BAB 5
Marie dan Luna tiba di sekolah saat jam makan siang. Luna mencari Alyson di kafetaria sementara Marie berlari menaiki tangga menuju ke kelas sains. Semakin dekat dengan ruang kelas. Pelajaran kelima sudah dimulai, jadi Marie mengendap-endap masuk melalui pintu depan, dengan kepala menunduk, berdoa agar Mr. Brunch sedang asyik menjelaskan seperti biasanya. Saat dia mengajar, dia tidak menyadari tubuh-tubuh muridnya yang membungkuk seperti katak lemas saking bosannya.
Marie sangat beruntung. Mengendap-endap masuk seperti maling. Untungnya Mr. Brunch duduk di depan mejanya. Dan Marie harus melewati guru itu. Mr. Brunch mengalihkan pandangannya yang tadinya dari meja, lalu menatap Marie dari balik kacamatanya, memastikan dia mendapatkan perhatian Marie, kemudia membuat tanda cek di sebelah nama Marie dalam daftar absensinya.
Serius, Marie dengan senang hati bolos dari kelas Mr. Brunch, tapi kali ini dia tidak bisa melakukannya. Hari ini kelas mereka mulai dengan praktikum.
Mr. Brunch sudah memberi peringatan kepada anak muridnya selama sebulan, sejak semester awal dimulai, bahwa mereka harus benar-benar mempertimbangkan siapa pasangan praktikum mereka. Sepanjang sisa sementer mereka akan menghabiskan dengan hidup dan menjalani kimia bersama dengan Mr. Brunch. Jadi mereka harus memilih seseorang yang bisa bekerja sama. Nilai akan ditentukan seberapa baik mereka bekerja sama dalam tim. Marie tidak ada masalah untuk mengerjakan hal itu. Apalagi bekerja sendirian dalam praktikum. Marie akan merasa senang untuk bekerja sendirian.
Di depan kelas, Mr. Brunch terus mengoceh bahwa laporan laboratorium harus ditandatangani oleh dua orang. Penyelesaian masalah dan lembar kerja itu adalah pekerjaan individu. Yang ketahuan menyontek akan diberi angka Nol secara otomatis.
Mr. Brunch berdiri dan menggambar di white board. Lebih mirip telur angsa.
“Kuis hanya bisa di ulang sekali,” kata Mr. Brunch. “Tapi jika kalian melewati satu ujian, maka akan terlewat.”
Kemudian Mr. Brunch memberikan pengumuman untuk mencari teman untuk praktikum, “Tanpa banyak bicara, pilih rekan timmu, dan laporkan pilihanmu ke pos lab.”
Marie diam-diam melirik ke sekeliling ruangan. Banyak orang di sini yang dia kenal. Tapi sayangnya tidak terlalu dekat. Teman sejatinya Marie hanya Luna dan Alyson.
Kemudian ada seseorang yang menepuk pundak Marie.
“Lo mau kerja bareng?”
Marie berputar otomatis, untuk melihat siapa yang sudah berani menepuk pundaknya itu. Mata Marie berfokus. Suaranya keluar dari bibir, yang sedang tersenyum pada Marie.
“Bagaimana? Kita bisa jadi super dynamic untuk tim kita. Atau dinamite yang akan menghancurkan Lab. BOOM!” Dia tersenyum lebar.
Ini mimpi? Siapa, sih lelaki ini? Dan bagaimana bisa dia menerobos perisai yang telah dibuat Marie?
“Lo mau gue... gabung?” tanya Marie serak sambil menunjuk dirinya sendiri.
Mr. Brunch berteriak kembali, “Para siswa, bisakah kita menyelesaikannya hari ini? Kalian punya waktu tiga puluh detik untuk mencari tikus lab dan sebuah pos.”
Marie bangkit berdiri dari kursinya. Tercengang. Cowok ini, yang benar-benar nyata, memberikan isyarat untuk mengikuti dirinya. Marie tak menunggu lagi, dia juga mengikuti cowok itu. Tak dipungkiri cowok itu tampan juga.
“Yang ini gimana?” tanya cowok itu, menunjuk daerah bak cuci yang belum diambil orang di sebelah papan daftar tabel periodik.
Marie merasa kakinya tidak berpijak. Yang bisa dia lakukan adalah menganggukkan kepalanya.
“Gue, James.”
“Mm.. Marie.” Suara Marie terdengar tegang dan tak bertenaga.
“Gue lumayan baru di sini.” Dia melingkarkan sebelah kakinya ke bangku lab. “Lo juga? Lo kelihatannya ngerasa apa yang gue rasa waktu Mr. Brunch kalau kita harus punya pasangan buat tim.”
Marie menyunggingkan bibirnya. “Gak. Dasarnya gue emang suka sendiri.”
James menyeringai. “Yang betul?” Matanya menyelidiki Marie dari atas hinggah ujung kakinya. Berhasil membuat perasaan Marie bergidik. Apa dia sedang mengamati Marie?
Marie langsung berkata, “Lo masih punya dua belas detik untuk mengubah pikiran lo. Sebelum terlambat dan cari orang lain untuk selamatkan reputasi lo.”
Bibirnya tertarik ke atas, “Gue udah punya lo. Jadi gue bakal ambil risiko.”
Marie terpaku mendengar apa yang dikatakan oleh James. Dia sungguh tidak percaya skenario yang sudah dibuatnya malah jadi sangat berbeda. Apa Marie harus mencubit hatinya? Atau mencubit James?
Keheningan menyergapi keduanya, seakan mereka tidak tahu apa yang harus dikatakan atau dilakukan. Spesies yang tidak sebanding, pikiran itu terlintas di benak Marie.
James membuka dan menutup keran air, menggerakan jarinya untuk memercikkan air kepada Marie. Menggoda Marie.
Mungkin Marie bisa mengatasi itu. Tapi dia seketika berpikir apakah dia harus membalas perlakuan lelaki itu? Balas memercikkan air padanya?
Seketika Marie terpana dengan adanya James di depannya. Dia tidak terbiasa dengan cowok asing yang tidak di kenalnya.
Marie memutuskan menjauh dari cowok itu dan membuka bukunya.
Mr. Brunch mulai menjelaskan tugas pertama mereka, menuliskan persamaan di white board yang kelihatannya seperti notasi ilmiah dalam bahasa alien. Entah lah. James tampak terpesona dengan air yang mengalir melalui kepalan tangannya ketika dibuka. Hal itu juga mungkin akan menghipnotis Marie sepanjang hari kalau saja suara Mr. Brunch tidak mengacau.
“Sebelum kita mulai, di laci atas, kalian akan menemukan lembaran kertas terlaminasi dengan judul, “Petunjuk Keselamatan Laboratorium”. silahkan ambil kertas itu sekarang dan baca bersama,” kata Mr. Brunch.
Marie menarik pegangan laci. Macet tak bergerak. Marie menariknya kembali dengan cukup kuat. Lacinya tetap tidka bergeser sedikit pun. James mencona mengungkitnya. Dan itu sia-sia. Dia menunduk memeriksa bagian bawah laci, sementara Marie menahan bagian bawah lemari dengan kakinya dan menarik pegangan laci kuat-kuat. Lacinya terbuka seketika, dan menghantam dahi James. Dia menggeram dan terhuyung mundur, kehilangan keseimbangan dan terduduk di lantai. Bangkunya bergoyang dan menimpanya. Semua orang di sekeliling mereka tertawa melihat hal itu.
Marie segera berjongkok dan menjauhkan kursi untuk menolong James bangun dari jatuhnya. Dia berjuang untuk berdiri. “Lo gak papa?”
“Santai aja,” jawab James.
Marie mengulurkan tangan untuk menyapu debu dari pakaiannya.
“Sorry,” gumam Marie yang hampir menyentuh James. Sementara James menegakkan kembali bangkunya. “Maafkan gue. Sakit, gak?”
“Gue baik-baik aja kok.” James mendorong laci masuk kembali dengan kasar. Dia tampak marah.
“Maaf.”
James duduk kembali di bangkunya.
“Gue beneran minta maaf. Lo baik-baik aja, kan? Maksud gue, gue minta maaf. Gue gak kira...”
“Gue baik-baik aja, Marie.” James menatap Marie lurus ke matanya. “Marie,” lanjutnya dengan senyuman yang merekah di wajahnya. “Gue suka nama lo.”
Marie hanya terbengong mendengar kata-kata itu keluar dari bibirnya. Kedengaran aneh. Baguslah, cowok itu tidak marah.
Mr. Brunch kembali mengamati Marie dan James dari balik kacamatanya. Dia yang marah. Tanpa menyia-nyiakan satu detik pun, Brunch melanjutkan pembacaannya. Dia bahkan sudah sampai di petunjuk keselamatan nomor empat begitu Marie mulai menangkap apa yang sedang dikatakan oleh Mr. Brunch.
...****************...
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments