Angel Of Death

Angel Of Death

Malaikat Pencabut Nyawa

"Jadi haruskah aku ikut denganmu?" tanya seorang wanita dengan napas tersengal, setelah sekian waktu berlari menghindari seorang pria yang tampak menakutkan. Dia mengutuk kebodohannya, karena sudah pulang terlambat.

Malam sudah semakin larut, dia menyesal harus singgah membeli martabak dulu untuk putrinya tadi, hingga ketinggalan bis, dan akhirnya harus jalan 500 meter hingga sampai ke halte bis berikutnya. Di saat berjalan dikegelapan malam itulah dia bertemu dengan pria asing yang ternyata sudah sejak tadi memantaunya dan setelah Lara berjalan ke halte yang sepi, pria itu mulai menampakkan dirinya.

Ketakutan yang melanda Lara membuat wanita itu berlari sekencang-kencangnya, berharap ada satu, dua orang yang bisa dia temui malam itu, tapi sial, malam ini tampaknya semua orang sudah memilih untuk sembunyi di balik hangatnya selimut mereka.

Lara memaksa kakinya untuk terus berlari, hingga belok ke ujung jalan, bersembunyi di belakang ruko yang sudah terbengkalai tidak berpenghuni.

Debar jantungnya berpacu dengan kewaspadaan, berharap kalau pria itu tidak akan menemukannya. Ketakutan yang besar membuat Lara tidak hentinya menangis dengan menutup mulutnya, tidak ingin suara tangisnya bisa menarik perhatian, dan pada akhirnya pria itu bisa menemukannya.

Lara tebak, itu adalah seorang perampok, hal biasa pada malam hari kawanan perampok mulai beroperasi di lingkungan ini. Ah, andai saja dia tidak pulang selarut ini! Kembali Lara mengutuk kebodohannya.

Merasa sudah aman, Lara perlahan menegakkan tubuhnya, mengangkat wajahnya dan mengatur laju napasnya. Sejauh mata memandang, sudah tidak ada lagi penjahat itu, lalu Para bersiap untuk keluar dari persembunyiannya.

"Oh, Tuhan..." pekiknya kaget setengah mati, meremas jantungnya yang hampir saja berhenti berdetak. "Siapa kau? Kau mau apa?" pekiknya kaget, dia sudah siap menjerit.

Lara ingat kalau di dalam tas tangannya ada botol spray yang berisi air cabe dan merica, segera dia merasa dalam tasnya guna mengambil senjata itu.

"Aku malaikat maut, datang menjemputmu," ucap sosok itu yang masih belum jelas wajahnya karena sekeliling yang masih gelap. Lampu jalan di ujung sana juga hanya memantulkan cahaya remang, tidak cukup untuk menunjukkan wajah pria itu. Lara tergelitik, dia hampir tertawa, ucapan pria itu seolah mereka sedang bermain teater, apa katanya, Malaikat pencabut nyawa? CK! jangan bercanda.

"Aku tahu kau perampok, yang biasa berkeliaran di rue ini, kalau kau mau mengambil uangku, ini, aku berikan walau isinya tidak seberapa," jawab Lara menyodorkan tasnya. Dia akan memberikan apapun hartanya saat ini, asal jangan nyawanya yang direnggut, pasalnya setiap perampokan di lingkungan ini terjadi, selalu saja korban perampokan itu akan terluka.

"Aku tidak berminat pada uangmu. Ikutlah denganku, waktumu di dunia ini sudah habis!"

Sekali lagi pria itu berkata hal yang tidak masuk akal. "Jangan bercanda, aku ketakutan. Ambil saja semua uangku, aku harus pulang, ada gadis kecil di rumah yang menunggu kepulanganku dan saat ini dia pasti kelaparan," ucap Lara mengiba, semoga saja perampokan itu percaya dan mengasihinya, hingga melepaskan dirinya.

"Berulang kali aku mengatakan, aku tidak menginginkan uang dan hartamu, aku datang untuk mengambil nyawamu!"

Kalimat itu berakhir dengan keluarnya pria itu dari kegelapan, menunjukkan wajahnya. Lara terkejut, memekik kaget, hingga tasnya terjatuh ke tanah.

Pria itu tidak jelek seperti bayangan Lara karena beberapa gambaran perampok memang ditampilkan seperti itu. Pria itu bahkan sangat tampan, tapi yang membuat Lara kaget setengah mati, bola mata pria itu merah, bahkan ada api menyala pada netranya. Tidak sampai disitu, hal mustahil tapi benar nyatanya dia lihat, pria dengan tubuh kekar, tinggi besar itu memilik sayap berwarna putih gading yang begitu besar bahkan ujungnya sampai menyentuh tanah.

Spontan Lara mundur. Kini jelas, kalau sosok yang dia hadapi ini bukan manusia. Dia tidak sedang cosplay, sayap itu tampak jelas menempel di punggungnya.

"Ayolah Lara, ikut denganku, waktumu sudah habis di dunia ini," ucapnya semakin mengikis jarak di antara mereka.

"Kau akan bawa aku kemana? Apakah kau utusan pencipta dunia ini? Yang katanya maha Kuasa?" tanya Lara mulai menangis lagi, tapi buru-buru dia menghapus jejak air matanya itu.

"Aku suruhannya. Aku datang dari alam yang jauh dari sini. Tugasku mengambil nyawa orang yang sudah ditakdirkan untuk meninggalkan dunia ini," terangnya dengan nada suara yang masih sama, tegas dan menakutkan.

"Jadi aku harus ikut denganmu?" Kembali tanya Lara sedih, dia duduk di bangku kayu yang ada di dekat bangunan itu. Masih berdebat dengan semua kejadian yang dia alami.

"Benar."

"Tapi bagaimana dengan putriku? Dia masih kecil. Hanya aku yang dia punya," ucapnya kembali ketakutan, membayangkan kalau dirinya sudah diambang kematian.

"Sudah jadi suratan takdirnya, kalau dia harus hidup sebatang kara, kau harus ikhlas."

"Bisakah aku melihatnya dulu sebelum ikut denganmu?" Wajah Lara sudah bersimbah air mata, kalut dan juga takut kini bersarang di hatinya.

Hening sesaat, lalu kembali Malaikat pencabut nyawa itu bersuara. "Kalau begitu aku akan mengantarmu pamit pada putrimu," ucapnya mengulurkan tangannya pada Lara.

Sumpah demi apapun, Lara hampir pingsan, dia tidak mungkin berani menerima uluran tangan pria itu yang begitu menyeramkan. Kukunya begitu panjang dan runcing. Lara jadi ingat film were wolf yang dia tonton.

Tangan itu masih menengadah hingga Lara tidak punya pilihan selain menerimanya. Takut-takut Lara meletakkan tangannya di telapak tangan pria itu, tepat saat sayapnya bergerak dan menutup tubuhnya hingga tidak tampak lagi.

Hanya hitungan detik, bahkan Lara tidak sempat membuka matanya saat berkedip tadi, mereka sudah tiba di depan rumahnya.

"Ini ajaib, bagaimana mungkin! Apa aku sedang tidak bermimpi?" batin Lara masih menatap sekelilingnya. Benar itu rumahnya. Lalu dia melihat ke arah sosok itu yang memberinya isyarat untuk segera masuk ke dalam rumah.

"Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?" tanyanya begitu pelan, seolah pada dirinya sendiri.

"Masuklah, temui putrinya, dan pamit padanya!"

Masih ragu, Lara mengetuk pintu. Dia tahu putrinya itu belum tidur kalau dirinya belum tiba di rumah. Hanya ada mereka berdua di kontrakan kecil, rumah petak, orang menyebutnya, tanpa saudara dan kerabat. Hanya ada Lara dan Shine putrinya.

Ketukan pertama tampaknya tidak didengar Shine, lalu kembali Lara mengetuk, dan kali ini dua kali lebih kuat. Tidak lama daun pintu terbuka, tampak wajah cantik nan mungil yang tampak sudah mengantuk, tapi tetap mencoba tersenyum padanya.

"Ibu sudah pulang? Kenapa larut sekali?" tanya gadis itu merentangkan tangan, ingin dipeluk oleh ibundanya tercinta.

Lara pun ikut merentangkan tangan, menarik gadis kecil itu masuk dalam pelukannya, yang mungkin pelukan terakhir yang bisa dia berikan.

Terpopuler

Comments

Neng Ati

Neng Ati

menarik,lanjuuuuuuut semangat ya

2023-02-05

0

AdindaRa

AdindaRa

Novelnya beda kayak novel yang lain ini. Kayaknya menarik banget 😍

2023-02-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!