Bab 2

BAB 2

Tampilan Luna sungguh berbeda dari cewek lainnya. Terlihat cupu. Memakai celana yang lusuh ala tukang kayu dan kaos yang tidak disetrika.

Marie memandangnya aneh.

“Pagi,” Mami menyapa Marie yang ada di depan kulkas sambil mengambil kotak kartin jus jeruk dari mulut Marie.

“Marie, apa yang terjadi dengan mu? Kamu terlihat seperti zombie,” katanya sambil mengembalikan jus jeruk itu ke rak. “Apa kamu sakit?” lanjutnya lagi.

“Gak kok, Mi. Kayanya kecapekan gegara kurang tidur.” Marie melotot ke arah kakaknya sambil menarik kursi dan duduk di seberangnya. Dia membalikkan halaman bukunya, mencerna fisika kuantum dengan kecepatan pentium.

“Ada apa? Kenapa kamu tidak tidur?” tanya Ayah sambil melirik dari atas korannya.

“Tidak ada apa-apa, Ayah,” gumam Marie.

Mami duduk di ujung meja. Ia memencet tombol ponsel dan menempelkannya di telinga sementara Ayah berkata kepadaku, “Kamu harus tidur. Cewek-cewek harus istirahat untuk menjaga kecantikannya.”

Luna melirikan matanya terhadap Marie, memelototi pandangan Marie. Ayah hanya bercanda saja, jangan sampai kejadian malam itu Luna yang suka berdandan tengah malam untuk merubah dirinya menjadi ratu jagat malam akan mengadukan dirinya terhadap Ayah.

“Halo, Hi, David,” Mami berbicara terhadap telepon genggamnya. “Ini aku. Apakah kita sudah dapat konfirmasi reservasi di Gedung H untuk pernikahan keluarga Ferguso? Sepertinya aku tidak bisa menemukan surat-suratnya.” Mami mengaduk kopinya.

Marie menangkap basah Ayah yang memutar bola matanya. Dia tidak begitu senang dengan pekerjaan Mami. Secara spesifik, naiknya status Mami dari istri dan ibu menjadi sesuatu yang lebih penting. Bukan Ayah seksis atau apa, dia hanya membosankan dan kolot. Bagaimana mungkin dia mencemburui pekerjaan Mami? Sejak ada pengurangan karyawan di kantor ayah, dia harus mengambil pekerjaan rendahan di bagian rumah tangga. Intinya harus ada yang menghasilkan uang makan siang di keluarga mereka.

Mami menyesap kopinya.

“Mungkin aku akan menelepon lagi untuk memastikan. Kamu sudah dengar anak perempuan keluarga Wilson bertanya apa dia bisa memesan cake hitam? Hitam. Di cake pernikahan.”

“.......”

“Oh, David, aku bisa apa tanpamu?” Mami menjawab panggilan itu sambil tergelak.

Marie langsung melirik Ayah yang wajahnya sudah kaku melihat Mami yang sangat senang.

Sebagai upaya melarikan diri dari ketegangan yang tiba-tiba terasa, Marie mengeluarkan buku kimia dari dalam tas ransel dan meletakkannya di meja. Pikiran tentang apa yang akan mereka lakukan hari ini di kelas membuat Marie mual, jadi Marie memasukkan kembali buku itu. Jauh dari penglihatan dan jauh dari pikiran, filososfi hidup Marie berada dalam tabung uji.

Marie menyambar sepotong roti dari atas meja dan mengoleskannya dengan krim keju storberi di atasnya.

Sedangkan Mami melanjutkan bertelepon ria dengan rekan kerjanya, David.

“Aku mencatat pesanan cake nya, tapi mungkin ku tunggu sampai bicara dengan ibunya dulu. Aku yakin dia pasti sangat malu. Aku tidak sabar melihat gaun pengantinnya.

“,,,,,,,”

“Apa?”

Mami mendengarkan, kemudian kembali tertawa bersama David.

“David, sebelum aku lupa, aku harus menebus resep dalam perjalananku, jadi aku mungkin agak terlambat,” ucap Mami diujung teleponnya.

Entah kenapa, hal itu menarik perhatian Luna dan Marie. Mami mematikan teleponnya dan bangkit berdiri. Dia meletakkan ponsel dan agendanya di atas meja dan berjalan dengan berbisik ke koridor belakang. Pasti meminum obat penenang lagi.

“Aku bicara dengan Coach Horras kemarin sore,” cetus Ayah.

Seketika bulu kuduk Marie di seluruh lengannya berdiri. Begitu pun dengan Luna. Dia disuruh untuk mengikuti ekstrakulikuler cabang olahraga bulutangkis.”

Ayah melanjutkan perkataannya, “Dia menyuruhmu menemuinya minggu ini tentang kemungkinan masuk tim. Sejak keluarga Diaz kembali ke kota X, ada beberapa posisi kosong. Dia tidak bisa menjamin kamu bisa masuk tim universitas, tapi setidaknya tim yang berada di juniornya. Tryout hari Rabu. Dan tolong, jangan bertanya apa posisimu, aku sudah bilang, kamu akan jadi pemain tunggal.”

“Mampirlah ke kantornya sepulang sekolah hari ini.” Lanjut Ayah kepada Luna.

Sungguh Luna tidak suka dengan usulan Ayahnya.

“Aku tidak mau menjadi atlet bulutangkis, Ayah.”

Marie menarik napasnya dalam-dalam, lalu mengeluarkannya dengan perlahan. Dia kemudian menatap Ayahnya. Luna tidak pernah mengatakan terang-terangan tentang ia memang tidak menyukai olahraga itu. Entah hanya sang Ayah ingin menjadikan dia pemain tunggal putri yang handal.

Ayah berekspresi datar, tapi suaranya berubah,”Kamu tahu kenapa kamu harus ikut olahraga itu? Agar nilai di transkripsimu bagus di akhir tahun.”

Itu membuat Marie mendengus kesal.

Ayah beralih tatapan dengan menghujamkannya ke arah Marie. Marie merasakan ketajaman tatapan sang Ayah.

“Yang kamu lakukan hanya duduk di kamar dan bermain games di komputer. Dan itu membuatmu tidak berkembang. Tidak heran kamu terlihat pucat. Kalian berdua!”

Marie berusaha mengirimkan pesan kepada kakaknya untuk membiarkan saja apa yang diucapkan sang Ayah. Tapi saat ini dia seperti terkunci di dunia luar. Dia memandangi mangkuk sereal dengan lekat-lekat.

Ayah melipat korannya menjadi setengah, lalu seperempat. Perlahan dan sengaja.

“Aku tidak berbakat di dunia olahraga, Ayah. Apalagi di bulutangkis. Lari ke sana ke mari mengejar bola yang tidak jelas jatuhnya arah bola.” Luna menjelaskan apa yang ia rasakan saat ini.

“Aku tahu kamu punya bakat itu, Luna. Ayo lah. Jangan kecewakan Ayah. Kamu hanya kurang berlatih,” ujar Ayah. “Kamu hanya tidak rutin melatih dirimu untuk melakukan itu. Kamu punya tinggi yang pas dan kecepatan yang dibutuhkan. Kamu bisa membangun kekuatan lagi.”

Luna bergeming. Ia malas dengan ocehan ayahnya.

Ayah bangkit dari tempat duduknya dengan kasar sehingga membuat piring dan peralatan makan yang ada di atas meja bergoyang. Dia menerobos masuk ke dalam dapur. Luna dan Marie saling berpandangan. Sebelum Marie sempat berkata-kata, Mami masuk kembali dan meraih ponselnya dan memasukkannya ke dalam hand bag, lalu membuka agendanya.

“Aku mungkin akan telat pulang lagi untuk malam ini.” Dia membalik-balikkan selembaran agendanya. “Aku punya janji ke salon jam empat sore ini. Marie, memasaklah malam ini untuk makan malam kalian. Sup tomat dan omelate. Aku yakin, kamu pasti bisa memasaknya,” lanjut Mami kepada Marie.

“Dan karena kamu sudah masuk ke kelas keterampilan, ini pasti bagus untuk latihanmu, Marie.” Tak berhenti disitu saja, Mami melanjutkan ucapannya.

“Aku tidak bisa, Mami. Aku hari ini ada jadwal mengasuh anak,” kata Marie sedikit senang.

Mami sudah seperti dosen yang selalu menguliahi Marie agar lebih sering membantu pekerjaan rumah, lebih patuh terhadap Mami. Karena Mami berpikir Marie adalah anak perempuan yang harus bisa melakukan pekerjaan rumah. Salah satunya memasak.

Luna langsung menyerobot untuk mengurangi rasa bersalahnya untuk tidak melakukan olahraga bulutangkis yang diinginkan sang Ayah.

“Biar aku saja yang memasak untuk makan malam kita.”

“Tidak! Kamu tidak perlu melakukan itu. Yang perlu kamu lakukan adalah berlatih.” Ayah langsung menyanggah perkataan dari Luna. Dia berdiri di ambang pintu antara dapur dan ruang makan dengan lengan yang dilipat di depan dadanya.

“Jadi kenapa itu harus aku yang melakukannya?” tanya Marie heran. “Kalian semua tahu kalau aku tidak suka memasak. Biarkan Luna yang memasak untuk kita malam ini. Dia lebih pintar mema...-” Belum sempat melanjutkan perkataan, Ayah sudah memotongnya lebih dulu.

“Marie!” Ayah mengangkat sebelah tangannya untuk membuat Marie diam. “Mami memintamu untuk melakukannya. Kalian tidak akan kehilangan napas apabila membantu pekerjaan rumah.”

“Bisa saja,” bisik Marie. “Kami bisa tersedak debu sampai mati.”

Mami langsung melempar tatapan tajam kepada Marie yang baru saja berkata seperti itu.

Tetapi berbeda dengan Luna.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!