan." Vero memukul meja.
Bara menurunkan bukunya perlahan, dan itu berhasil membuat Vero mengenalinya.
"Lo...." tunjuk Vero tidak menyangka kalau dirinya akan bertemu dengan cowok itu lagi.
"Lo ngapain disini."
"Membacalah." jawab Bara menyebalkan.
"Gue tahu, maksud gue, kenapa lo ada dikampus gue."
"Lo fikir gue nguli disini, ya gue kuliah disinilah."
"Heh, yang benar saja lo kuliah disini, inikan kampus mahal."
"Terus kenapa kalau ini kampus mahal, lo fikir hanya orang kaya kayak lo yang bisa kuliah disini, lo kuliah pakai duit orang tua saja sombong."
"Hehh, gue gak kayak gitu." Vero meradang mendengar kata-kata Bara.
"Terus apa namanya, udah kelihatan wajah lo tolol gitu gak mungkin lo dapat beasiswakan."
Sumpah tidak pernah dalam hidupnya Vero merasa terhina seperti ini, kata-kata Bara barusan beneran membuatnya emosi dan sekaligus ingin menendang Bara.
"Jaga ucapan lo ya, meskipun gue kuliah menggunakan duit orang tua gue, tapi gue gak setolol itu, gue pintar kok."
Perpustakaan merupakan tempat yang tenang dan hening, jadi suara sekecil apapun biasanya akan terdengar, apalagi suara pertengkaran Bara dan Vero yang jelas terdengar diseantero perpustakaan yang memancing semua pengunjung perpustakaan yang hanya beberapa orang itu pada datang ke sumber keributan, termasuk ibu Dian pustakawati perpustakaan yang ingin melihat apa yang sebenarnya terjadi saat ini.
"Ehh, ada apa ini ribut-ribut." tanya bu Dian memandang Bara dan Vero bergantian berharap salah satu dari dua orang yang adu mulut itu menjelaskan apa yang menyebabkan mereka ribut.
"Dia yang duluan."
Vero dan Bara kompakan saling menyalahkan dengan jari telunjuk saling mengarah pada satu sama lain.
Bu Dian menggeleng melihat dua mahasiswa itu saling menyalahkan satu sama lain, "Bara, jelaskan apa yang terjadi." pinta bu Dian, karna Bara sudah sering keluar masuk perpustakaan, jadinya bu Dian sudah sangat mengenal Bara.
"Bara." gumam Vero menatap cowok didepannya, "Apa dia Bara yang dibicarakan oleh Tiar dan Rara, Bara yang juga menolak Vita." batinnya.
"Nama lo Barathayudha Arkana." Vero menyuarakan pertanyaannya dalam bentuk lisan.
Tanpa mengindahkan pertanyaan Vero, Bara menjelaskan pada bu Dian, "Gadis ini berisik bu, sudah tahu ini perpustakaan tempat orang membaca, dia malah main HP dan cekikikan seperti kuntilanak, itukan mengganggu pengunjung perpustakaan yang lainnya bu, termasuk saya."
Beberapa cewek menutup bibir mereka karna ingin tertawa mendengar kata-kata Bara barusan.
"Tapi gak seharusnya lo ngelemparin polpen sampai membuat jidat gue terluka kayak gini, kalau jidat mulus gue kenapa-napa bisa gue tuntut lo." Vero nyolot.
"Jidat lo gak kenapa-napa, jadi cewek kok lebay banget."
Kembali dah tuh mereka adu mulut.
"Sudah sudah hentikan." ibu Dian melerai, "Ibu fikir ini bukan masalah yang besar, jadi tidak perlu untuk di besar-besarkan, jadi menurut ibu, sebaiknya kalian berdamai saja." ibu Dian menyarankan.
"Berdamai." ulang Vero, "Gimana saya bisa berdamai dengan orang yang telah membuat jidat saya terluka, dia harusnya minta maaf dan bertanggung jawab."
Wahh, bakalan panjang nieh urusan kalau sudah begini.
"Dasar cewek manja, jidat lo yang kayak lapangan golf itu masih rapi jali, jadi jangan melebih-lebihkan."
Terdengar suara terkikik dari cewek-cewek barusan mendengar Bara mengata-ngatai jidat Vero, cewek-cewek itu menghentikan cekikikan mereka saat Vero menatap mereka dengan tajam.
"Ya Tuhan." ibu Dian sampai menggeleng-geleng, menurutnya dua mahasiswa ini terlalu lebay, karna masalah kecil saja membuat mereka ribut besar kayak gini, "Kalau kalian masih mau ribut, silahkan lanjutkan diluar, jangan membuat pengunjung perpustakaan lainnya tidak nyaman dengan tingkah kekanak-kanakan kalian." marahkan jadinya bu Dian.
"Maaf bu." Bara.
"Maaf bu." Vero.
"Kalau kalian masih ingin berada diperpustakaan ini, sebaiknya tutup mulut kalian, tapi kalau kalian masih ingin melanjutkan kegiatan adu mulut kalian, silahkan lanjutkan diluar."
"Baik bu." kompak mereka.
Dua orang memilih tetap berada diperpustakaan, kalau Bara sieh jelas, dia akan melanjutkan bacaannya, Tapi Vero, anak itu kembali memainkan ponselnya, dari sekian banyak tempat dikampus, dia memilih perpustakaan untuk main HP.
Bara dan Vero saling melempar pandangan sengit satu sama lain sebelum kembali duduk ditempat masing-masing.
Diam-diam Vero mengarahkan kamera HPnya sama Bara, dan setelah berhasil mendapatkan gambar Bara, dia langsung mengirimkannya ke wa grup yang anggota adalah dirinya dan dua sahabatnya.
Foto yang dikirim tersebut disertai dengan caption.
Ini bukan yang namanya Barathayudha Arkana yang lo bicarakan
Tiar : Omj, tampan sekali
Vero mengambil foto saat Bara tengah serius dengan buku yang dibacanya, difoto itu memang Bara terlihat tampan, tapi memang aslinya beneran tampan sieh, bahkan Vero saja mengakui dalam hati, di awal pertemuan pertama merekakan Vero sempat terpana dengan ketampanan Bara.
Rara : Iya benar, itu memang Barathayudha Arkana
Vero : Ohh, jadi ini Bara yang lo sebut-sebut itu
Tiar : Gantengkan Ver
Vero : Biasa aja
Rara : Ganteng Ver, elahh mata lo kenapa sieh, kayaknya perlu dibawa periksa ke dokter mata dah
Vero : Ganteng versi lo, menurut gue, B aja, gantengan juga mantan-mantan gue
Tiar : Tapi Bara itu berbeda lho
Vero : Beda apanya, punyanya sama kok kayak cowok-cowok lain
Tiar : Bukan itu maksud gue dodol, Bara itu tidak kayak cowok kebanyakan, dia itu cuek dan tidak genit sama cewek cantik, lo lihat sendirikan buktinya, sik Vita yang tampangnya lumayan oke saja di tolak sama dia
Vero : Lo itu terlalu berlebihan ya Tiar, semua cowok itu sama, menurut gue, sik Bara itu sok jual mahal, sok cakep dia itu
Tiar : Bukan sok cakep, tapi cakep beneran kali
Rara : Dan gue jamin sieh, sejak masuk perpustakaan, sik Bara sama sekali tidak pernah lirik-lirik lo, gak kayak kebanyakan cowok lainnya yang tidak bisa mengalihkan perhatiannya saat lo lewat.
Dan itu memang benar adanya, Bara memang sama sekali fokus dengan buku yang saat ini dibacanya, sama sekali tidak melirik ke arah Vero, malahan Vero yang tiap dua menit sekali melirik Bara, tapi bukan melirik karna suka, lebih kepada kesal saja.
Vero memilih mengabaikan chat Rara.
Rara : Gimana kalau kita taruhan
Tiar : Taruhan apaan
Rara : Gue mau nantang Vero untuk menaklukkan Bara
Vero : Ihhh, ogahlah gue, lo fikir gue gak punya kerjaan apa taruhan-taruhan segala
Tiar : Gue ikutan, kalau bisa membuat Bara jatuh cinta sama lo dalam jangka satu minggu, gue akui lo benar-benar hebat dan penakluk laki-laki.
Tanpa mengindahkan ketidaksetujuan Vero, Tiar ikut meramaikan taruhan yang dimulai oleh Rara.
Vero : Heh sialan, guekan sudah bilang, gue ogah, lihat sik batubara itu saja gue malas apalagi kalau harus berdekatan dengan dia
Tiar : Lokan mendapat julukan sebagai penakluk laki-laki, nahh, gue baru mengakui kalau lo benar-benar penakluk laki-laki kalau lo bisa menaklukkan Bara.
Tantang Tiar yang membuat ego Vero tersentil.
Rara : Benar lo Tiar, selama inikan laki-laki yang bertekuk lutut sama Vero itu emang dasarnya saja pada genit dan ganjen, gak bisa lihat cewek bening dikit main nemplok aja
Rara ikut-ikutan memanaskan suasana.
Vero yang awalnya tidak berminat mengikuti permainan kedua sahabatnya mau tidak mau akhirnya menyetujui tantangan sahabat-sahabatnya tersebut .
Vero : Oke, gue terima tantangan lo, gue gak butuh waktu satu minggu untuk menaklukkan Bara, satu hari juga gue bisa membuat cowok itu jatuh cinta, kalau gue berhasil, apa yang lo berdua tawarkan sebagai imbalan untuk gue.
Vero benar-benar memiliki kepercayaan diri tingkat tinggi, ya wajar sieh memang mengingat dia cantik dan menyandang predikat sebagai primadona kampus, sehingga dia sangat yakin bisa menaklukkan Bara dalam jangka waktu satu hari.
Tiar : Gue dan Rara akan dengan rela dan ikhlas ngerjain tugas-tugas lo selama satu semester, tapi kalau lo yang gagal, lo harus nraktir kami dikantin selama satu semester.
Tawaran yang menggiurkan untuk Vero, tentu saja dia setuju, kalau dia berhasilkan dia tidak perlu bersusah payah ngerjain tugas-tugasnya selama satu semester.
Vero : Oke deal, gue setuju
Tiar : Tunggu sebentar, kok gue ragu ya lo bakalan bisa menaklukkan Bara dalam jangka waktu sehari, itu kayak mustahil banget.
Vero : Lo meragukan gue
Rara : Gue juga berfikir hal yang sama seperti lo Tiar, satu minggu saja itu kayaknya mustahil Bara bisa ditaklukkan apalagi sehari.
Vero : Gue akan buktikan ya sama lo berdua, besok lusa, laki-laki bernama Bara itu akan resmi jadi pacar gue, siap-siap saja untuk ngerjain tugas-tugas gue selama satu semester
Tiar : Oke
Rara : Oke
Tiar : Karna gue baik hati, gue tetap memberikan lo waktu satu minggu Ver.
Vero mendengus membaca chat Tiar yang terakhir, "Huhh, Tiar meremehkan gue, akan gue buktikan sama lo Tiar, Ra, kalau gue bisa menaklukkan Bara kurang dari 24 jam."
Setelah membuat kesepakatan tentang taruhan tersebut, Vero melirik ke arah Bara, cowok itu terlihat khusyuk dengan buku yang dibacanya, dia kayak memiliki dunianya sendiri.
"Ihhh, gue ogah sebenarnya dekat-dekat dengan cowok menyebalkan itu, tapi demi membuktikan kalau tidak ada laki-laki yang bisa menolak pesona gue, gue terpaksa harus berusaha membuat cowok itu jatuh cinta sama gue."
"Oke, berhubung dia sini, lebih baik gue langsung sajalah melancarkan misi gue."
Vero melihat tampilannya dilayar ponselnya, dia sedikit memperbaiki tatanan rambutnya dengan jarinya, setelah dirasa oke, barulah dia berjalan mendekati Bara.
"Senyum Vero, senyum, lo harus terlihat menawan supaya sik batu bara itu kleper-kleper sama lo." Vero mengingatkan dirinya untuk tersenyum demi kelancaran misinya saat berjalan mendekati Bara.
****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!