LUNA
Bab 1
Kehadirannya membuat Marie terbangun dari tidur nyenyak yang selalu dirasakan di kasur empuknya. Marie berguling di tempat tidur dan melihat jam di meja dengan mata setengah terpejam.
“Jam berapa sekarang?” Marie berkata dengan suara parau yang tidak jelas. Angka samar mulai kelihatan. Menunjukkan pukul 02.30 WIB.
“02.30 dini hari? Memangnya lo gak tidur, ya?”
Dia bukannya menjawab, malah lenggak -lenggok di depan cermin yang ada di kamar Marie.
Marie menegakkan bantal dan mengubah posisi tidur menjadi duduk bersandar di headboard bed, melihat apa yang sedang terjadi di dalam kamarnya itu. “Lo lagi ngapain, sih?” tanya Marie.
“Suka, gak?” Masih dengan gaya lenggak-lenggoknya di depan cermin. Pinggiran berlapis dari gaun yang dikenakannya berayun-ayun dengan gemulai.
“Ini gaun yang gue temui di salah satu butik yang cukup tua di tengah kota,” jelasnya.
Dengan kakinya yang masih memakai stocking panjang, dia menarik sedikit untuk memperlihatkannya kepada Marie.
“Lo tahu, ini Vintage yang bergaya retro. Iya gak, sih? Gue akan pakai ini buat ke pesta prom night.”
Marie mendengus mendengarnya. Seketika matanya memandang Marie dari cermin dan langsung membuat Marie sadar, pasti dia gak akan serius dengan kata-katanya.
Sambil memeriksa penampilan, dia menyelipkan rambut panjangnya ke balik telinga dan kembali mengayunkan pinggulnya. Dia memilih wig pirang malam ini. Sebenarnya itu bukan favoritnya, karena dia selalu menganggap wig itu membuatnya kelihatan aneh. Seperti ban*ci kaleng. Tapi sebenarnya cocok juga sih dengaan gaun merah yang dikenakannya saat ini. Dia menangkap pandangan Marie lalu tersenyum.
“Gue juga mengincar ratu prom night.”
Marie tergelak, kemudian menutup mulut dengan satu tangan agar suaranya tidak kedengaran. Jangan sampai orang tuanya yang berada di lantai atas terbangun dengan suara bising dirinya.
Bukannya ikut tertawa, dia malah diam saja memperhatikan Marie.
Marie bergumam di hati, ‘Lo lagi bercanda, kan?’
Matanya tak lepas dari mata Marie dengan tatapan yang dalam. Mungkin untuk melihat reaksi Marie terhadap dirinya yang sudah mengubah namanya. Mencari persetujuan dari Marie. Sebetulnya pendapat dari Marie tidaklah penting.
Marie menguap.
“Lo tahu kan, semua orang menghujat gue.” Dia menjelaskan itu sambil melintasi kamar tidur Marie, melewati tumpukan pakaian dan barang-barang lain di lantai. Saat melewati jendela, dia berhenti dan berputar. Bulan memancarkan sinarnya yang misterius lewat jendela kamar Marie. Cahaya terang dan garis-garis sinar yang memancar.
Tiba-tiba Marie dilanda kelelahan. “Ok. Udah sana, lo tidur.” Marie mengusirnya, lalu menyelinap masuk ke dalam selimut dan meninju bantalnya untuk ingin kembali tidur. Butuh waktu lama agar Marie bisa kembali terlelap, apalagi kalau dia tetap tinggal hanya untuk berdandan. Dan dia bisa melakukan itu.
Marie mengamatinya dengan mata setengah terpejam. Ada yang berbeda dari dirinya. Ada yang berubah dari dirinya. Bukan sesuatu yang bersifat fisik. Lebih seperti perubahan dalam dunianya atau mungkin....
“Tali br* lo kelihatan, tuh,” Marie memberi tahu kepada Luna. “Lo harus beli yang strapless.”
“Oh ya?” Dia memutar kepalanya untuk mengintip pundaknya. “Lo punya gak?”
“Heh, sekalinya gue punya juga, lo gak boleh memakai pakaian dalam gue.”
“Paling juga gak pas sama gue. Ukuran cup gue kan paling gak C.”
Marie mengembuskan napasnya. “Suka lo deh.” Sambil berguling, Marie bergumam, ‘Dasar kang pamer.’
