I'M Not A Sugar Baby
Prang
Suara benda jatuh membangunkan Anesha yang baru saja terlelap.
Jam sudah menunjukan pukul satu dini hari. Sebuah hal yang mustahil jika dirumahnya masih ada yang terjaga.
Merasa salah dengar, Anesha kembali memilih untuk memejamkan kedua matanya. Dia harus segera tidur agar bisa bangun tepat waktu, karena besok adalah hari keduanya melakukan ujian akhir semester.
Baru beberapa saat terpejam, samar-samar Anesha mendengar keributan dari arah kamar orang tuanya. Namun lagi-lagi Anesha meyakinkan dirinya sendiri jika hal itu tak mungkin terjadi, karena selama hampir tujuh belas tahun dirinya hidup, Anesha sama sekali tak pernah mendengar pertengkaran di antara kedua orang tuanya.
Tak ada rumah tangga yang benar-benar damai. Ayah dan ibunya memang kadang berdebat. Namun pada akhirnya salah satu dari keduanya akan memilih mengalah agar perdebatan itu tak berakhir menjadi sebuah pertengkaran.
Setelah cukup lama, suara itu bukannya menghilang, namun semakin Anesha memejamkan mata, maka suara ribut itu semakin jelas terdengar.
Walau sedikit tak yakin jika orang tuanya tengah bertengkar, namun pada akhirnya Anesha memilih bangkit dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Hening
Begitu membuka pintu kamarnya, Anesha hanya merasakan keheningan. Padahal kamar orang tuanya hanya tersekat ruang keluarga, itupun berukuran sangat kecil.
Anesha menghela nafas lega setelah beberapa saat hanya ada keheningan di luar kamarnya. Apalagi kamar kedua orang tuanya pun sudah dalam keadaan gelap, yang menandakan jika penghuninya mungkin sudah tertidur.
Deg
Suara isakan yang cukup lirih membuat Anesha menghentika langkah kakinya yang hendak kembali ke kamarnya.
Suara itu cukup lirih, namun Anesha yakin jika suara itu berasal dari kamar kedua orang tuanya.
Dengan langkah berat, Anesha mendekat. Lalu dengan perlahan dirinya menempelkan telingannya di daun pintu.
Deg
Benar saja, Anesha tak salah dengar. Suara itu adalah isakan tangis ibunya. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa ibunya menangis?
Tak ingin banyak menduga-duga, Anesha langsung memutar knop dan mendorong pintu di depannya.
Kedua mata Anesha membola bahkan seolah bola matanya akan keluar dari tempatnya begitu melihat kamar orang tuanya yang begitu berantakan bak diterjang angin topan.
Ada gelas dan sebuah vas bunga jadul yang tergeletak pecah di atas lantai, sehingga membuat seripihan kaca itu bertebaran di kamar kecil berukuran tiga kali tiga meter itu.
"Anesha, kamu belum tidur nak?" Ibunya yang sejak tadi duduk di ujung ranjang nampak kaget melihat kehadiran putrinya.
Naumi lantas menghapus air matanya. Ia bangkit dan langsung mengajak sang putri kembali ke kamarnya. "Ini sudah malam. Ayo balik ke kamarmu. Ingat, besok kamu harus bangun pagi."
"Tapi bu, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Anesha penasaran. Entah kenapa tiba-tiba hatinya terasa sakit saat melihat dengan mata kepalanya sendiri jika kedua orang tuanya tengah bertengkar.
Ini bukan pertengkaran biasa. Melihat kondisi kamar ayah dan ibunya membuat Anesha yakin jika masalah yang kedua orang tuanya hadapi saat ini bukanlah masalah yang sederhana.
"Ayo, biar ibu temani tidur." Bukannya menjawab pertanyaan sang putri, Naumi justru menuntun Anesha agar segera keluar dari ruangan penuh kekacauan ini.
Naumi tak ingin putrinya tau apa yang terjadi pada dirinya dan suami. Ia tak mau membuat sang putri kepikiran. Apalagi saat ini Anesha sedang dalam masa ujian akhir semester. Naumi tak ingin kosentrasi Anesha terganggu hingga mempengaruhi prestasi putrinya itu.
Anesha adalah anak yang pandai dan berprestasi. Dia bahkan mendapatkan bea siswa hingga tak perlu membayar sepeserpun untuk biaya sekolahnya.
Naumi beruntung, di tengah himpitan ekonomi, Anesha justru tak pernah menyusahkannya. Putrinya memang anugerah terindah untuk dirinya. Anesha putrinya yang begitu membanggakan.
"Bu, sebenarnya ada apa?" tanya Anesha untuk kesekian kalinya.
"Enggak pa-pa sayang. Kamu nggak perlu mikir yang macem-macem. Sekarang lebih baik kamu tidur. Besok pagi akan ibu bangunkan." Naumi langsung merebahkan diri di atas ranjang kecil milik putrinya. Ia harus tidur menempel ke tembok agar rajang berukuran seratus dua puluh kali dua ratus itu bisa menampung tubuh mereka berdua.
"Bu..."
"Nesha tidur. Ini sudah larut malam." Ucapan Naumi yang begitu tegas dan seolah tak ingin di bantah, membuat Anesha tak lagi mencecar sang ibu. Mungkin ibunya butuh waktu.
Anesha merebahkan tubunya tepat di sebelah sang ibu. Ranjang kecil dan tipis itu memang mampu menampung keduanya. Walau harus sedikit berdempetan, Anesha tak masalah. Lagi pula dia sudah biasa berbagi ranjang dengan ibunya.
"Bu, sudah tidur?" tanya Anesha pada sang ibu yang tidur membelakanginya.
Sebenarnya Naumi belum tidur. Namun dia sedang tak ingin berbicara dengan putrinya. Naumi tak ingin Anesha membahas pertengkarannya dengan sang suami.
Cukup mereka berdua saja yang tahu, dan Naumi berjanji akan segera menyelesaikan permasalahannya agar tak semakin berlarut-larut. Naumi tak ingin ketegangan antara dirinya dan suami berpengaruh pada Anesha.
Anesha menghela nafas berat saat tak mensengar jawaban dari Naumi. "Selamat tidur bu. Anesha sayang ibu."
Waktu sudah menunjukan pukul tiga pagi, namun Anesha sama sekali tak bisa tidur. Berkali-kali memaksa untuk memejamkan mata, berkali-kali pula kantuk itu tak kunjung datang.
Rasanya Anesha ingin sejenak saja melupakan apa yang baru saja terjadi pada kedua orang tuanya. Namun semakin dia ingin melupakan, semakin jelas pula bayangan pertengkaran ayah dan ibunya.
Sebelum keluar dari kamar orang tuanya, Anesha melihat sang ayah yang berdiri dengan tatapan kosong di sisi jendela. Tak lupa sebuah rokok terselip di tengah jari telunjuk dan jari tengahnya.
Ayahnya bukanlah perokok aktif. Namun malam ini Anesha melihat sendiri bagaimana Ayahnya menyesap batang berbau nikotin itu, lalu menghembuskannya hingga mengeluarkan asap pekat yang berbau menyengat.
Anesha sangat tak menyukai bau rokok. Bahkan jika berada di dekat seseorang yang tengah merokok, Anesha akan terbatuk-batuk dengan sendirinya.
Ini bukan karena Anesha berlebihan, namun bau asap rokok benar-benar membuat dadanya sesak. Bahkan sampai susah untuk bernapas.
Ayahnya sangat tahu hal itu. Lalu apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa ayahnya kini merokok.
Apa mungkin ayahnya tengah menghadapi masalah yang cukup berat? Tapi apa? Kenapa Ayah dan Ibunya sampai bertengkar sehebat ini?
Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar-putar di kepala Anesha tanpa menemukan jawabannya yang pasti.
Hingga akhirnya Anesha mulai lelah. Dia hanya bisa berharap jika apa yang terjadi malam ini hanyalah sebuah mimpi buruk. Anesha ingin esok hari kehidupannya kembali seperi semula. Dimana dirinya yang selalu di kelilingi kebahagiaan walaupun hidup dalam kekurangan.
"Ayah, ibu, semoga besok berjalan seperti biasanya. Hanya ada canda dan tawa," gumam Anesha sebelum akhirnya benar-benar terlelap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments