Pelakor Itu Sahabatku

Pelakor Itu Sahabatku

Bab 1

"Mas Yoga," lirihku saat membuka pintu kamar tamu.

Aku terdiam melihat kelakuan suamiku dengan wanita yang kusebut sebagai seorang sahabat. Aku yang ingin memberikan susu hangat untuk sahabatku sebelum tidur, disuguhkan dengan perbuatan yang tidak seharusnya dilakukan oleh seorang sahabat dengan suami sahabatnya.

Tanpa kusadari, nampan di tanganku jatuh begitu saja ke lantai, hingga membuat kegaduhan dalam kesunyian malam yang semakin larut.

Kegiatan mereka terhenti saat menyadari keberadaanku tepat di depan pintu kamar tamu.

"Yoga!" Suara ibu mertuaku menggema di seluruh sudut rumah.

Aku kaget mendengar teriakannya. Ibu mertuaku tak sengaja melihat apa yang tengah kulihat, saat dia melintasi kamar tamu.

Dengan langkah geram, ibu mertuaku menghampiri putra sulungnya yang berada di dalam kamar. Suamiku dan wanita yang telah kuanggap sebagai seorang kakak itu menutupi tubuh mereka yang terbuka dengan selimut.

"Kau!" bentak ibu mertuaku pada sahabatku sambil meruncingkan telunjuknya penuh emosi.

"Tinggalkan rumah ini sekarang juga!" perintah ibuku padanya.

Saat itu aku hanya diam terpaku, aku sendiri tidak tahu harus berbuat apa. Seluruh tubuhku terasa lemas, seakan nyawaku telah melayang entah ke mana. Seketika hidupku yang bahagia menjadi hampa.

****

Malam semakin larut, kesunyian malam berganti gaduh ulah suamiku. Anggota keluarga keluar dari kamar mereka, karena merasa terganggu dengan suara gaduh yang berasal dari ruang keluarga. Terdengar suara tamparan keras yang dilayangkan ibu mertuaku tepat di pipi putra sulungnya.

"Apa yang kau lakukan?" bentak wanita paruh baya yang telah melahirkan suamiku.

"Kau pria bodoh!" ibu mertuaku masih saja memaki suamiku.

Suasana menegangkan itu membuat seisi rumah hanya bisa diam, tak ada seorang pun yang bisa angkat bicara. Mereka tengah berusaha mencerna situasi.

Sementara itu, aku hanya sanggup berdiri diam mematung di dekat mereka. Ibu mertuaku mulai memukul-mukul dada bidang suamiku.

"Dasar anak bodoh!" ibu mertuaku mulai lelah, dia terisak menyesali perbuatan yang telah dilakukan oleh pria yang baru satu tahun menjadi pendamping hidupku.

Suamiku hanya diam, dia tidak dapat berbicara sepatah kata pun, mungkin saat ini dia juga mulai menyesal atas perbuatan yang telah dilakukannya.

Aku menyambut tubuh ibu mertuaku yang hampir roboh, bersamaan dengan itu suamiku yang tidak tega mellihat kondisi wanita yang paling berharga dalam hidupnya ikut membantuku menopang tubuh renta ibu mertuaku.

"Jangan sentuh aku!" bentak ibu mertuaku lagi tak ingin putra sulungnya menyentuh dirinya.

"Jangan pernah kau sentuh aku dengan tangan kotormu!" teriak sang ibu mertua menolak bantuan dari putranya.

Aku masih saja diam, dengan susah payah aku membawa ibu mertuaku duduk di sofa.

"Lihatlah wanita malang ini! Dia datang ke rumah ini meninggalkan keluarganya demi sebuah pernikahan. Tapi apa yang dilakukan putraku terhadap wanita ini. Hiks!" Ibu mertuaku kembali berbicara dengan nada pilu sambil menangkup wajahku.

Ibu mertuaku menatapku penuh dengan rasa iba dan kasihan. Malang sekali nasibku yang telah dikhianati oleh suamiku.

"Sudahlah, Bu!" ujar Rania adik iparku.

Dia menghampiri ibu mertuaku, dia memeluk erat ibunya. Dia mengelus pundak ibunya, mencoba memberi ketenangan pada ibu mertuaku yang masih terbalut api emosi.

Aku hanya menunduk menahan air mataku agar tak jatuh. Dalam hati yang terluka, aku tidak sanggup berkata-kata di hadapan semua anggota keluarga yang ikut menyaksikan amarah ibu mertuaku.

Aku sendiri, saat ini merasakan kehancuran. Pria yang berstatus sebagai suamiku, memberikan hadiah terpahit dalam hidupku di hari pesta anniversary pernikahan kami.

Pesta anniversary pernikahan kami yang dirayakan dengan meriah, sebagai wujud rasa syukur keharmonisan yang kami lalui selama satu tahun menjalani kehidupan rumah tangga. Dalam pernikahan kami, tidak pernah terjadi masalah sedikitpun.

"Alisya," lirih ibu mertuaku.

"Iya, Bu." Aku mendongakkan daguku melihat wanita yang sudah aku anggap sebagai ibu kandungku.

"Masuklah ke kamarmu! Ibu yakin, kamu pasti lelah," perintah ibu mertuaku sambil mengelus lembut puncak kepalaku.

Aku hanya mengangguk, lalu berdiri dan melangkah. Aku menatap kecewa ke arah suamiku, dan berlalu meninggalkan kegaduhan malam itu.

Di kamar ku hempaskan tubuhku ke atas tempat tidur, ku ambil guling lalu mencurahkan rasa sakit yang sedari tadi ku pendam.

"Kenapa, Mas? Kenapa kamu tega melakukan hal ini padaku?" gumamku dalam isak tangisku.

Aku pun tertidur dengan membawa luka yang dalam. Baru saja mataku terpejam, aku mendengar langkah seseorang masuk ke dalam kamarku.

Aku enggan untuk membalikkan tubuhku, karena aku tahu yang memasuki kamarku adalah suamiku. Dia ikut berbaring bersamaku di atas tempat tidur.

Dapat kurasakan tangannya mengelus lembut kepalaku, lalu dia meraih tubuhku memeluk erat tubuhku dari belakang.

"Maafkan aku!" samar-samar aku mendengar dia meminta maaf padaku.

****

Aku terbangun dari tidurku, ku lihat jam di dinding kamarku. Jarum jam menunjukkan pukul 03.05 pagi. Kulihat Mas Yoga masih tertidur di sampingku.

Aku beranjak melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhku.

Amarah dan emosi masih kupendam, aku tak ingin membuang energi di pagi buta ini.

Setelah mandi, aku langsung menunaikan ibadah shalat sunat yaitu shalat tahajud. Aku meluapkan rasa luka dan kecewaku pada sang Pemilik hati. Aku berdo'a dan melantunkan ayat suci al-qur'an sambil menunggu waktu subuh masuk.

Aku langsung menunaikan ibadah shalat subuh setelah azan mulai berkumandang. Ku tunaikan kewajibanku sebagai seorang muslimah.

Setelah shalat, aku mengenakan hijabku, lalu mengambil koper milikku.

Ku keluarkan semua pakaian milikku dari lemari dan kumasukkan ke dalam koperku.

"Alisya!" panggil suamiku yang terbangun dari tidurnya.

Seketika aku menghentikan kegiatanku. Aku menoleh padanya.

"Apa yang kau lakukan?" tanya suamiku, dia menghampiriku.

"Kamu tahu apa yang aku lakukan ,Mas," jawabku.

"Untuk apa semua ini?" tanyanya lagi.

"Kamu mengerti dan paham sekali dengan apa yang aku lakukan, Mas." Suaraku mulai bergetar menahan tangis.

Mas Yoga mendekatiku lalu menggenggam tanganku.

"Lepaskan aku!" pintaku tegas, ku hempaskan tangannya.

"Aku bisa jelaskan semuanya," ujar Mas Yoga.

"Tidak ada lagi yang harus kamu jelaskan, Mas. Semua yang aku lihat cukup membuatku mengerti tanpa penjelasan sedikitpun darimu." Bergegas aku memasukkan pakaianku ke dalam koper milikku.

Aku melangkah keluar dari kamar sambil menyeret koperku.

Dia mengejarku, dia menarik lenganku.

"Maafkan aku," gumamnya pelan yang masih dapat terdengar oleh inderaku

"Katakan, sejak kapan kamu menjalin hubungan dengannya?" tanyaku yang tiba-tiba berani mengungkap isi hatiku yang semalaman ini bergejolak ingin mengetahui perihal perselingkuhannya.

"Aku," dia masih belum bisa menjawab pertanyaanku.

"Apakah kau sadar siapa wanita itu, Mas!" bentakku seketika amarahku mulai tak terkendali.

"Kau tak perlu meminta maaf padaku, akan kubiarkan kau hidup bersama dia," jariku menahan sesak di dada

Dia bergeming, mas Yoga hanya menatapku. Saat itu syaitan menguasai diriku, aku menampar pipinya dengan keras.

"Aku benci padamu, Mas!" teriakku.

"Aku benci!"

Aku mulai memaki-maki suamiku, meluapkan amarahku padanya.

Tanpa kusadari, air mataku mengucur deras di pipiku, air mata yang semalam ini kutahan akhirnya tumpah juga.

"Hiks," aku menangis mengingat pebuatan yang dilakukan suamiku di kamar sahabatku usai acara pesta anniversary pernikahanku.

Bayangan pria yang sangat ku cintai tengah bercumbu dengan sahabat terdekatku menari-nari di dalam benakku.

Kini di dalam kamarku hanya terdengar isakkan tangisku, setelah puas aku menangis di hadapannya. Aku berdiri, dan melangkah mengambil koperku.

"Alisya, Jangan tinggalkan aku!" pinta Mas Yoga padaku panik.

"Lebih baik aku pergi dari kehidupanmu, Mas. Agar kamu puas berhubungan dengannya," ujarku.

Aku melangkah keluar kamar sambil mendorong koperku.

"Alisya, kita bisa bicarakan masalah ini baik-baik," pinta suamiku berusaha menghalangi kepergianku.

"Tidak ada lagi yang harus kita bicarakan, semua sudah jelas!" ucapku tegas.

Langkahku belum sampai di depan pintu kamar.

"Alisya!" Terdengar samar teriakan suamiku, dan aku pun tak tahu apa-apa setelah itu.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Ghina Azfa

Ghina Azfa

suami dan sahabat sama-sama tidak punya otak, garam aku bacanya Kak

2023-02-02

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!