"Jadi haruskah aku ikut denganmu?" tanya seorang wanita dengan napas tersengal, setelah sekian waktu berlari menghindari seorang pria yang tampak menakutkan. Dia mengutuk kebodohannya, karena sudah pulang terlambat.
Malam sudah semakin larut, dia menyesal harus singgah membeli martabak dulu untuk putrinya tadi, hingga ketinggalan bis, dan akhirnya harus jalan 500 meter hingga sampai ke halte bis berikutnya. Di saat berjalan dikegelapan malam itulah dia bertemu dengan pria asing yang ternyata sudah sejak tadi memantaunya dan setelah Lara berjalan ke halte yang sepi, pria itu mulai menampakkan dirinya.
Ketakutan yang melanda Lara membuat wanita itu berlari sekencang-kencangnya, berharap ada satu, dua orang yang bisa dia temui malam itu, tapi sial, malam ini tampaknya semua orang sudah memilih untuk sembunyi di balik hangatnya selimut mereka.
Lara memaksa kakinya untuk terus berlari, hingga belok ke ujung jalan, bersembunyi di belakang ruko yang sudah terbengkalai tidak berpenghuni.
Debar jantungnya berpacu dengan kewaspadaan, berharap kalau pria itu tidak akan menemukannya. Ketakutan yang besar membuat Lara tidak hentinya menangis dengan menutup mulutnya, tidak ingin suara tangisnya bisa menarik perhatian, dan pada akhirnya pria itu bisa menemukannya.
Lara tebak, itu adalah seorang perampok, hal biasa pada malam hari kawanan perampok mulai beroperasi di lingkungan ini. Ah, andai saja dia tidak pulang selarut ini! Kembali Lara mengutuk kebodohannya.
Merasa sudah aman, Lara perlahan menegakkan tubuhnya, mengangkat wajahnya dan mengatur laju napasnya. Sejauh mata memandang, sudah tidak ada lagi penjahat itu, lalu Para bersiap untuk keluar dari persembunyiannya.
"Oh, Tuhan..." pekiknya kaget setengah mati, meremas jantungnya yang hampir saja berhenti berdetak. "Siapa kau? Kau mau apa?" pekiknya kaget, dia sudah siap menjerit.
Lara ingat kalau di dalam tas tangannya ada botol spray yang berisi air cabe dan merica, segera dia merasa dalam tasnya guna mengambil senjata itu.
"Aku malaikat maut, datang menjemputmu," ucap sosok itu yang masih belum jelas wajahnya karena sekeliling yang masih gelap. Lampu jalan di ujung sana juga hanya memantulkan cahaya remang, tidak cukup untuk menunjukkan wajah pria itu. Lara tergelitik, dia hampir tertawa, ucapan pria itu seolah mereka sedang bermain teater, apa katanya, Malaikat pencabut nyawa? CK! jangan bercanda.
"Aku tahu kau perampok, yang biasa berkeliaran di rue ini, kalau kau mau mengambil uangku, ini, aku berikan walau isinya tidak seberapa," jawab Lara menyodorkan tasnya. Dia akan memberikan apapun hartanya saat ini, asal jangan nyawanya yang direnggut, pasalnya setiap perampokan di lingkungan ini terjadi, selalu saja korban perampokan itu akan terluka.
"Aku tidak berminat pada uangmu. Ikutlah denganku, waktumu di dunia ini sudah habis!"
Sekali lagi pria itu berkata hal yang tidak masuk akal. "Jangan bercanda, aku ketakutan. Ambil saja semua uangku, aku harus pulang, ada gadis kecil di rumah yang menunggu kepulanganku dan saat ini dia pasti kelaparan," ucap Lara mengiba, semoga saja perampokan itu percaya dan mengasihinya, hingga melepaskan dirinya.
"Berulang kali aku mengatakan, aku tidak menginginkan uang dan hartamu, aku datang untuk mengambil nyawamu!"
Kalimat itu berakhir dengan keluarnya pria itu dari kegelapan, menunjukkan wajahnya. Lara terkejut, memekik kaget, hingga tasnya terjatuh ke tanah.
Pria itu tidak jelek seperti bayangan Lara karena beberapa gambaran perampok memang ditampilkan seperti itu. Pria itu bahkan sangat tampan, tapi yang membuat Lara kaget setengah mati, bola mata pria itu merah, bahkan ada api menyala pada netranya. Tidak sampai disitu, hal mustahil tapi benar nyatanya dia lihat, pria dengan tubuh kekar, tinggi besar itu memilik sayap berwarna putih gading yang begitu besar bahkan ujungnya sampai menyentuh tanah.
Spontan Lara mundur. Kini jelas, kalau sosok yang dia hadapi ini bukan manusia. Dia tidak sedang cosplay, sayap itu tampak jelas menempel di punggungnya.
"Ayolah Lara, ikut denganku, waktumu sudah habis di dunia ini," ucapnya semakin mengikis jarak di antara mereka.
"Kau akan bawa aku kemana? Apakah kau utusan pencipta dunia ini? Yang katanya maha Kuasa?" tanya Lara mulai menangis lagi, tapi buru-buru dia menghapus jejak air matanya itu.
"Aku suruhannya. Aku datang dari alam yang jauh dari sini. Tugasku mengambil nyawa orang yang sudah ditakdirkan untuk meninggalkan dunia ini," terangnya dengan nada suara yang masih sama, tegas dan menakutkan.
"Jadi aku harus ikut denganmu?" Kembali tanya Lara sedih, dia duduk di bangku kayu yang ada di dekat bangunan itu. Masih berdebat dengan semua kejadian yang dia alami.
"Benar."
"Tapi bagaimana dengan putriku? Dia masih kecil. Hanya aku yang dia punya," ucapnya kembali ketakutan, membayangkan kalau dirinya sudah diambang kematian.
"Sudah jadi suratan takdirnya, kalau dia harus hidup sebatang kara, kau harus ikhlas."
"Bisakah aku melihatnya dulu sebelum ikut denganmu?" Wajah Lara sudah bersimbah air mata, kalut dan juga takut kini bersarang di hatinya.
Hening sesaat, lalu kembali Malaikat pencabut nyawa itu bersuara. "Kalau begitu aku akan mengantarmu pamit pada putrimu," ucapnya mengulurkan tangannya pada Lara.
Sumpah demi apapun, Lara hampir pingsan, dia tidak mungkin berani menerima uluran tangan pria itu yang begitu menyeramkan. Kukunya begitu panjang dan runcing. Lara jadi ingat film were wolf yang dia tonton.
Tangan itu masih menengadah hingga Lara tidak punya pilihan selain menerimanya. Takut-takut Lara meletakkan tangannya di telapak tangan pria itu, tepat saat sayapnya bergerak dan menutup tubuhnya hingga tidak tampak lagi.
Hanya hitungan detik, bahkan Lara tidak sempat membuka matanya saat berkedip tadi, mereka sudah tiba di depan rumahnya.
"Ini ajaib, bagaimana mungkin! Apa aku sedang tidak bermimpi?" batin Lara masih menatap sekelilingnya. Benar itu rumahnya. Lalu dia melihat ke arah sosok itu yang memberinya isyarat untuk segera masuk ke dalam rumah.
"Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?" tanyanya begitu pelan, seolah pada dirinya sendiri.
"Masuklah, temui putrinya, dan pamit padanya!"
Masih ragu, Lara mengetuk pintu. Dia tahu putrinya itu belum tidur kalau dirinya belum tiba di rumah. Hanya ada mereka berdua di kontrakan kecil, rumah petak, orang menyebutnya, tanpa saudara dan kerabat. Hanya ada Lara dan Shine putrinya.
Ketukan pertama tampaknya tidak didengar Shine, lalu kembali Lara mengetuk, dan kali ini dua kali lebih kuat. Tidak lama daun pintu terbuka, tampak wajah cantik nan mungil yang tampak sudah mengantuk, tapi tetap mencoba tersenyum padanya.
"Ibu sudah pulang? Kenapa larut sekali?" tanya gadis itu merentangkan tangan, ingin dipeluk oleh ibundanya tercinta.
Lara pun ikut merentangkan tangan, menarik gadis kecil itu masuk dalam pelukannya, yang mungkin pelukan terakhir yang bisa dia berikan.
"Kenapa ibu tidak masuk? Siapa yang ibu lihat?" tanya Shine ikut keluar melihat sekeliling rumah yang tampak gelap, tanda ada lampu teras, karena sudah dua hari ini putus. Gadis itu tidak menemukan siapapun di sana, lalu kembali melihat ke arah ibunya. Ada yang aneh pada sikap ibunya, tapi Shine tidak ingin membuat ibu semakin susah dengan menjawab setiap pertanyaannya.
"Tidak ada. Kita masuk," jawab Lara mengajak Shine masuk, sekilas di ke arah belakang, pria itu masih ada di sana.
Oh, Tuhan, benarkah dia orang suruhanmu untuk mengambil nyawaku?"
"Minum dulu, Bu." Shine menawarkan segelas air hangat yang baru dia ambil dari dapur.
"Shine, ibu mau pergi, mungkin dalam waktu yang lama, kau harus bisa mengurus dirimu sendiri ya, Nak. Jaga kesehatanmu," ucap Lara mengusap rambut Shine dengan air mata yang menggenang.
Tentu saja anak itu menatap dengan heran, tidak mengerti mengapa ibunya bicara seperti itu. Apa ibunya juga akan meninggalkannya seperti ayah yang tidak sempat dia kenal? Mengapa semua orang begitu tega padanya? Apa dia memang anak pembawa sial hingga tidak layak untuk di kasihi?
"Ibu bicara apa? Memang nya Ibu mau kemana? Jangan tinggalkan aku, Bu," pinta Shine yang mencoba menahan tangisnya. Dia duduk di depan ibunya, tanpa suara menghapus air mata Lara yang sudah berhasil mendarat dengan mulus di pipinya.
Lara hanya bisa menatap dengan hati yang hancur ke pada Shine. Anaknya itu begitu tegar, bahkan tidak sesuai dengan umurnya yang masih bocah. Tidak seperti anak lain yang diberitahu akan ditinggal orang tuanya, anak-anak itu akan menangis, minta ikut dan bertanya kemana pergi.
Berbeda dengan Shine, dalam pikirannya, mungkin ibunya sudah lelah menjaganya dan ingin meninggalkannya seperti ayahnya. Lalu dia bisa apa? Menahan ibunya? Tangannya saja kecil, bagaimana mungkin bisa melawan tenaga ibunya jika dia memang memilih untuk pergi.
"Ibu... akan pergi kemana?" Akhirnya Shine berhasil menemukan lidahnya untuk bertanya.
"Bekerja, ke tempat yang jauh," jawab Lara lirih, masih menangis dan menunduk. sejak tadi tidak mau melepaskan genggaman tangannya pada tangan Shine.
Saat itulah pintu terbuka dan sesosok pria Tinggai besar masuk ke dalam rumah, tanpa mengatakan apapun. "Waktumu sudah habis!"
Shine yang menatap mata pria itu, merah dan api menyala di sana, tapi Shine tidak takut, di terus mengamati wajah pria itu, dalam hatinya bertanya siapa pria itu yang berani masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan salam dan berpenampilan aneh.
Darker, sang malaikat kematian itu ikut menatap Shine. Anak itu begitu unik, tidak memiliki rasa takut padanya, padahal tampangnya sangat menyeramkan.
Anak-anak di negerinya bahkan lari terbirit-birit ketika berhadapan dengan Darker. Mengapa anak manusia ini justru dengan berani melihat ke arahnya tanpa berkedip bahkan setelah mendapati wajah Darker yang begitu menyeramkan, dia tidak memalingkan pandangannya justru terus mengamati pria itu.
"Kau bisa melihatku?" tanya Darker ingin memperjelas apakah gadis itu memang melihat sosoknya atau justru hanya melihat bayangannya.
"Tentu saja. Kau aneh!" jawab Shine tanpa rasa takut.
Darker ingin buka suara, tapi liontin di leher anak itu membuatnya kembali menarik niatnya. Lama diamatinya. Sementara Lara yang mengira bahwa Darker akan mencelakai putrinya, bergegas memeluk kaki Darker.
"Jangan ganggu dia, Bawa aku saja. Bukankah aku yang kau cari?"
Darker akhirnya mengalihkan tatapannya dari liontin yang ada di leher wanita itu ke arah wajah Lara.
"Lepaskan kakiku, wanita manusia!"
"Janji dulu, kalau kau tidak akan membawa anakku! Dia masih kecil, masa depannya masih panjang, bawa aku saja!"
"Aku bilang lepaskan!" Kembali Darker menghardik keras, tapi Lara tidak mau menurut.
"Shine, lari ke rumah Bi Erna, sembunyi di sana," ucap Lara.
Kali ini, Shine yang menolak, sama halnya dengan ibunya keras kepala. Darker yang tidak sanggup lagi disentuh oleh Lara, segera menggunakan sihirnya, menjauhkan Lara dari kakinya.
Sekali menjentikkan jarinya, Lara sudah berpindah, kini wanita itu memeluk Kaki meja makan yang tidak jauh dari sana.
Shine takjub melihat hal itu. Berulang kali melihat ke arah ibunya lalu pada pria itu. Shine sangat suka cerita seputar dunia penyihir, lalu melihat hal ini tentu saja Shine bertambah semangat untuk mendekati Darker.
"Kau bisa sulap? Apa kau kenal Harry Potter?" tanyanya antusias.
"Aku tidak tahu apa yang kau sebutkan itu. Apa itu sejenis kue kering?" Tanya Darker yang berjalan ke arah kursi, lalu mengempaskan tubuhnya di sana.
Lara sudah mendekati mereka lagi. Melihat ke arah keduanya yang tampak berbincang tanpa ada rasa takut pada Shine.
"Dari mana kau mendapatkan liontin itu?" tanya Darker penuh minat. Dia tidak mungkin salah itu liontin yang selama ini bangsanya cari, lantas mengapa ada pada gadis kecil itu.
"Bukan urusan Anda, Pak tua bertampang aneh, yang jelas ini kalungku," jawab Shine penuh kesal. Pasalnya Darker juga tadi cuek menjawab pertanyaan. Padahal dia ingin sekali melihat pria itu kembali melakukan magic nya.
"Boleh aku lihat?" tanya Darker berharap.
Shine mendekat, menunjukkan pada Darker, tapi cahaya yang muncul dari dalam liontin yang hanya bisa dilihat oleh Darker membuat pria itu melemah. Dia tidak berani memegang kalung itu yang artinya liontin itu memang asli milik bangsanya.
"Sudah waktunya pergi!" Tiba-tiba Darker menegakkan tubuhnya, tidak baik bagi dirinya untuk berlama-lama di sini.
"Aku pikir setelah kedekatan kalian kau akan iba pada putriku, dan melepaskan ku. Siapa nanti yang akan menjaga putriku?" ucap Lara kembali sendu, dia pikir dia sudah terbebas dari pria itu.
"Kau akan membawa ibuku? Kemana?" Kini Shine mengerti kalau ibunya tidak ingin pergi, tapi Darker yang memaksa.
"Ke suatu tempat, yang namanya perhentian orang hidup, di sana, ibumu akan diadili sesuai amal perbuatannya, lalu setelah diputuskan tempat yang layak untuk nya," terang Darker.
"Kau tidak bisa membawa ibuku!" pekik Shine. Otaknya terus berpikir. Tadi dia sudah melihat kekuatan pria itu yang memindahkan ibunya ke meja makan, artinya dia punya power yang tidak bisa dilawan manusia biasa, jadi Shine memutuskan tidak jadi berteriak.
Lalu seketika dia ingat, kalau pria itu sempat menanyakan perihal Liontinnya, mungkin ini bisa jadi penawaran setimpal.
Bergegas dia membuka liontin itu, menggenggam dalam telapak tangannya. "Kau mau ini? Aku bisa memberikannya padamu, asal kau melepas ibuku!"
Lama Darker menatap telapak tangan gadis itu yang terbuka di hadapan, di atasnya ada liontin yang sangat ingin dia bawa pulang. Namun, Darker tahu kalau dia tidak akan sanggup membawa liontin itu sendiri.
Dia ingat kisah itu, lalu kembali mengamati Shine seolah ingin menerawang gadis itu. Satu-satunya anak manusia yang bisa melihatnya.
"Baiklah kalau begitu, aku bisa melepaskan ibu dengan memberi penawaran!"