Rambutnya terurai di bantal dan menggelitik wajah Marie. “Gue tahu, tapi lo sayang sama gue, kan?” bisiknya tepat di telinga Marie dan bibirnya menyentuh ringan pipi Marie.
Marie dengan cepat menepisnya. Sementara itu, ia mendengar langkah beratnya menuju meja rias dan dia akan membongkar peralatan dandannya dengan penuh sukacita. ******* berat lolos dari bibir Marie. Yah, tidak bisa dipungkiri, Marie sayang dengannya. Tidak akan bisa tidak. Dia kakaknya.
...****************...
Flash Back.
“Jangan bilang sama Mami kalau dia pulang nanti, ya,” kata Ayah berpesan. “Ayah ingin ini menjadi kejutan.”
Ayah tersenyum kepada Marie dan Luna. Luna berumur enam tahun dan Marie sendiri berumur empat tahun. Mereka duduk di sofa sambil menonton Ayah memotong kardus pembungkus mesin pencuci dan pengering Mami yang baru. Dia berhenti sejenak untuk melonggarkan dasi dan menggulung lengan kemejanya yang turun.
“Ayah sudah bilang belum kalau Ayah dapat promosi? Kalian sedang menatap manajer peralatan rumah tangga yang baru untuk Mami,” beritahunya sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Marie.
“Hore...,Ayah,” Marie kecil bertepuk tangan.
Ayah melihat ke arah Lia, dan mengernyitkan matanya sedikit. Luna menemukan buklet intruksi mesin cuci dan sedang asyik membacanya. Dia membaca semuanya.
“Luna!”
Luna langsung mendongakkan kepalanya tegak.
“Ini, bawa kotak-kotak ini ke belakang,” perintah Ayah sambil memotong bagian kardus lainnya. “Kamu dan Marie bisa main benteng-bentengan.”
Luna segera meluncur turun dari sofa. Begitu pula dengan Marie. Mereka berdua menyeret kotak kardus itu melewati pintu kaca geser ke halaman. Mereka meletakannya di samping kolam renang anak-anak yang sudah tidak terpakai. Marie bisa berdiri di dalam kotak itu, tapi Luna sudah terlalu tinggi.
“Ambil boneka Lo, Marie,” dia menyuruh Marie. “Bawa semua pakaiannya juga, semuanya dibawa kemari. Okay.”
“Bantu dong...” Marie kecil meminta bantuan.
“Gak.” Matanya memandangi ruangan dalam kotak. “Gue harus beresin ini.”
Saat Marie kembali, Luna sudah memnyambung kedua kotak itu menjadi satu dan menyeret meja mainannya ke dalamnya. Dia meletakkan dapur mainan milik Marie di sudut dan sedang merapikan meja itu. “Taruh tempat tidurnya di sana.”
Waktu Marie berjalan melewatinya, dia mengambil boneka Marie dan menggendongnya. Sambil tersenyum masih kepada boneka itu. Dan mereka berdua menikmati permainan itu.
Flash back off.
Alarm yang dimiliki Marie berbunyi dengan nyaring memenuhi ruangan kamarnya. Bergegas Marie teduduk tegak. Ia mengulurkan tangan ke meja dan mematikan tombolnya. Itu tadi mimpi atau kenangan? Terlalu jelas untuk dibayangkan dan terlalu nyata.
Marie terhunyung-hunyung masuk ke kamar mandi. Kamar mandi masih beruap, artinya Luna, sang kakak sudah bangun lebuh dulu dan sudah berpakaian. Marie membiarkan kehangatan meresap ke dalam tubuhnya, sementara Marie melepaskan pakaiannya untuk segera mandi. Kemudian, Marie menyalakan keran air dingin dan menyodorkan wajah ke bawah shower.
Saat Marie menuruni anak tangga, ia melihat Ayah yang tertawa kecil sambil membaca komik. Marie melintasinya, lalu masuk ke bagian dapur. Di sebelahnya, di meja makan, Marie melihat sang Kakak menyuapi roti selai kacang sambil membaca buku pelajaran dan menyerapnya. Penerapan Fisika Lanjutan, Marie membaca judulnya dengan lebih dari sekadar iri. Apa dia tidak bisa membagi beberapa poin IQ terhadap adiknya ini. Tampilan Luna sungguh berbeda dari cewek lainnya. Terlihat cupu. Memakai celana yang lusuh ala tukang kayu dan kaos yang tidak disetrika.
Marie memandangnya aneh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments