Jauh Setelah masa itu

20 tahun berlalu...

"Bagaimana tekanan darahnya? Sudah stabil?" tanya dokter Amelia pada Shine setelah keluar dari ruang pasien yang baru saja membuat kehebohan hanya karena infusnya tidak berjalan lancar, hingga darah di selangnya naik dan berhasil membuat kehebohan di biliknya.

"Sudah, Dok. Dia memang pasien yang lumayan rewel, biasa usia mendekati menopause memang begitu, lagi lucu-lucu nya," terangnya mengambil tempat di sofa ruang dokter Amelia, mencoba mengistirahatkan tubuhnya sesaat. Sepanjang malam sudah begadang, menemani dokter Riko mengurus pasien korban kecelakaan lalulintas, lalu sekarang harus membantu rekannya yang menyerah mengurus seorang pasien VIP yang nyolot, judes dan banyak maunya.

Dokter Amelia hanya tersenyum, dia paham betapa lelahnya Shine, dokter magang di rumah sakit itu, yang ternyata punya kemampuan luar biasa dalam menangani bahkan mendiagnosa penyakit pasien dalam ukuran dokter muda. "Kamu harus sabar, begitulah menjadi seorang dokter, apalagi kamu ditempatkan di UGD."

Sejak kecil, Shine memang bercita-cita ingin menjadi dokter, agar bisa mengobati ibunya yang sering sakit-sakitan. Tinggal berdua membuat Shine sangat menyayangi dan menjaga kesehatan Lara dengan serius.

Lara yang ini berusia 50 tahun sangat bangga melihat Shine akhirnya bisa berhasil menjadi dokter, perjuangan tidak sia-sia. Dia pikir, takdir Shine akan berubah setelah gadis itu berusia 18 tahun seperti perkataan pria aneh yang mendatangi waktu itu. Nyatanya, hingga saat ini pria itu tidak muncul, tapi baguslah karena akhirnya mereka berdua bisa hidup tenang.

"Shine, kamu mau pulang?" suara Resto mengagetkannya, membawa kepalanya berputar melihat kebelakang. Sahabat karibnya sejak dulu sudah ada di sana, terengah-engah menarik napas. Tampaknya pria itu tengah berlari menuju ke arah Shine tadi.

"Ada apa? Kamu belum pulang?" Shine ikut sesak melihat temannya yang memang memiliki tubuh berisi itu sesak napas

"Mana mungkin, aku jaga malam. Aku mau tanya mengenai riwayat kesehatan pasien di ruang anggrek, rewelnya kebangetan. Masa aku mau cek sugu tubuhnya aja diomeli, bisa gak kau minta aku diganti aja, jangan ngurusin orang itu?" tanya Resto menarik tangan Shine lalu menggoyangkan ke kiri dan ke kanan, persis seperti anak balita yang merengek minta mainan.

"Eh, bocor, mana bisa aku seenaknya mindahin ke pasien lain, siapa eike di rumah sakit ini?" ucap Shine ngakak, dia geli melihat reaksi wajah Resto yang menggemaskan.

Keduanya sudah bersahabat sejak SMP, Resto anak orang kaya, dituntut untuk menjadi dokter, padahal dia tidak suka, dan bisa dibilang otaknya memang pas-pasan.

Sejak dulu, karena Resto yang memang gemulai, sering di bully teman-temannya, dan pasti kalau sudah begitu, Shine yang akan membelanya.

"Kau kan dekat dengan dokter Andi, ngomong dong sama dia," ucap Resto memonyongkan bibirnya. Shine lagi-lagi hanya bisa geleng kepala, rumors di rumah sakit itu kini beredar kalau dirinya dekat dengan direktur rumah sakit sekaligus anak pemilik rumah sakit itu, Andi Pratama, padahal, itu semua tidak benar.

Ya memang, Andi selalu baik dan juga bersikap ramah padanya, sering membaginya makanan, tapi bukan lantas jadi tolak ukur kalau mereka dekat.

"Dih, jangan sampai gue tiup ubun-ubun lo ya, sekali lagi lo ngomong gitu," umpat Shine tidak suka, dia tidak ingin gosip itu semakin menyebar.

"Kak marah sih? Aku kan cuma mau minta tolong." Resto melepaskan tangan Shine menatap kesal pada sahabatnya itu.

"Tapi aku memang gak bisa bantu kalau masalah ini. Gini aja deh, besok aku datang cepat, habis itu kita gantian. Aku jaga pasien rese itu, kau jaga pasienku, gimana?" tawar Shine. Sepertinya hanya itu yang bisa dia lakukan untuk membantu sahabatnya itu.

"Setuju!" sambar Resto cepat, wajahnya kembali ceria dan melepas kepergian Shine dengan senyum.

"Kau memang teman terbaik, Sarange..."

***

Wangi masakan menyambut kedatangan Shine di depan pintu rumah. Mereka masih mengontrak, tapi setidaknya rumah itu sudah lebih layak. Kalau bukan karena permintaan ibunya, Shine pasti sudah lama berhenti kuliah dan memilih untuk bekerja saja.

"Sayang, Shine. Kamu pintar, dapat beasiswa lagi, lanjutkan kuliahmu. Ibu pasti dukung. Ibu ingin sekali melihatmu memakai jubah dokter, dan menolong banyak orang," ucap Lara kala itu hingga membuat Shine tidak punya pilihan lain selain melakukan permintaan ibunya.

Shine tersenyum, berdiri diambang pintu dapur menyaksikan ibunya yang sibuk memasak di dapur kecil mereka. "Ibu masak cumi asam manis?" tanya Shine penuh semangat. Perutnya memang sudah sangat lapar terlebih yang dimasak ibunya adalah makanan kesukaannya. Air liurnya saja sudah menetes membayangkan betapa nikmatnya makan malam itu nanti.

"Iya. Ibu tahu setelah kamu tugas malam, pasti sekarang sangat lapar. Kenapa pulangnya sore?" tanya Lara mendekati putrinya yang kini sudah duduk di meja makan, sesaat setelah memastikan kompor. Tuntas sudah acara masak-memasak itu.

"Resto ditugaskan menjaga seorang pasien, rewel banget, biasalah, Bu, pasien VIP, jadi rada manja," ucap Shine mengisi gelasnya dengan air dari dalam teko.

"Ya sudah, kamu mandi, habis itu kita makan," lanjut Lara bangkit lagi dari duduknya, bergegas menyediakan hasil masakannya di atas piring, lalu menata di meja makan mereka.

Shine membutuhkan waktu sedikit lebih lama untuk mandi. Dia ingin berendam pada di bathtub kecilnya. Kontrakan mereka termasuk lumayan, memiliki beberapa fasilitas unggulan yang membuat mereka betah tinggal di sana bertahun-tahun. Setelah Shine bisa cari uang sendiri, mereka memutuskan untuk pindah ke sana.

Lara tetap bekerja di restoran tempat dia bekerja sejak dulu, kini jabatannya sudah naik, menjadi manager di sana.

Rasanya sangat menyenangkan, wangi minyak aroma terapi yang dia teteskan tadi ke air mandinya membuat Shine lebih rileks.

Hampir setengah jam dia berendam, mengingat mungkin ibunya sudah kelaparan dan menunggu dirinya di bawah, bergegas Shine membilas tubuhnya. Rambutnya yang masih basah, segera dibungkus dengan handuk dan dililitkan di kepalanya.

Shine mengambil piyama bermotif panda dengan warna dasar coklat, mengenakannya, lalu segera mengoleskan serum ke wajah dan vitamin bibirnya. Tanpa melepas handuk yang masih membungkus di kepala, Shine turun dengan santai, sembari membalas pesan dari Resto yang bertanya ini itu perihal menangani wanita tua itu.

"Bu, ibu dimana? Ayo kita makan, Bu. Aku sudah sangat lapar," ucapnya berjalan ke arah dapur, sekilas ibunya tidak ada di sana, mungkin sedang di kamarnya. Shine kembali memusatkan perhatian pada chat Resto, yang masih panik kala ingin mengganti botol infus.

"Res, kau benar sebaiknya kau berhenti menjadi dokter," batin Shine tersenyum, langkah kembali keluar dari dapur menuju ke ruang depan, dia memutuskan untuk menunggu ibunya di sana. Namun, setelah dia selesai membalas pesan Resto dah menurunkan ponselnya dari hadapannya, wajah Shine memucat kala melihat seorang pria asing tengah duduk di samping ibunya yang sedang ditawan dengan sayap berwarna putih gading.

Terpopuler

Comments

Neng Ati

Neng Ati

wah sepertinya Lara dah mau dijemput tuh

2023-02-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!