Tidak ada tawaran itu, semua hanya ada dalam benak Shine. Darker tetap ingin membawa ibunya walau gadis kecil itu sudah menawarkan benda yang tadi tampak sangat menarik buat pria misterius itu, tapi setelah lama mengamati benda di lehernya itu, Darker pun menolak.
"Sorry little girl, aku tidak bisa. Ini sudah menjadi tugasku."
Darker lalu menatap kembali ke arah Lara. "Bergegaslah, malam sudah akan berakhir," ucapnya kembali membuat Lara panik.
Dia menyerah. Pasrah, kalau benar pria itu malaikat pencabut nyawa kemanapun Lara pergi pria itu pasti bisa menemukannya jadi lebih baik dia menyerah saja. Namun, yang menjadi beban pikirannya adalah bagaimana nanti nasibnya Shine ketika dia sudah tiada.
"Shine, mama pergi, Nak," ucapnya memeluk Shine semakin erat, tapi Shine tidak mau melepas Lara hingga Darker kembali menggunakan kekuatan memisahkan ibu anak itu, dan berhasil. Shine sudah terduduk di kursi dengan tangan menyatu tidak bisa bergerak sama sekali untuk kembali mengejar ibunya.
"Aku mohon lepaskan putriku bukankah kau ingin membawaku? Jangan lukai dia," pinta Lara.
Mendengar raungan Lara, Darker akhirnya melepaskan ikatan kasat mata Shine hingga gadis itu bisa berlari ke arah Lara lagi. Tidak ada yang tetangga yang akan mendengar kehebohan yang terjadi di rumah itu karena Darker sudah menguncinya dengan kekuatannya agar apapun yang terjadi, tidak sampai ke telinga orang lain, bahkan sekalipun bom meledak di rumah itu para tetangga mereka tidak akan mendengarnya.
"Shine, jadilah anak baik, jangan ikuti ibu," ucap Lara mengangkat tangan, meminta Shine berhenti.
Melihat kini ibunya yang justru meminta dirinya menjauh memuat Shine berpikir kalau Lara di bawah tekanan Darker, jadi sekuat tenaga dia berlari dan menyeruduk Darker bak banteng mengamuk.
Dengan satu tangannya Darker menahan kepala Shine yang ingin menyerangnya, tapi seketika Darker terdiam, kala menyentuh puncak kepala anak itu. Kekuatan yang ada dalam diri Darker beraksi dan pria itu pun akhirnya mendapatkan penglihatan.
Tidak semua makhluk sebangsanya memiliki kemampuan untuk melihat masa depan, hanya Darker di negeri itu yang bisa melakukannya. Kekuatan itu tidak serta merta bisa dipergunakan ketika dia ingin, hanya bila keadaan yang memacu untuk mengeluarkan kekuatan itu dengan sendirinya, baru akan bisa digunakan, seperti saat ini. Dia sendiri tidak mengerti mengapa kekuatan itu muncul setelah sejak lama tidak pernah digunakan lagi.
Dalam bayangan itu dia bisa melihat sosok gadis itu yang tampak mengenakan jubah kebesaran dan kebanggaan bangsanya, dengan senjata yang menyerupai tombak yang dia tancapkan di tanah menantang musuh terbesar bangsanya yang sampai saat ini tidak bisa mereka kalahkan.
Darker ingat legenda yang sudah diwariskan oleh para leluhur mereka, mengenai ksatria wanita yang akan bisa menyelamatkan bangsa mereka dari kutukan dan suatu saat pintu yang menghubungkan antara dunia ksatria wanita itu dan dunia mereka akan terbuka.
Bertahun-tahun para ksatria, panglima bahkan banyak malaikat yang memiliki kekuatan besar ditugaskan raja malaikat untuk mencari keberadaan ksatria wanita yang sudah diramalkan itu, tapi tidak satupun dari mereka yang menemukannya.
"Apa mungkin, bahwa gadis kecil ini akan menjadi warrior itu?" batin Darker masih mengamati Shine.
Lantas bagaimana nasib Shine nanti jika dia membawa Lara pergi dari dunia itu? Siapa yang akan menjaga Shine dan mendidiknya? Melindungi serta membesarkannya dengan baik?
Catatan dari para penatua di bangsanya yang menuliskan takdir seseorang di dunia manusia ini bahwa Shine akan mengalami banyak penderita dan juga liku-liku kehidupan yang keras.
Darker ingat, syarat agar warrior itu bisa masuk ke negri mereka adalah harus berusia 18 tahun dan harus tetap mempertahankan kegadisannya.
Untuk seketika Darker bimbang apa yang harus dia lakukan. Kalau dia tidak membawa Lara sekarang, maka raja malaikat yang akan menghukumnya tapi kalau dia membawa Lara maka tidak ada yang menjamin bahwa Shine akan baik-baik saja hingga sampai batas usia yang matang dan bisa masuk kembali ke dunianya.
Lama berpikir akhirnya dia akan memutuskan hal yang pastinya akan membuat dirinya dihukum. Namun, tidak ada jalan lain, dia tidak boleh memikirkan dirinya sendiri semua ini dilakukan untuk menyelamatkan kutukan yang melanda bangsanya.
Dalam mengemban tugasnya, justru Darker tidak menyangka, tanpa sengaja justru bertemu dengan gadis yang mereka cari. Lara mengamati darker yang masih membeku menatap putrinya itu.
"Ada apa? Bukankah tadi kau ingin kita pergi, aku mohon jangan sakiti putriku," ucap Lara menjatuhkan diri, memohon di hadapan Darker.
"Aku tidak akan membawanya," ucap Darker mengalihkan pandangannya dari wajah Shine ke arah Lara.
"Aku ingin membuat perjanjian dengan mu. Dengarkan baik-baik. Aku memang ditugaskan untuk menjemputmu, tapi karena ada alasan lain, aku akan membiarkanmu tetap hidup," ucap Darker dengan tenang.
Mendengar hal itu tentu saja Lara sangat gembira. Dia bahkan memekik kaget, tidak percaya atas apa yang dia dengar. Bayangkan saja seseorang yang sudah diambang kematian, akhirnya terbebas.
"Benarkah?" tanya Lara dengan suara bergetar.
"Dengan satu syarat. Dengarkan baik-baik, kau harus menjaga Shine dengan baik, jangan sampai hal buruk terjadi padanya. Dia tidak boleh berpacaran dengan siapapun, disentuh oleh pria manapun, sampai aku datang kembali nantinya untuk menemuimu!"
Lara semakin bingung dengan ucapan Darker. Apa sekarang pria itu justru mengejar putrinya? Ketakutan muncul di wajah Lara. Apa nyawanya kini digantikan oleh Shine?
"Apa setelah itu kau justru membawanya pergi?" tanya Lara ragu.
"Aku tidak bisa menjelaskannya sekarang. Setelah aku pergi, mungkin akan datang Malaika maut lainnya yang akan mencarimu, tapi aku akan memberimu sesuatu yang membuat mereka tidak bisa mengendus dan menemukan keberadaanmu. Kau juga harus meminta Shine untuk menyimpan liontin itu dibalik bajunya, karena cahaya dari liontin itu bisa menuntun malaikat maut mendatangi kalian," terang Darker panjang lebar.
Setelah menjelaskan semuanya, Darker mengeluarkan sebuah jubah berwarna hitam pekat. "Ini adalah milik leluhurku, diwariskan pada kami turun temurun. Aku pinjamkan ini padamu. Dengan ini tidak akan ada malaikat maut yang akan menemukanmu. Kau bisa hidup tenang, hingga di hari tuamu nanti," ucap Darker. "Berdiri'lah!" perintahnya.
Lara menurut, dia berdiri di hadapan pria itu, lalu Darker memakaikan jubah itu dan mengikatnya di leher Lara. Tidak siapapun yang bisa melihat benda itu. Lara sendiri pun tidak merasa memakainya, seperti biasa saja mengenakan pakaiannya sendiri.
Hanya mereka bertiga yang bisa melihat benda itu kini sudah menyelimuti tubuh Lara. "Shine, jadilah anak yang baik, bertumbuh hingga kelak aku bisa meminta pertolonganmu, sebagai balas budi karena sudah menolong mu dan melepaskan ibumu," ucap Darker sebelum menghilang dari hadapan mereka.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!